x

Ilustrasi bekerja dari rumah. Shutterstock

Iklan

trimanto ngaderi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 22 September 2022

Jumat, 13 Januari 2023 06:19 WIB

Bekerja Sembari Bersenang-senang, Mungkinkah?

Orang-orang yang bekerja –terutama di industri kreatif– memiliki fleksibilitas dalam hal ruang dan waktu. Mereka tidak harus bekerja di kantor, bahkan banyak yang tidak memiliki kantor. Dalam bekerja, mereka juga tidak dibatasi rentang waktu yang rigid. Asal ada laptop atau smartphone dan terkoneksi dengan internet, mereka bisa bekerja kapan pun dia mau, dan kapan pun dia dibutuhkan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kantor Bapak di mana?” tanya salah seorang teman sekolah dulu.

Jam segini kok sudah nongkrong di café, memang masuk kerja jam berapa?” seru seorang tetangga yang memergokiku duduk santai sembari menikmati secangkir kopi cappucino.

Wah, saya lihat Bapak ini sering jalan-jalan, kapan kerjanya?” komentar temanku yang sering melihat story-ku di media sosial.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tengah malam masih membuka laptop. Bekerja itu siang hari. Ini waktunya untuk istirahat!” kata istriku suatu ketika.

 

*****

Beberapa pertanyaan di atas sudah tidak relevan lagi jika disampaikan saat ini. Orang-orang yang bekerja – terutama di industri kreatif – memiliki fleksibilitas dalam hal ruang dan waktu. Mereka tidak harus bekerja di kantor, atau bahkan tidak memiliki kantor. Mereka bisa berkantor di rumah, kos atau kontrakan, café, restoran, tempat wisata, atau di mana saja.

Dalam bekerja, mereka juga tidak dibatasi oleh rentang waktu tertentu. Masuk kerja jam sekian dan pulang jam sekian. Asal ada laptop atau smartphone dan terkoneksi dengan internet, mereka bisa bekerja kapan pun dia mau, dan kapan pun dia dibutuhkan. Tengah malam bisa melayani pelanggan jika ia jualan online. Dini hari bisa mengirimkan laporan kepada atasan. Para penyedia jasa bisa menerima order setiap saat. Jadi, jam kerja mereka adalah 7 hari 24 jam (7/24).

Oleh karena itu, konsep bekerja harus di kantor dan waktu tertentu sudah relevan lagi. Berapa waktu yang dibutuhkan seseorang untuk mencapai kantor, terlebih di kawasan Jabodetabek, yang jalanannya sangat padat dan macet.  Setidaknya butuh waktu sekitar 2-3 jam perjalanan. Demikian halnya jika sebuah dokumen atau laporan dibutuhkan segera, tidak perlu menunggu sampai besok baru dikirim. Juga seorang pelanggan yang membutuhkan suatu produk atau jasa tertentu, tidak perlu menunggu esok untuk melakukan pesanan.

LEISURE. Ya, gaya bekerja dengan konsep leisure. Leisure sendiri dapat diartikan sebagai waktu luang, bersenang-senang. Dalam konteks bekerja bisa dimaknai sebagai bekerja sambil bersenang-senang, atau waktu bekerja sekaligus sebagai waktu luang. Atau dengan kata lain, waktu bekerja dan waktu luang bukanlah dua hal yang berbeda (Williams, 2001).

Menurut riset yang dilakukan oleh Gershuny (2001) bahwa waktu luang yang dimiliki oleh penduduk di AS dalam sehari hanya sebesar 21%. Ini berarti mereka menghabiskan waktu hidupnya hanya untuk bekerja. Oleh karena itu, William memperkenalkan istilah serious leisure, bekerja sembari menikmati waktu luang/bersenang-senang. Jika dalam istilah kita adalah sersan (serius tapi santai).

 

Ukuran Prestasi

Apabila dulu bekerja harus di kantor, maka kehadiran fisik sangat diperlukan. Oleh karena itu, ukuran kinerja biasanya ditentukan oleh presensi baik lewat tanda tangan, kartu sidik jari, retina, atau saat ini wajah dan suara. Siapa saja yang rajin datang ke kantor, dialah yang dianggap berprestasi sekalipun dengan kualitas layanan dan produktivitas yang rendah. Demikian halnya di sebuah perusahaan, siapa yang sering lembur dinilai sebagai karyawan yang baik. Inilah era hard worker.

Lain halnya dengan konsep leisure tadi. Yang dibutuhkan bukanlah kehadiran fisik seseorang, namun kehadiran knowledge. Seberapa banyak sumbangan pemikiran yang bisa ia berikan kepada perusahaan. Terlebih jika seseorang bekerja sembari bersenang-senang, biasanya akan muncul ide-ide brilian yang dapat memberikan solusi dan kemajuan bagi perusahaan. Kehadiran ide bisa dikirimkan sewaktu-waktu dan dari mana saja. Ini bisa menghadirkan konsep co-working space.

 

Epilog

Inilah era disrupsi. Perkembangan teknologi digital telah merubah kehidupan manusia secara masif dan komprehensif. Ia telah merubah pola pikir, gaya hidup, visi-misi, orientasi, konsep, cara, perilaku, dan sebagainya. Kita hanya diberi dua pilihan: melakukan disrupsi atau terdisrupsi. Akan tetap melakukan pola kerja lama atau menyesuaikan dengan tuntutan saat ini.

Ya. bekerja di kantor, terikat oleh waktu, dan memakai seragam tertentu tidak berlaku mutlak saat ini. Era digital membuat dunia tak lagi dibatasi oleh ruang dan waktu. Dunia telah berpindah ke dalam sebuah layar kecil di laptop atau smartphone. Bekerja di era borderless. Batas-batas wilayah atau negara tak menjadi penghalang. Siang atau malam bukan suatu rintangan.

Akhir kata, kalau dalam agama “bekerja adalah ibadah”, di era disrupsi ini “bekerja adalah sekaligus bersenang-senang”.

 

Referensi:

Henky Hermantoro, THINK - Tourism Without the Box, Aditri Publishing, Depok, 2018;

Rhenald Kasali, Disruption, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2017.

 

Ikuti tulisan menarik trimanto ngaderi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler