x

Mahfud

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Rabu, 11 Januari 2023 06:13 WIB

Obrolan Panas Rizal vs Mahfud, Kok Hanya Segitu?

Obrolan panas kedua doktor itu jadi terkesan bersifat personal, padahal masyarakat menginginkan dan membutuhkan perdebatan sehat mengenai isu penting, yaitu kualitas hukum Perppu tentang Cipta Kerja—dari sisi isi/materi maupun dari sisi proses penerbitannya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Membaca berita tentang obrolan antara Rizal Ramli, Menko Perekonomian di zaman Presiden Aburrahman Wahid, dengan Mahfud Md., Menko Politik Hukum dan Keamanan di masa Presiden Jokowi sekarang, masyarakat umum sebenarnya berharap obrolan itu full daging. Siapa sangka, obrolan mereka ternyata jauh dari berisi secara intelektual.

Obrolan kedua figur yang sama-sama doktor, dalam bidang masing-masing, itu lebih menyasar pada moralitas politik, yang kemudian berkembang jadi lebih personal. Rizal menyindir Mahfud sebagai panik karena ‘memihak yang tidak benar’, sedangkan Mahfud terlihat kesal dan menyebut Rizal tidak cerdas ketika mengutip omongannya tentang ‘malaikat yang masuk ke birokrasi berubah jadi setan’.

Bagi masyarakat, obrolan panas kedua doktor itu jadi terkesan bersifat personal, padahal masyarakat menginginkan dan membutuhkan perdebatan sehat mengenai isu penting, yaitu kualitas hukum Perppu tentang Cipta Kerja—dari sisi isi/materi maupun dari sisi proses penerbitannya. Bila obrolan kedua figur ini fokus pada dua aspek tersebut, niscaya masyarakat memperoleh manfaat dari perdebatan mereka.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sayangnya, memang, tidak ada institusi atau media yang menyediakan diri jadi penyelenggara debat resmi antara Rizal dan Mahfud. Pemberitaan yang sepotong-sepotong mengenai saling serang itu lantas berkembang semakin tidak fokus pada pokok masalah, baik mengenai penerbitan Perppu Cipta Kerja maupun sisi lain yang disoroti Rizal Ramli, yaitu tanggungjawab intelektual dan moralitas politik.

Sudah lama masyarakat kehilangan kesempatan untuk memperdebatkan isu-isu penting dan mendasar secara lebih dewasa dengan melihat segi-segi kebenaran, bukan dari sisi kepentingan politik semata. Tak lain karena masyarakat sendiri sudah lama menjadi objek permainan politik kekuasaan para elite. Pengungkapan kebenaran mengenai isu Perppu ini berpotensi menjadi momen bagi kita untuk mengembalikan proses legislasi ke jalan yang benar, dalam arti ditujukan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat banyak dengan cara-cara yang adil dan bijak. Bukan untuk memenuhi hasrat kuasa dan kepentingan sebagian kecil elite.

Isu tanggungjawab intelektual dan moralitas politik tak kalah penting lantaran semakin banyak akademisi dan ilmuwan yang memilih mengabdi pada kekuasaan dengan mengabaikan kebenaran, keadilan, serta kemanusiaan—nilai-nilai yang di lingkungan akademik ditinggikan. Banyak akademisi yang berlomba-lomba menjadi pejabat pemerintah dan menganggap jabatan ini lebih bergengsi dibandingkan jabatan guru besar di lingkungan perguruan tinggi. Para cerdik cendekia tidak lagi malu mengorbankan integritasnya sebagai intelektual dan akademisi demi menyediakan argumentasi untuk membenarkan langkah-langkah kekuasaan.

Sayangnya, kedua isu penting ini tidak memperoleh tempat selayaknya dalam wacana publik kita. Media kita dipenuhi dengan narasi panas yang bersifat permukaan dan kehilangan bobot substansinya. >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler