Percakapan Imajiner (34) - Fiksi - www.indonesiana.id
x

Pinterest

Dien Matina

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 9 Agustus 2022

Jumat, 13 Januari 2023 22:08 WIB

  • Fiksi
  • Topik Utama
  • Percakapan Imajiner (34)


    Dibaca : 540 kali

    Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

    Pertengahan April dan sebuah pesan 

     

    Beberapa hal diciptakan menjadi ruang. Menyimpan sesuatu untuk sesuatu yang lain. Jam dinding menyimpan waktu untuk esok dan kemarin. Buku-buku menuliskan ingatan sebagai rumah bagi kenangan. Gambar-gambar dan puisi berbicara tentang ributnya kepala dan dada di mana kau selalu ada. 

    Lalu kita menjadi apa-apa yang akan saling bertautan, saling melempar resah dari mata masing-masing. Tetapi rindu selalu punya celah untuk singgah di antara gelisah hari yang tak mengenal kosong. 

    Cermin memburam oleh senyum yang masam. Kunci rumah menjadi jalan panjang dengan kelokan yang payah. 

    Pertengahan April, hujan rintik-rintik yang ganjil meninggalkan pesan.. cintai Aku, maka Aku akan selalu hidup untukmu.

     

     

    *** 

     

     

    Rabu sore yang biasa

     

    Rabu sore yang biasa, hanya ada sunyi di ruangan ini. Aku kembali mengingat tentang cinta yang jatuh berkali-kali dan hal-hal yang tak pernah kubicarakan denganmu. 

    Tampaknya seperti musim yang semakin susah diprediksi, perjalanan pun terasa sangat melelahkan. Tapi memang semestinya aku mencoba menjaga keseimbangan. 

    Lalu aku mengenalmu. Membukakan pintu dan jendela yang berdebu tebal. Tetapi tak tahu mengapa, dari kepala kecemasan-kecemasan tumpah berhamburan tak dapat ditahan. 

    Tentang cinta yang jatuh berkali-kali dan hal-hal yang tak pernah kubicarakan denganmu, kurasa engkau memahami atau setidaknya membiarkanku melewati segala sendirian, di rabu sore yang biasa. 

     

    040516

     

     

    *** 

     

     

    Kau (mungkin) bukan penanda bagi hari yang terlanjur pecah 

     

    Kopi tumpah memenuhi pagi. Pecahannya berserakan di lantai, dinding, meja, sofa dan ruang-ruang yang pernah kau singgahi. Kenangan terisak dihantam sunyi. 

    Mungkin ini napas dini hari yang gagap bicara cinta, waktu, juga perasaan remeh temeh yang mengganggu. Sungguh mengganggu, kau tahu? 

    Mungkin aku bodoh memburu kosongnya harap sementara luka masih menyala. Kau (mungkin) bukan penanda bagi hari yang terlanjur pecah. Hanya sepi. Hanya beberapa teguk kopi. Lalu bayang-bayang berhamburan ke tanah. 

     

     

    *** 

     

     

    Dan rindu, pelan-pelan menebal di putaran waktu 

     

    Seseorang pernah berkata, "Sebab cinta tak mengenal batas. Semakin banyak memberi, semakin banyak menerima. Mencintai itu membuka hati untuk dicintai dengan cara yang sama, tanpa memaksa.⁣ Mencintai tanpa syarat adalah rumah bagi hati yang membebaskan diri dari perasaan-perasaan kecewa, ditolak, atau dikhianati. Ia abadi."⁣

    Dan malam ini ia datang lewat sebuah pesan, "Terkadang kita tak yakin tentang apapun, tapi selalu ada pilihan. Dan aku memilih, mencintai tanpa syarat." ⁣

    Lalu siapa yang ia cinta? Entahlah, aku tak memiliki keberanian untuk bertanya. Atau mungkin lebih tepatnya aku takut jika jawabannya bukan aku. 

    Sayang, tahukah kau, pada ruang-ruang sepimu aku tinggal. Menyembunyikan kesedihan di punggung malam. Sayang, kau masih saja menulis tentang hujan yang tempiasnya membuatku menggigil. Sementara perapian menyalakan hangat pada pintu-pintu yang menyimpan banyak rahasia. Dan rindu, pelan-pelan menebal di putaran waktu. 

     

     

    *** 

     

     

    Ikuti tulisan menarik Dien Matina lainnya di sini.



    Suka dengan apa yang Anda baca?

    Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.


    Oleh: Frank Jiib

    1 hari lalu

    Untuk Adikku

    Dibaca : 91 kali









    Oleh: Frank Jiib

    5 hari lalu

    Aisyahra

    Dibaca : 241 kali






    Oleh: Frank Jiib

    5 hari lalu

    Aisyahra

    Dibaca : 241 kali