Percakapan Imajiner (35) - Fiksi - www.indonesiana.id
x

Pinterest

Dien Matina

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 9 Agustus 2022

Senin, 16 Januari 2023 14:28 WIB

  • Fiksi
  • Topik Utama
  • Percakapan Imajiner (35)


    Dibaca : 474 kali

    Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

    Cincin yang tak bagus-bagus amat 

     

    Sebuah lagu mungkin akan berdampak besar pada hidup seseorang atau setidaknya menjadi parameter. Tetapi bagiku yang plegmatis melankolis, sebuah cincin yang sebenarnya tak bagus-bagus amat (baca; bukan intan apalagi berlian) bisa jadi sesuatu yang luar biasa. Semacam memberi energi baik pada setiap langkahku. Memakainya merasa seperti berhadapan dengannya, sambil menggenggam tanganku ia berkata, "Tak perlu cemas ya, semua akan baik-baik saja." 

    Kalau ditanya alasannya, dengan kesadaran penuh aku akan menjawab, karena cincin ini pemberiannya. Seseorang yang bertahun-tahun berjanji menjaga hatinya untukku dan dirinya sendiri. Seseorang yang jauh dari rumit dan mendukung kegemaranku menulis. Seseorang yang banyak senyum sedikit bersungut-sungut meski perbedaan kami banyak sekali. Seseorang yang romantis dengan caranya, tanpa rayuan gombal yang memuakkan. Padanya aku jatuh hati, berkali-kali. 

    Tetapi itu dulu, dulu sekali, sebelum semua berubah menjadi asing. Pun cincin yang kukenakan, yang semakin hari membuat gelisah kerap singgah. Hingga suatu hari aku harus melepasnya. Dan barangkali serupa itulah hubungan yang telah ditakdirkan gagal. Kucukupkan untuk bertanya mengapa seseorang bisa membuat kita jatuh hati dan dikasihi. Biar, biarkan saja semua berlalu serupa halaman terakhir sebuah buku. 

     

     

     

    *** 

     

     

     

    Aku benar-benar baik-baik saja 

     

    Tak bertukar sapa lebih dari tiga minggu dengannya terasa aneh. Semacam kehilangan. Tapi kerepotannya sedang dalam titik tertinggi dan aku sedang (sok) sibuk dengan bacaan-bacaan dan film-film yang diharapkan bisa menggeser tempatnya di pikiranku. Kalau boleh memilih, aku tak akan menjatuhkan perasaan padanya, tapi bagaimana bisa? Ini di luar kuasaku. 

    Sebuah kekuatan besar yang entah dari mana datangnya membuat seluruhku terpusat padanya. Serupa kidung religi yang mengalirkan rindu dari pagi ke pagi, dari ujung kepala hingga ujung kaki. Terlalu kuat untuk dilawan. Semakin aku berusaha keluar, semakin dalam aku tenggelam. 

    Empat tahun terakhir menjadi semacam keajaiban. Setelah hidup yang random dan membingungkan, dengan caranya semesta mengajakku melepaskan segala. Membebaskan rasa. Mengingat tanpa membenci. Mengikhlaskan. Dealing dengan diri sendiri, apa yang sebenarnya aku perlukan dibanding yang aku inginkan. And guess what.. Aku tak menginginkan banyak hal ternyata. Aku baik-baik saja, pun ketika cinta hanya jatuh padaku, dia tidak.

     

     

     

    *** 

     

     

     

    Weekend

     

    Weekend dimulai dari ini, merayakan hidup tanpa resolusi. Sebab kadang membiarkan semuanya mengalir itu lebih baik. Sebab berpura-pura itu melelahkan, apalagi berpura-pura melupakan. 

    Hey, selamat pagi, kamu! Jika tak bisa mengatakan rindu sekarang, tak mengapa. Katakan saja nanti di ambang petang. 

    Iya, kita ini mungkin hanya kebetulan-kebetulan yang disiapkan semesta. Aku tak kuasa, sungguh tak kuasa. Bahkan bercangkir-cangkir kopi dalam perjamuan malam menuju larut dan tebal dinding yang dibangun waktu tak sanggup menyembunyikan rindu. Pun puisi-puisi tak menjamin akan membuat rindu jatuh direngkuhmu. Mungkin hanya akan layu, mengering lalu mati di jalan aspal depan rumahmu.

     

     

     

    *** 

     

     

     

    Menunggu, sedikit cemas lebih banyak gemas 

     

    Hidup adalah kepastian tentang pertemuan dan perpisahan. Sedang waktu selalu menjelma menjadi kisah-kisah misteri yang menantang untuk dibaca dan dimengerti. Dan kita ini semacam petualang yang kadang kepayahan dihempas badai, atau sedikit terlena oleh desau angin sore. 

    Terima kasih ya kamu, yang telah menjadi bagian dalam cerita hidupku, meski tak selalu baik-baik saja. Terima kasih telah menyakinkan bahwa yang kurasakan benar adanya. Jika berlebihan, maafkan. 

    Aku, yang menunggu dengan sedikit cemas dan lebih banyak gemas di pertemuan kehidupan kita berikutnya. 

     

     

    *** 

     

     

    Ikuti tulisan menarik Dien Matina lainnya di sini.



    Suka dengan apa yang Anda baca?

    Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.


    Oleh: Merta Merdeka

    2 jam lalu

    Horatius

    Dibaca : 52 kali





    Oleh: Merta Merdeka

    1 hari lalu

    Bertaruh

    Dibaca : 107 kali




    Oleh: Frank Jiib

    5 hari lalu

    Untuk Adikku

    Dibaca : 123 kali