x

Pinterest

Iklan

Dien Matina

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 9 Agustus 2022

Kamis, 19 Januari 2023 06:53 WIB

Percakapan Imajiner (37)


Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Merindukan Desember 

 

Aku selalu merindukan Desember. Bukan karena bulan itu aku berulang tahun, bukan. Sebab di sanalah bisa kunikmati hujan yang rasanya lebih romantis dari bulan lain.  

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tak seperti hujan di bulan Juni milik Sapardi, hujan Desember lebih lebat dan membuatku betah berlama-lama duduk di jendela memandangnya. Atau berdiri di pintu menghirup wanginya ketika ia jatuh dan menyatu dengan rerumputan, bebatuan, pagar besi, kolam ikan, bonsai-bonsai dalam pot, aspal jalanan, dan hey.. aku selalu menemukan kembali jejakmu di sana. 

Tiga tahun lalu sebuah kartu pos bergambar tulip datang dari kota jauh, darimu, yang kupikir sudah terlalu larut dengan kehidupan baru. Tertulis sebuah kalimat pendek, "Dien, you are right and I am wrong." Kupandangi lama tanpa bisa berkata apa-apa. Lalu kusimpan di laci meja tanpa menyentuhnya dan tak berniat membalasnya. 

Di antara kepulan asap kopi tak murni kupandangi hujan dari jendela yang sengaja kututup setengah. Ada hangat yang menjalar. Entah dari secangkir kopi di tangan ini atau dari riuh hujan yang tiba-tiba mengingatkanmu. Andai rindu-rindu bisa dihapus seperti debu tersiram hujan, pasti musim-musim tak segelisah ini. Andai..  tiba-tiba sebuah pesan datang di ponselku, "Dien, aku sedang bermain hujan di luar, mau bergabung?" 

 

 

*** 

 

 

Heartbeat 

 

Words don't work, feeling like they have no worth, here and now is nothing in between. Heartbeat—Christopher. 

Menuju pagi, Heartbeat membuka pintu dan jendela bagi imajinasi. Kuputar berulang-ulang. Membawaku terbang ke sebuah ruang ingatan, bersama ia yang masih saja sekadar bayangan. 

Hey, kamu, apa kabar? 

Aku tahu, tak ada logika dan alasan apapun yang mampu meyakinkanku untuk bertahan menyukaimu. Disaat pikiran menyuruhku berhenti, selalu ada yang membuat sukaku menjadi-jadi. Menguatkan bahwa tak ada yang salah dengan menyukai dalam-dalam meski diam-diam. 

Kadang perasaan ini terasa menyedihkan. Tak serupa dongeng-dongeng negeri seribu satu malam. Tawa yang paling keras pun tak juga bisa menutupi kecemasanku. Tetapi setidaknya paru-paru masih bekerja, menghalau sesak dada saat kubilang, "Hey, aku kangen!" 

Kini di antara ketiadaan kulepas adamu. Lalu semangkuk nasi soto menjadi menu makan malam selain segelas teh tawar dan barisan doa-doa. Dan benar, pada lelap tidurku masih bermimpi suatu malam kau bertanya, "Adakah yang memiliki sayang seperti sayangku padamu?" 

 

 

*** 

 

 

Sewarna rindu

 

[1] 

Ketika nyata terasa rumit untuk dipahami, senyum lebar dan pelukan hanya dongeng yang diulang-ulang sebelum malam menua, atau mimpi-mimpi liar yang hangus terbakar oleh leleh matahari.  

Suatu hari yang janggal pesan-pesan pendek datang di antara gerak ombak, segelas jus tomat, dan sebuah asbak penuh abu. Meja cokelat kayu menggigil pada suhu enam belas. 

Setelahnya angan ingin akan menemukan batasnya. Entah di balik jendela atau di bangku taman kota tempat sore menuliskan dirinya sendiri. Dan tak seperti puisi, sekadar kata-kata mungkin hanya basa-basi sunyi di kepala atau pengurai sesak dada.  

Maka aku menunggu, sambil menghabiskan sepi bersama lagu-lagu dan seseorang yang padanya diam menjadi percakapan panjang dari rindu yang terserak waktu.  

 

[2] 

Sebab tak ada yang bisa kulakukan dengan bebal ingatan selain menghidupkanmu dalam puisi, sekali lagi. Yang payahnya hingga selarut ini kecemasan sibuk berputar-putar di kepala. 

Di jendela angin sibuk mengetuk-ngetuk. Katanya, "Kau apa lupa, tak ada yang salah dengan suka. Katakan saja, sayang, dan aku akan menyampaikannya."  

Aku diam. Malam diam. Semua diam. Kecuali rindu yang bertahan enggan padam.  

 

 

*** 

 

 

Aku bisa 

 

Aku bisa menjadi purnama di pekat malammu. Menjadi jendela untuk kau melihat cahaya. Menjadi kosong untuk kau isi percakapan-percakapan penting atau tak penting tetapi menyenangkan.  

Aku bisa menjadi sepi saat riuh hari membuatmu mabuk kata kata. Aku juga bisa menjadi puisi bagi rindu-rindu yang membuatmu khawatir.. akankah esok perasaan-perasaan ini masih sepekat kopi. 

 

 

*** 

 

 

Ikuti tulisan menarik Dien Matina lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler