Masyarakat Tionghoa Pecinan Semarang punya tradisi tersendiri dalam merawat toleransi dan keberagaman. Salah satunya dengan jamuan makan “Tok Panjang”. Setelah dua tahun absen karena pandemi Covid -19 kali ini acara Tok Panjang digelar di Gang Warung, Kranggan, Semarang, Jumat (20/01) lalu. Perjamuan “Tok Panjang” ini merupakan perjamuan yang disiapkan warga Pecinan untuk masyarakat luar.
Helat ini dinisiasi Komunitas Pecinan Semarang untuk Pariwisata (Kopi Semawis) sekaligus peresmian pembukaan Pasar Imlek Semawis (PIS) yang mengusung tema: “Hanebu Sauyun” (Tebu Serumpun) yang dihadiri Plt Walikota Semarang Hj Hevearita G Rahayu, Forkompida, Kadisbudpar Wing Poespo Joedho, tokoh masyarakat dan tamu undangan lainnya.
Indonesia Pusaka
Ketua Komunitas Pecinan Semarang untuk Pariwisata (Kopi Semawis), mengatakan merasa sangat bersyukur bisa menggelar acara Pasar Imlek Semawis setelah absen selama 2 tahun karena pandemi Covid -19.
“Pada tahun ini Pasar Imlek Semawis dikembalikan ruhnya dengan gelaran acara Ji Kau Meh (Malam dua Sembilan). Imlek. .Ini atas pemintaan warga RT dan RW setempat. Ji Kau Meh sebuah tradisi belanja kebutuhan dua hari menjelang Imlek,” terang aktivis budaya Harjanto.
Lebih lanjut dipaparkan, sedangkan jamuan Tok Panjang merupakan sebuah tradisi khas Kota Semarang dalam menyambut tahun baru Imlek 2574. “Kali ini sajian menu utamanya Nasi Ulam Bunga Telang yang mempunyai makna fiilosofi tentang persatuan dan keberagaman di Kota Semarang, diwujudkan dalam sebuah menu kuliner. Mencampur nasi bunga telang dengan semua kondimen yang ada diaduk-aduk bersama baru dinikmati,” ujar Harjanto
Menurut Harjanto ruh dari perayaan Imlek itu sendiri adalah rasa bersyukur dan berkumpul. Makan bersama di Tok Panjang mencerminkan ruh perayaan Imlek. "Untuk itu, semoga keberlimpahan, kesehatan, umur panjang serta keharmonisan selalu mewarnai kehidupan kita memasuki tahun kelinci air," kata Harjanto Halim yang juga merepukan Ketua Perkumpulan Rasa Dharma.
Filosofi Nasi Ulam Bunga Telang.
Menu Nasi Ulam Bunga Telang ini yang ditata dalam sebuah tampah (nampan tradisional dari bambu) isiannya terdiri dari ; nasi gurih bunga telang bewarna biru dan berbagai jenis lauk pauk serta aneka kodimen sayur. Menu Nasi Ulam Bunga Telang ini dipastikan akan meningkatkan kualitas kebersamaan dan silaturahmi. Kok Bisa? Penasaran?
Nasi Ulam Bunga Telang
Harjanto Halim yang juga Ketua Boen Hian Tong memaparkan bahwa Nasi Ulam Bunga Telang mengandung filosofi tentang persatuan dalam keberagaman. Nasi dimasak dengan sari bunga telang, sehingga warnya biru ke unguan. Warna biru pada nasi merupakan simbol perdamaian, harmoni, persatuan, kebenaran, kepercayaan.
Sedangkan berbagai lauk sambel goreng ati, telur, gereh, ayam rempah, sambal matah, pangsit goreng, wortel, sayuran, sambel matah, serundeng, yang merupakan paduan rasa manis, pedas, asin, gurih, segar, kriuk, melambangkan perbedaan dan keberagaman yang saling mendukung dan menguatkan. Diaduk menjadi satu, rata, menjadi sebuah kekuatan baru yang lebih hebat, lebih dahsyat, lebih gurih.
Mengaduk-aduk Nasi Ulam Bunga Telang
"Harapannya ketika makan Nasi Ulam Bunga Telang bersama kerabat dan sahabat, selalu dalam suasana guyub rukun penuh kedamaian. Apalagi saat ini menyambut Hari Raya Imlek semoga menjadikan ibadah kita penuh berkah. Pokoknya rasanya rame seperti kehidupan yang penuh sensasi dan kejutan. Sedanglan bunga telang sendiri kita ketahui penuh nutrisi dan anti oksidan plus sayuran sehat lainnya yang membuat tubuh sehat dan meningkatkan imunitas," terang Harjanto.
Di hari raya Imlek menu “Nasi Ulam Bunga Telang” ini tersedia untuk dinikmati dan juga dipesan. ke Orange Brown Cafe, Jl. Raung 3, Gajahmungkur, Kota Semarang dan di Indische Cafe Jl. Menteri Supeno 3, Kota Semarang.
*) Christian Heru Cahyo Saputro, Jurnalis, Pegiat Heritage di Jung Foundation Lampung Heritage dan Pan Sumatera Network [Pansumnet] kini bermukim di Semarang.
Ikuti tulisan menarik Christian Saputro lainnya di sini.