x

Investor Asing Merespon Positif UU Cipta Kerja

Iklan

addi wisudawan

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 Juli 2022

Selasa, 24 Januari 2023 14:01 WIB

Perpu Cipta Kerja; Sebuah Anomali Sistem Hukum

memotret lahirnya perpu cipta kerja sebagai anomali sistem hukum di indonesia

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kericuhan soal Undang-Undang Cipta Kerja nampaknya masih belum selesai. Riuh ramai perbincangan mengenai Undang-Undang Cipta Kerja ini salah satunya dikarenkan Undang-Undang Cipta Kerja ini merupakan Omnimbus Law, sebuah konsep baru dalam sistem hukum kita. Mengingat bahwa negara kita menganut Sistem Hukum Eropa Kontinetal (civil law system) sedangkan konsep Omnimbus Law itu sendiri sejatinya merupakan konsep dan tradisi yang dikenal dalam Sistem Hukum Anglo-Sexon (common law system).

Tidak selesai sampai disitu, setelah melalui pembahasan dan perdebatan yang panjang, Undang-Undang Cipta Kerja akhirnya disetujui dan disahkan menjadi Undang-Undang. Pasca diundangkan, Undang-Undang tersebut diajukan pengujian formil ke Mahkamah Konstitusi dan diputuskan dengan Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020.

Polemik tidak selesai sampai disitu, pasca Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020  atas uji formil terhadap Undang-Undang Cipta Kerja saat ini muncul Perpu No 2 Tahun 2022 tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) tentang Cipta Kerja.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam tulisan ini penulis tidak akan membahas mengenai materi-materi baik dalam Undang-Undang Cipta Kerja maupun dalam Perpu No 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja, akan tetapi penulis tergelitik mengenai proses dan mekanisme lahirnya sebuah Perpu untuk menggantikan Undang-Undang yang telah di uji formilkan dan telah ada putusan MK atas Undang-Undang tersebut.

Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020

Terlepas dari semua perdebatan dan konsep yang dianut dalam sistem hukum yang kita kenal, lahirnya Undang-Undang Cipta Kerja sebagai Omnimbus Law, itu merupakan sebuah terobosan besar dan berani. Akan tetapi, kondisi tersebut harus memenuhi ketentuan dan kriteria sebagaimana diatur dalam pasal 22A Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 dan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Salah satu yang menjadi dasar pengujian formil undang-undang cipta kerja adalah ketidak sesuaian penyusunan Undang-Undang Cipta Kerja dengan pasal 22A UUD 1945 dan norma Pasal 5 huruf a, huruf e, huruf f dan huruf g dalam UU 12/2011 yang harus dipenuhi secara komulatif sebagaimana tertuang  dalam provisi putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020.

Dalam amar putusan, MK jelas dan tegas menyatakan bahwa Undang-Undang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat akan tetapi masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu yakni paling lama 2 (dua) tahun sejak putusan tersebut diucapkan dan apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan maka Undang-Undang Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen.

Apabila dalam tenggang waktu 2 (dua) tahun Pemerintah selaku pembentuk undang-undang tidak dapat menyelesaikan perbaikan Undang-Undang Cipta Kerja maka undang-undang atau pasal-pasal atau materi muatan undang-undang yang telah dicabut atau diubah oleh Undang-Undang Cipta Kerja dinyatakan berlaku kembali dan MK menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Berdasarkan dari amar putusan tersebut, konsklusinya adalah pemerintah diwajibkan untuk melakukan perbaikan pembentukan Undang-Undang Cipta Kerja dengan jangka waktu 2 tahun. Dan tidak diperkenankan untuk membentuk aturan-aturan pelaksana dari undang-undang tersebut. Jika dalam waktu yang ditentukan tidak dilaksanakan maka undang-undang tersebut inkonstitusional yang artinya undang-undang tersebut batal demi hukum.

Perpu No 2 Tahun 2022

Pada penghujung tahun 2022, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Dalam konsideran Perpu tersebut, salah satu pertimbangannya adalah untuk melaksanakan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 sehgingga perlu dilakukan perbaikan melalui penggantian terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Hal ini menjadi sebuah anomali tersendiri, Permohonan uji formil atas Undang-Undang Cipta Kerja salah satunya adalah tidak terpenuhinya syarat-syarat dalam pembentukan sebuat Undang-Undang sebagaimana diatur dalam pasal 22A UUD 1945 dan pasal 22 UU 12 tahun 2011, namun bukan dilakukan perbaikan pembentukan sebagaimana amar putusan MK namun justru dikeluarkan Perpu untuk menjawab permasalahan tersebut. Sedangkan perpu sendiri adalah peraturan pemerintah penganti undang-undang yang dibentuk dalam keadaan genting yang memaksa. Hal tersebut diatur dalam Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang.

Tolak ukur kegentingan yang memaksa sebagaimana diatur dalam norma diatas, penulis mencoba melakukan pendekatan berdasarkan pertimbangan hukum dalam Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009. Mengacu kepada pertimbangan hukum dalam Putusan MK tersebut, kondisi genting dan makasa dapat diuraikan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan Undang-Undang, Undang-Undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai dan terjadinya kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang-Undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.

Konklusi

Lahirnya Perpu 2 tahun 2022 merupakan preseden tidak baik dalam sistem hukum kita. Dengan munculnya Perpu tersebut, maka terlihat seperti adanya ketidakpatuhan permerintah terhadap Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020. Berdasarkan pertimbangan hukum dalam putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009, diberlakukannya Perpu sebgai pengganti undang-undang adalah peraturan pemerintah yang disusun untuk mengisi kekosongan hukum karena undang-undangnya belum ada dan berlaku mengantikan derajat sebagai undang-undang, bukan untuk menggantikan  undang-undang yang masih berlaku. Sejatinya, undang-undang cipta kerja masih berlaku selama 2 tahun  sejak putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020.

Perpu tersebut juga tidak dapat diujikan ke mahkamah konstitusi, karena kewenangan mahkamah konstitusi berdasarkan pasal 24C UUD 1945 adalah menguji undang-undang (tanpa menyebutkan perpu didalamnya) terhadap undang-undang dasar 1945.

Ikuti tulisan menarik addi wisudawan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu