x

Ilustrasi tambang ilegal. Sumber foto: penasultra.com

Iklan

Nur Ardianti

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 20 Desember 2022

Kamis, 26 Januari 2023 06:30 WIB

Indonesia Melawan Kolonialisme WTO

Kekalahan Indonesia di WTO masalah soal hilirisasi nikel menunjukkan arogansi lembaga dunia yang sudah usang itu. Presiden Jokowi mengatakan kalau Indonesia masih mengimpor bahan mentah nikel hanya tetap akan jadi negara berkembang sampai hari kiamat. Maka, Indonesia pun melawan!

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kekalahan Indonesia di WTO dalam masalah hilirisasi nikel memperlihatkan arogansi lembaga dunia yang sudah usang. Sangat menarik peryataan Presiden Jokowi bahwa kalau Indonesia masih mengimpor bahan mentah nikel tanpa hilirisasi,  negeri ini tetap akan jadi negara berkembang sampai kiamat.  

Sebagai anggota Indonesia memang harus mematuhi aturan yang berlaku di WTO.  Namun organisasi itu memperbolehkan anggotanya --dalam situasi tertentu-- mengadopsi dan mempertahankan peraturan dan tindakan yang sifatnya melindungi kepentingan sosial-ekonomi yang sangat penting. Saat ini Indonesia sedang banding atas kekalahan keputusan hilirisasi nikel tesebut. Namun, karena bandingnya juga di WTO, sepertinya keputusan yang akan keluar sudah bisa dibaca.

Sebagai negara berkembang yang kaya akan sumber daya alam, Indonesia seharusnya sudah bisa melompat menjadi negara maju. Saat ini GDP Indonesia masih jauh dari GDP negara maju. Dengan adanya hilirisasi tambang, pemerintah Indonesia akan mendapat pemasukan yang signifikan yang bisa digunakan untuk pembangunan berbagai macam fasilitas publik bahkan membuka lapangan pekerjaan yang bisa mengurangi penggangguran. Maklum saja harga nikel yang sudah diolah 20 kali lipat dibanding dengan harga bahan mentah nikel yang diekspor.  

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Campur tangan WTO terhadap kebijakan dalam negeri Indonesia memang simalakama karena Indonesia juga terlibat kegiatan-kegiatan perdagangan internasional. Mau tidak mau, Indonesia harus mematuhi keputusan tesebut.

Nikel saat ini, memang tengah menjadi buruan negara-negara maju seiring penggunaannya untuk mobil listrik. Indonesia dituntut mengimpor raw material ke negara maju dan mereka akan mengolahnya menjadi bahan jadi. Sehingga negara-negara yang tidak memiliki tambang nikel tersebut, seolah-olah yang punya tambang sendiri.  Bisa dipahami, mengapa presiden RI yang pertama Soekarno begitu sengit terhadap negara-negara barat.

WTO seharusnya bisa bijaksana memperlakukan anggotanya dan harus bisa memberikan treatment yang tidak sama antara negara berkembang dan negara maju. Negara-negara berkembang perlu didukung untuk memajukan ekonominya, bukanya dihalang-halangi demi kepentingan negara maju itu. Apakah WTO mau kalau Indonesia mengajukan keberatan atas kebijakan salah satu negara terkait kebijakan dalam negeri mereka? tentu saja mereka akan menolak.

Peryataan Presiden Jokowi bahwa Indonesia akan jadi negara berkembang sampai kiamat, memang masuk akal. Hilirisasi sangat penting. Sumber daya alam yang dimiliki Indonesia tidak dimiliki negara lain. Sumber daya alam yang kaya nyatanya belum bisa membuat Indonesia beranjak dari kategori negara berkembang.

Tahun 1950 an Indonesia memiliki kesamaan dengan Korea Selatan (Korsel). Sama-sama negara miskin di dunia. Di 1990-an Indonesia naik status jadi negara berkembang, sementara Korsel menjadi negara maju. Langkah pemerintah mengadakan banding atas keputusan WTO layak diapresiasi walaupun akan sulit menang karena yang digugat adalah WTO dan Uni Eropa.

Badan-badan dunia sebaiknya meninggalkan model kolonialisme yang sudah usang dan wajib menghormati kedaulatan semua negara dalam mengelola kekayaan alam dalam negrinya

Ikuti tulisan menarik Nur Ardianti lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB