x

Pelancong tertarik dengan keindahan ragam hias Songket Silungkang disebuah Butik di Sawah Lunto

Iklan

Christian Saputro

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 18 Juni 2022

Jumat, 27 Januari 2023 07:06 WIB

Pesona Keindahan Ragam Hias Songket Silungkang

Keindahan songket Silungkang sangat dikenal. Songket Silungkang mempunyai sejarah panjang dan penuh filosofi. Jadi tak lengkap kalau berjalan-jalan ke Sumatera Barat pulangnya tak membeli cenderamata songket Silungkang.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Keindahan songket Silungkang sangat dikenal. Songket Silungkang mempunyai sejarah panjang dan penuh filosofi. Jadi tak lengkap kalau berjalan-jalan ke Sumatera Barat pulangnya tak membeli cenderamata songket Silungkang.

Salah satu yang terkenal penenun songket lokal di Minangkabau adalah Silungkang desa. Silungkang desa terletak di tepi jalan raya Sumatera sekitar 95 km dari selatan-timur Kota Padang. Desa ini juga terkenal dengan seni seperti kerajinan anyaman rotan, tongkat, bambu, sapu dan menenun. Songket dan sarung tangan tenunan Silungkang sudah terkenal di Sumatera Barat.

Silungkang adalah suatu desa di Kabupaten Sawahlunto-Sijunjung, Sumatera Barat. Desa kecil yang luasnya 4800 hektar ini sudah lama dikenal sebagai desa penghasil kain tenun songket. Sekalipun kerajinan tenun Silungkang hanyalah merupakan kerajinan keluarga yang dikerjakan dengan alat-alat yang sederhana, namun hasilnya sangat mengagumkan. Banyak wisatawan yang khusus datang ke desa ini untuk menyaksikan dan membeli hasil kerajinan tenun Silungkang

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

CenderatMata Sawahlunto (Christian Saputro)

Tenun atau menenun adalah proses pembuatan kain dengan anyaman benang pakan antara benang lungsi dengan menggunakan alat tenun yang terbuat dari kayu, tongkat, bambu dan logam. Dari proses ini akan diproduksi menenun kain dan songket.

Songket merupakan salah satu produk tenunan Minangkabau yang terkenal oleh masyarakat dan memiliki kualitas tinggi, bukan hanya karena keindahan kilau benang emas dalam berbagai motif yang unik tetapi juga karena fungsi sosial sebagai alat kelengkapan kostum tradisional.

Songket berasal dari sungkit atau leverage yang cara untuk menambah benang pakan dan benang emas dalam berbagai pembuatan menghiasi dilakukan dengan menyulam benang lungsi. Bahan yang digunakan untuk tenun benang dari kapas, serat, sutra dan benang Macau (benang emas dan perak).

Thread yang umumnya digunakan adalah impor luar negeri seperti India, Cina dan Eropa. Hiasan atau motif songket disebut Cukie, beberapa menggunakan Macau benang (benang emas dan perak), sutera dan katun berwarna. Sebuah keunikan songket Minangkabau yang lama ada adalah kombinasi dari dua atau tiga jenis benang dalam motif tunggal.

Makna Filosofi

Songket Silungkang juga dibuat secara tradisional, dengan alat tenun yang mirip dengan alat tenun di Pandai sikek tapi sedikit memiliki ukuran lebih besar dari alat tenun di Pandai sikek. Tenun tradisi di daerah ini umumnya dilakukan oleh perempuan dalam rumah mereka.

Tenun di Silungkang telah umum jenis Batabua, songket yang dihiasi tidak memenuhi bidang kain, dan dengan beberapa dasar songket sangat polos dan beberapa kotak. Motif tenunan Silungkang berasal dari lingkungan alami seperti rabuang pucuak, bunga, motif burung, sirangkak, Balah katupek dan lain-lain. Bentuknya cukup sederhana jika dibandingkan dengan songket Pandai sikek dan tidak begitu rumit dalam proses tersebut sehingga dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif singkat.

Dalam pengembangan tenun Silungkang saat ini ada juga kombinasi antara teknik tenun ikat dengan teknik songket dengan berbagai motif songket. Bahan yang digunakan hari ini kecuali kapas, ada juga telah dihias dengan benang sutra, benang Makau dan benang kapas berwarna.

Tenun Silungkang selain dibuat pakaian  juga dibuat untuk kebutuhan untuk dekorasi dan aksesori lainnya. Sekarang, songket Silungkang memiliki kualitas yang cukup baik bahan, teknik manufaktur, motif dekoratif dan pemasaran, bahkan telah diproduksi juga mesin tenun dengan berbagai motif dan harga yang relatif murah. Silungkang juga dikenal sebagai pemasok lokal tenunan benang berwarna untuk kebutuhan penenun di Sumatra Barat.

 

Sejarah Tenun Silungkang

Ditempa oleh kondisi alam Silungkang yang sempit, dan berbukit- bukti batu, serta sulit untuk bercocok tanam membuat orang Silungkang harus berpikir keras untuk mengatasi keadaan kehidupannya, dari keadaan itu terlahirlah orang Silungkang yang tangguh, ulet, berani menghadapi segala tantangan demi untuk kelangsungan kehidupannya.

Kombinasi Ragam Hias (Christian Saputro)

Berawal dari situ mulai orang Silungkang mencoba  membuka warung-warung minuman dan makanan dilingkungannya, dari berdagang minuman dan makanan setapak demi setapak mereka maju, dan mulailah berdagang barang-barang lain dari satu desa ke desa lainnya dari satu nagari ke nagari lainnya dari satu daerah ke daerathlainnya, ternyata berdagang cocok untuk orang Silungkang sehingga sekitar abad ke-12 dan ke-13 orang Silungkang sudah mulai berdagang mengarungi samudera dan sudah sampai ke semenanjung Malaka bahkan sampai di Patani di Siam (Thailand) sekarang.

Di negeri Siam inilah perantau Silungkang dapat belajar bertenun dan setelah mereka pandai dan mengerti cara bertenun sewaktu mereka kembali ke Silungkang, ilmu bertenun ini mereka ajarkan kepada kaum ibu di Silungkang dan semenjak itu mulailah beberapa orang wanita Silungkang bertenun songket, pada awalnya bertenun hanya untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarganya saja, kemudian mulai menerima pesanan dari tetangga setelah itu baru mulai menerima pesanan dari pembesar nagari seperti dari pembesar kerajaan dan penghulu- penghulu nagari.

Sejarah asal usul kain Songket Silungkang berdasarkan Buku: Aneka Ragam Khasanah Budaya Nusantara I. terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1988.mkonon juga bermula dari, ketika para pedagang dari Silungkang membawa hasil-hasil pertaniannya ke daerah Pahang, Malaysia. Sewaktu pulang kembali ke Silungkang mereka membawa tenunan-tenunan yang indah berupa kain songket Malaysia.

Terdorong untuk mencari keuntungan yang lebih besar, lama kelamaan para pedagang Silungkang itu tertarik untuk mengerjakan sendiri kain songket tersebut. Lalu mereka mempelajari proses pembuatan songket tersebut, mulai dari alat tenun, benang, konstruksi tenunan sampai proses pewarnaan dan lain-lain. Bahkan tidak hanya daerah Silungkang saja akhirnya yang ingin mempelajari teknik menenun ini. Dewasa ini pengrajin tenun Songket Silungkang tidak hanya memproduksi satu jenis songket tertentu, seperti sarung dan atau kain saja. Akan tetapi, sudah merambah ke produk jenis lain, seperti: gambar dinding, taplak meja, permadani bergambar, baju wanita, sprey, baju kursi, bantal permadani, selendang, serber, kain lap dapur, sapu tangan, bahan kemeja ( hemd ), tussor (bahan tenun diagonal), dan taplak meja polos.

Daerah-daerah lain pun kemudian mengikuti jejak masyarakat Silungkang. Akhirnya daerah Pandai Sikek dan Kubang mulai pula mengembangkan kerajinan tenun songket. Sangat mengembirakan bahwa kegiatan bertenun tradisional yang masih hidup di Silungkang dan Pandai Sikik dan Kubang ini merupakan museum hidup bagi kebudayaan tenun. Keadaan yang demikian pantas dilestarikan karena lajunya perkembangan teknologi yang memungkinkan teknik bertenun bereka berubah pula dengan cepat, sehingga kita kehilangan salah satu teknik tenun tradisional yang membanggakan.

Teknik Songket dan Ragam Hiasnya

Cara menenun kain songket pada dasarnya terdiri dari dua tahapan. Tahap pertama adalah menenun kain dasar dengan konstruksi tenunan rata atau polos. Tahap kedua adalah menenun bagian ragam hias yang merupakan bagian tambahan dari benang pakan. Cara menenun seperti ini di barat disebut 'inlay weaving system'. Benang tambahan terdiri dari dua macam, yaitu ke arah pakan atau ke arah lungsi. Benang yang ditambahkan itu pada dasarnya berbeda warna berbeda ukuran benangnya dan berbeda bahan seratnya. Perbedaan inilah yang menyebabkan ragam hias tersebut terlihat menonjol dan dapat segera terlihat karena berbeda dengan tenun latarnya.

 

Di Silungkang dan Pandai Sikek, tenunan latar biasanya berwarna merah tua, hijau tua, atau biru tua. Benang yang dipergunakan kebanyakan dari bahan serat kapas atau benang sutra. Tenunan dasar yang merupakan konstruksi anyaman polos atau datar diperoleh dengan cara mengangkat dan menurunkan benang bergantian dengan irama pergantian 1-2 atau 1-3 dan 2-4.

Sebelum dicelup dengan bahan pewarna kimia, bahan benang putihan itu harus dibersihkan dulu dari kotoran-kotoran dan unsur-unsur lain yang akan menghalangi masuknya zat pewarna pada waktu proses pencelupan. Ini membuktikan bahwa pengrajin tenun Silungkang telah mengenal cara-cara modern dalam proses pemutihan bahan barang tenun.

Untuk zat pemutih kebanyakan digunakan soda abu yang mudah didapatkan di toko-toko kimia atau apotik. Apabila proses pemutihan telah selesai, maka benang itu dibagi-bagi menjadi beberapa bagian yang kemudian dicelup dengan warna yang diperlukan.

Untuk benang lungsi pakan, pada umumnya digunakan warna merah tua atau merah vermillion yang menyala. Sedangkan untuk benang pakan dipergunakan warna-warna itu dimaksudkan sebagai pembentuk ragam hias atau motif. Di Silungkang, motif ragam hias selain dibentuk dengan benang emas, juga dengan benang berwarna lainnya. Oleh sebab itu terdapat dua macam kain songket yaitu:

Pertama, kain songket dengan ragam hias yang dibentuk oleh benang emas sebagai pakan tambahan

Kedua, kain songket dengan ragam hias yang dibentuk oleh benang yang berlainan warnanya dengan warna dasar atau latar tenun

Kain songket jenis yang kedua, yang motifnya tidak dibuat dengan benang mas adalah untuk memenuhi pasaran yang lebih luas. Pemakaiannya tidak hanya untuk busana tradisional, tetapi juga untuk bahan kemeja, selendang, taplak meja dan hiasan dinding. Sedangkan kain songket yang motifnya dibuat dengan benang emas pemasarannya relatif terbatas karena harganya mahal dan juga sering hanya digunakan untuk pakaian/busana tradisional.

 Ragam Hias Tenun Songket.

Ragam hias tenun diciptakan dengan teknik menenun, dikenal dengan teknik pakan tambahan atau supplementary weft. Cara mengangkat mulut lungsi diatur oleh lidi-lidi, makin banyak jumlah lidi makin rumit dan kaya ragam hias tenun songketnya. Ketrampilan para penenun songket Silungkarig dan Pandai Sikek ini sangat mengagumkan karena mampu membuat atau menghasilkan tenunan hampir tanpa kesalahan. Tentang rekan ragam hias kain songket biasanya ditentukan oleh atau selendang, apakah menghendaki ragam hias yang rumit atau sederhana.

Kekayaan alam Minangkabau dan seni budayanya sangat mempengaruhi terciptanya berbagai ragam hias dengan pola-pola yang mengagumkan. Sekalipun ragam hiasnya tercipta dari alat yang teramat sederhana dan proses kerja yang terbatas, namun tenunannya merupakan karya seni yang amat tinggi nilainya. Jadi Songket bukanlah hanya sekedar kain, melainkan telah menjadi suatu bentuk senirupa, diproses dengan kecintaan dan diangkat dari fantasi penciptaan yang ramah terhadap lingkungan alamnya.

Motif-motif ragam hias biasanya juga dikembalikan kepada nama-nama dan sifat-sifat dari alam, apakah itu nama tumbuh-tumbuhan, binatang ataupun benda-benda. Hal ini kemungkinan selalu dikaitkan dengan adanya pepatah di Minangkabau yang mengatakan "alam takambang jadi guru" alias alam yang maha luas ini dapat dijadikan guru atau contoh.

Beberapa nama ragam hias dari Nagari Silungkang antara lain adalah Bungo Malur, Pucuak Ranggo Patai, Kudo-kudo, Pucuak Jawa, Pucuak Kelapa, Tigobaleh, Kain Balapak Gadang dan lain-lain.

Nama-nama motif ragam hias dari Padang Panjang antara lain adalah Bungo Kunyik, Kaluak Paku, Bungo Ambacang, Barantai, Sisiak dan lain-lain.

Sedangkan nama motif dari Pandai Sikek antara lain adalah Balah Kacang Gadang, Ragi Baserak, Kunang kunang, Pucuak Merah, Pucuak Rabuang Putiah dan lain-lain.

Untuk hiasan tepi kain terdapat beberapa nama motif seperti Bungo Tanjung, Lintahu Bapatah, Itiak Pulang Patang, Bareh Diatua, Ula Gerang dan lain-lain.

Melihat bentuk ragam hiasnya, kelihatan bahwa ragam hias songket dari Silungkang lebih sederhana bila dibandingkan dengan ragam hias dari Pandai Sikek. Ragam hias Pandai Sikek kelihatan lebih rumit-rumit dan bervariasi. Komposisi dari ragam hias yang bermacam-macam ditentukan oleh pengrajin penggubah yang sudah ahli, baik letak maupun besar kecilnya.

Bagian mana yang akan diletakkan untuk bagian kepala kain, badan kain, maupun hiasan tepi kain. Demikian juga perimbangan antara motif kain dengan selendang, motifnya sudah diatur seharmonis mungkin, sehingga bila dikenakan akan membentuk kesan yang indah ditubuh pemakainya.

Selain bersifat menghias, ragam hias kain songket tersebut memiliki pula arti perlambang dari motif yang digunakan. Perlambangan tidak hanya terlihat pada motif, tetapi menyangkut pula kata-kata adat yang terkait dengan nama motif. Latar belakang adat yang kuat dengan sangat pasti telah melandasi kelahiran setiap ungkapan kata-kata adat yang dijadikan motif.

Simbol dam Makna Filosofis dalam Ragam Songket

Berdasarkan penelitian Dr.Budiwirman, M.Pd dosen tetap Seni Rupa FBS Universitas Negeri Padang kain tenun songket sebagai pakaian adat di Silungkang pada prinsipnya merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dari eksistensi seorang pemangku adat di kultur kaumnya. Pakaian yang terbuat dari kain tenun songket itu kiranya lebih dari pada sekedar pakaian, songket sekaligus merupakan simbol atau lambang yang dapat diterjemahkan dan bermakna mendidik dan dapat dijadikan tauladan dalam kehidupan masyarakat adat di Minangkabau khusunya di Nagari Silungkang.

 

Berikut ini dipaparkan nilai-nilai simbolik ragam hias atau motif yang terdapat pada pakaian adat (kain songket) Silungkang. Lambang atau simbol yang mengandung makna pendidikan dalam motif Tenun Songket Silungkang: Rebung ini dikiaskan sebagai tumbuhan yang sejak kecil berguna bagi masyarakat. sewaktu rebung masih kecil dapat digunakan untuk bahan sayuran, namaun bila rebung telah tumbuh besar menjadi bambu, maka dapat digunakan sebagai bahan bangunan dan lainnya. Maka harapannya siapa yang memakai songket motif ini akan berguna bagi masyarakat.

 

 

 

 

Motif Pucuak Rabuang (Pucuk Rebung)

 

Pada uraian di atas diungkapkan sedikit perihal perikehidupan rebung, motif hias pucuk rebung ini merupakan tafsiran nilai guna yang banyak. Pengrajin mematrikan motif ini kedalam ukiran dan kain tenunan sehingga makna dari nilai yang serba guna ini menjadi suri tauladan bagi masyarakat adat tersebut.

 

Sama halnya Dt. Garang (1983) mengatakan, Motif ini tidak saja dipahatkan menjadi motif ukiran rumah adat, melainkan juga menjadi bentuk dasar gonjong rumah adat, hal ini dapat di lihat pada falsafah adat yakni; ketek paguno, gadang tapakai (kecil dapat digunakan, besar terpakai oleh masyarakat).  Rebung ini adalah anak bambu yang keluar dari umbinya. Bentuknya seperti tumpal (kerucut) dan bersisik, kecil enak dimakan, jika rebung ini sudah besar dinamakan bambu. Perlambangan dari bambu ini adalah: Muda berguna, tua terpakai menjadi contoh bagi kaumnya.

Fenomena lain yang dapat dipelajari dari bambu ini sebagaimana di jelaskan Wimar (2006) mengatakan, bahwa ketika sudah menjadi batang yang tinggi pucuknya selalu merunduk kebawah. Ini lambang  dari kekuatan tanpa kesombongan, salah satu sifat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin.

 

Menurut penafsiran Datuak Rangkayo Sati dan Datuak Pingai bahwa, nilai-nilai simbolik pendidikan yang tersirat dari motif Pucuak Rabuang  yakni pemimpin yang kuat dan punya ilmu pengetahuan serta berkharisma tinggi tentu disegani oleh banyak orang. Sementara itu rebung sebagai nilai simboliknya tentu belum mampu menjadi pemimpin, namun ia dapat menjadi bagian dari proses regenerasi kepemimpinan.

 

Motif Bada Mudiak (Ikan Teri Hidup Dihulu Sungai)

 

Dalam paparan Wimar (2006) mengatakan, bahwa sejenis ikan teri yang banyak hidup di laut bahagian pinggir pantai. Kehidupan ikan teri ini sangat banyak menarik perhatian manusia, sehingga orang Silungkang mengambil perumpamaan pada tingkah laku yang harus diperhatikan manusia. Ikan teri ini hidup berkelompok dan seia sekata. Hal ini dapat dilihat dari kata adat sebagai berikut; ibarat ikan teri serombongan kehulu, bagai burung punai terbang sekawan. Perumpamaan ini menggambarkan kehidupan yang rukun dan damai seia sekata.

Namun mengapa ikan-ikan kecil itu harus berjuang mencapai hulu sungai? Sebab, air yang jernih ada di hulu. Inilah nilai-nilai simbolik pendidikan yang tersirat dari filosofibada mudiak, yaitu untuk mendapatkan sumber yang jernih kita harus kembali kepangkal. Untuk menyelesaikan permasalahan kita harus kembali kepangkal persoalannya. Ada makna Illahi yang tersembunyi dari makna ini, bahwa untuk mencapai kebenaran haruslah kembali pada sumber yang sebenarnya, yakni kebenaran Tuhan.

 

Motif Saluak Laka (Alas Periuk Terbuat dari Lidi)

 

Adalah jalinan yang saling membantu dan laka adalah alas periuk. Laka terbuat dari lidi kelapa. Jalinan lidi itu dibentuk bulat dan dapat menampung periuk. Jadi bentuk dasarnya seperti bagian bawah periuk. Ragam hias ini memaknai sistim keakraban kehidupan masyarakat yang jalinan kekerabatannya sangat erat dalam menggalang kekuatan untuk mendukung tanggung jawab yang sangat berat sekalipun. Ada ujaran  petatah-petitih adat yang menyatakan;                    

Yang berkait seperti laka
 Yang berkait seperti gagang
 Agar tali tidak putus
 Kait berkait tidak terberai.


Anyaman laka sangatlah rapi, tidak terlihat pangkal lidi atau ujung lidi menyembur keluar, semua tersembunyi ke bagian bawah. Inilah nilai-nilai simbolik dari masyarakat yang bersatu akan memunculkan banyak kekuatan, tetapi tetap rendah hati. Kekuatan tersebut dibangun atas dasar kerja sama dan keikhlasan. Individu-individu bersatu dan lebur sebagai sebuah kekuatan bersama. Tidak ada yang menonjolkan keilmuannya atau merasa lebih berjasa dari yang lainnya.

 

Motif Buah Palo Bapatah (Buah Pala yang Dipatahkan)

 

Pala (Palo bhs. Minang) dikenal sebagai bahan rempah-rempah yang banyak manfaatnya, baik untuk bumbu penyedap masakan maupun sebagai bahan dasar untuk obat-obatan. Jika buah pala dipatahkan (dibelah) menjadi dua, akan menampakkan isi yang menyerupai ragam hias yang bagus dan indah.

Manfaat buah pala dibelah dua menyiratkan nilai simboliknya untuk mendidik yaitu, adanya keinginan untuk saling berbagi menikmati keindahan, saling berbagi rasa senang. Keindahan dan rasa senang tidak dibatasi menjadi milik sekelompok kecil orang dan tidak dibiarkan tersimpan di dalam lingkaran tertutup. Sebab dalam lingkaran tertutup bukanlah keindahan, dan tidak bisa dinikmati keindahannya secara sempurna.

 

Motif Sirangkak (Kepiting)

 

Sirangkak adalah semacam kepiting yang suka hidup dalam air atau setengah kering. Ia suka merangkak, menggapai sambil menjepit kian kemari. Sifat jepitannya ini akan menjadi bermakna bila jika manusia adalah sangat menyakitkan, apalagi yang disakiti itu manusia yang tiada berdaya,  dan ini biasanya digunakan untuk sindiran.

 

Motif Cukia Baserak

 

Pepatah berbunyi: “ terserak mengumpulkan, tercecer mengemasi”. Maksudnya jika ada barang–barang orang lain yang tercecer, kita wajib mengumpulkan untuk diserahkan kembali kepada yang berhak. Inilah nilai simboliknya pada kejujuran seseorang, karena saling mengingatkan satu sama lain dalam pergaulan hidup.

 

Motif Barantai 

Motif barantai  disebut, barantai  merah dan barantai  putih. Ini melambangkan persatuan yang tidak boleh putus-putus antara dua makhluk Tuhan Laki-laki dan wanita.

 

Motif Tirai Pucuak Jaguang (Serabut yang Terdapat pada Ujung Jagung)

 

Jika buah jagung mulai mekar, maka pada ujung jagung tumbuhlah serabut-serabut yang halus dan banyak. Serabut ini adakalanya menjulai kebawah. Bentuk-bentuk ini memberi inspirasi kepada penenun untuk diterapkan pada motif tenun yang simbolisnya adalah; padi masak jagung maupiah atau padi masak jagung berbuah banyak. Jadi tentang jagung ini dapat pula di jadikan sebagai nilai simboliknya salah satu lambang kemakmuran.

 

Motif Balah Kacang (Belahan Kacang)

 

Sebagai sindiran lah lupo kacang jo kuliknyo (sudah lupa kacang pada kulitnya), artinya kacang yang dibelah akan menampakkan isinya, isi ini merupakan cikal bakal yang akan tumbuh menjadi tunas baru. Ungkapan ini mengandung arti nilai simboliknya pada pengajaran, bahwa sewaktu membuka diri hendaklah memperlihatkan niat yang baik tanpa menyombongkan diri dengan menunjukkan kemampuan ataupun kekayaan yang dimiliki.

 

Motif Saik Ajik dan Saik Kalamai (Sejenis Dodol)

 

Saik Ajik adalah makanan tradisional yang terbuat dari tepung ketan dan gula merah, berwarna coklat tua, dan sangat manis. Saik Kalamai berarti sayatan gelamai yang berpotongan jajaran genjang. Kalamai selalu disajikan berupa sayatan-sayatan kecil, dan tidak pernah dihidangkan dalam bentuk sayatan besar, ini di simbolkan agar makanan tersebut dikosumsi secara sedikit demi sedikit. Saik Kalamai ini mengandung arti nilai simboliknya pada kehidupan yang hemat dan terencana.

 

Demikianlah gambaran tentang simbolik pendidikan yang terkandung dalam motif hias songket  Silungkang.  Pada prinsipnya motif-motif hias itu ditata sedemikian rupa yang dapat mencerminkan kepribadian sipemakainya dan serasi betul dengan apa yang disebut etika, atau tata krama yang berlaku di Nagari  Silungkang.

(christian_saputro@yahoo.com)

 

Ikuti tulisan menarik Christian Saputro lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler