Di India, ada trah biru Nehr -Gandhi yang turun temurun mewarnai pucuk pimpinan negeri sungai Gangga itu. Jawaharlal Nehru adalah Perdana Mentri India pertama India. Selanjutnya anak satu-satunya, Indira Gandhi, juga menjadi Perdana Mentri. Lalu kekuasaan dilanjutkan oleh Rajiv Gandhi. Setelah kematian Rajiv, saat ini generasi Nehru Gandhi diwarisi oleh Rahul Gandhi dan Priyanka Gandhi.
Dunia politik India tidak bisa dilepaskan dari keluarga Nehru-Gandhi. Demikian juga di Pakistan, keluarga Bhutto menjadi penguasa turun temurun negeri itu. Sejak zaman Zulfikar Ali Bhutto, Benazir Bhutto, suami serta anaknya, semua terjun ke dunia politik. Di Amerika, klan Kennedy mendominasi pemerintahan. Bagaimana di Indonesia? Kita bisa melihat sendiri dominasi dinasti politik juga tergambar jelas.
Akhir-akhir ini media heboh memberitakan putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep, yang akan masuk dalam kancah percalegan di 2024. Kontan saja banyak partai menggelar karpet merah untuk Kaesang. Maklum saja keluarga Pak Jokowi memiliki posisi tawar yang kuat dalam pemilu mendatang. Lihat saja anak dan menantu Jokowi sekali mencalonkan diri langsung sukses tepilih di Solo dan Medan. Basis massa Jokowi adalah basis massa mereka juga. Sehingga partai-partai yang mendukung keluarga Jokowi akan banjir dukungan masyarakat.
Fenomena ini sejatinya hal biasa saja. Politik itu mahal. Orang yang belum punya nama kemudian masuk ke ranah politik untuk menjadi caleg harus mengeluarkan biaya sangat besar. Merekamereka yang belum punya nama harus dipoles terlebih dahulu agar familiar di mata masyarakat, agar memudahkan diingat ketika hari pencoblosan tiba.
Lain halnya anak-anak pemimpin partai, presiden, gubernur, bupati, dan anggota dewan. Hanya cukup memasang nama orang tua di belakang namanya, masyarakat sudah paham siapa mereka. Sehingga rasa-rasanya kita tidak perlu sinis kalau anak-anak pejabat itu mencalonkan diri mengikuti jejak orang tuanya. Sedari kecil, mereka terbiasa dengan gaya hidup yang menyerempet-nyerempet politik. Disamping itu, mereka juga sejak dini disiapkan meneruskan estafet dinasti politik keluarga.
Menjadi politisi di negeri ini memang mahal. Banyak orang-orang yang bermutu, tidak akan bisa mencalonkan diri melihat begitu mahal dan berlikunya untuk sekedar jadi wakil rakyat.
Bagi kita sebagai masyarakat, yang harus dilakukan adalah melihat rekam jejak mereka. Kemajuan digital sangat bisa menjelaskan siapa mereka sebelum di-framing menjadi calon unggulan.
Sebagai pemilih yang akan menentukan masa depan negeri ini lima tahun kedepan, tentu saja kita sudah sangat kenyang dengan janji-janji kampanye. Nama besar bukan jaminan bahwa mereka akan bekerja serius untuk kepentingan rakyat. Menelusuri jejak-jejak para calon wajib dilakukan agar tidak membeli kucing dalam karung.
Jalan satu-satunya adalah menjadi pemilih yang cerdas. Dinasti Nehru Gandhi dikenal sangat terpelajar. Dari Rajiv Gandhi hingga Rahul Gandhi, semua tamatan Harvad University. Mereka tidak sekedar menjual karisma kakeknya, Jawaharlal Nehru, namun juga kualitas untuk bersama-sama rakyat membangun India yang lebih baik.
Kenedy menjadi presiden yang mendorong misi Apolo ke bulan yang menjadikan Amerika menjadi negara yang maju dalam bidang antariksa. Anak Kenedy,Carolina Kenedy, bahkan menjadi duta besar Amerika untuk Jepang di zaman Barack Obama.
Bagimana Indonesia? Kita berharap banyak anak-anak muda dan keluarga politikus yang akan mencalonkan diri di 2024, adalah bibit-bibit unggul yang akan menjadikan Indonesia lebih maju ke depan.
Rakyat jelata yang berkualitas, meskipun bependidikan tinggi sangat tidak mudah menggapai posisi caleg dan jabatan politik lainnya. Maka, yang akan bertarung di 2024 adalah para junior politikus yang sudah mengusai panggung pemerintahan Indonesia dalam waktu sangat lama. Bisakah mereka membawa angin perubahan? Semoga.
Ikuti tulisan menarik Nur Ardianti lainnya di sini.