x

Karikatur Tempo

Iklan

Taufan S. Chandranegara

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 23 Juni 2022

Minggu, 29 Januari 2023 11:00 WIB

Bimsalabim Abakadabra Klick!

Bimsalabim Abakadabra Klick. Mirip, Merahnya Merah, dari karya, Iwan Simatupang, sastrawan. Bukan itu. Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma, dari karya, Idrus, sastrawan. Juga bukan. Tapi, nyaris. Enggak juga. Endgame, dari, Samuel Beckett. Bukan. A Dolls House, dari, Henrik Ibsen. Bukan, beda banget. Oke, kalau begitu, ini bukan itu bukan. Waktu untuk tafakur selagi kandidat belum nongol dari rahim semesta. Salam baik saudaraku.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Terlupakan, sesuatu, indah entah seperti apa, pernah bertemu, entah dimana. Sesuatu sulit dikatakan dengan logika ataupun imaji, sekalipun melalui pikiran sehat. 

Apakah ia abiogenesis. Bukan. Apakah ia a prima vista dari perasaan terdalam. Bukan. Apakah ia ab initio dari suatu kejadian. Bukan. Apakah dia a fortiori dari suatu justifikasi formal. Juga bukan. Lantas apa. 

Serupa buka sesam bimsalabim abakadabra, segalanya menjadi ringan, mungkin. Materi, nonmateri, dalam skala geometris perdetik. Berpapasan, dalam unit frekuensi setara, terasa pernah ada entah dimana, kapan, di waktu semesta. Mengembang hanya, ada, ikhlas, tulus. Tak ada vandalisme verbal dari otak Hiu.  Secara gravitasi antar benda, segalanya bagai dunia ruang hampa namun nyaman. Pelakon anyar saling memberi kasih sublimasi transendental komunikasi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Cahaya Keagungan, hadir menyejukan mengayomi, selalu. Tak ada rasa kecap hipokrisi, saus sambal rasisme dalam bentuknya, seperti di planet-planet. Tak ada pula  oral sambal terasi orasi hoax cepat saji pesanan planet kemodernan, bikin macet akulturasi mengganggu sesama pencari nafkah, kadang kala hadir menjelang pergantian musim kemarau ataupun penghujan, ranah arus sumbang kolaborasi mimbar tambal sulam, elaborasi belum mencapai kesegaran kebaruan regenerasi tokoh peranan, untuk penonton. Serupa film diputar ulang kusut masai, blur putus-putus. Pertunjukan seni untuk seni menjadi garing, tak menampilkan estetika dramatis mata air, mencipta oasis.   

**

Keindahan lakon kebaikan, menentukan pencapaian kecepatan kedip menuju taman abadiah, mungkin paralel putaran Bimasakti lapis kesatu, menjelang akhir perjalanan, dari masa ke masa. Bukan. Atau barangkali serupa abdomen dari hasil rontgen. Bukan. Oke, kalau juga bukan. 

Mungkin dekat dengan istilah sains lainnya. Kalau begitu mungkin, mirip abiotrofi tapi tak serupa benar. Bukan. Oh, kalau begitu barangkali sesuatu pola hidup dari sebuah siklus. Berhubungan dengan pola hidup kepurbaan, kontemporer pada zamannya, bermukim di pohon-pohon besar di keajaiban hutan kan (?) Mirip akan tetapi bukan.

Sungguh belum terlihat keindahan dari suatu perjalanan lakon hidup, mungkin bergantung pada amal baik, kesantunan dari perbuatan personal ataupun kelompok, formal, nonformal, di balik agitatif tersembunyi, bukan pula semacam sumpah mampus cinta banget. Bisa begitu, mungkin. Bisa juga alam belum berkenan memaafkan lakon buruk. Langkah menjadi relatif. Ngawang, di antara planet tak mencapai langit berlapis-lapis.

Apa, dicari wahai, di planet hidup ketika itu. Mengapa angkasa seolah-olah tak menghendaki kehadiran. Apakah sungguh telah mengabaikan segala tugas keimanan (?) Pertanyaan malang melintang berseliweran sana-sini tak serupa, tak sebanding logika matematis, mencoba berulang kali memecahkan hukum alam besar, coba-coba merasionalkan logaritma analogi tersimpan di balik misteri, di sel otak.

**

Saat, segalanya serba benderang. Tidak mungkin, hal itu berlaku bagi teori mimpi berbanding imajinasi. Membayangkan, lima puluh juta tahun cahaya, dikali, duapuluh empat jam waktu Bumi, dikali, tujuh lapis waktu langit. Wow!

Baiklah kalau begitu barangkali ibarat impian semusim. Bukan. Ah ya, mirip dunia dongeng, Jules Verne. Bukan. Hans Christian Andersen. Bukan. 

Mirip, Merahnya Merah, dari karya, Iwan Simatupang, sastrawan. Bukan itu. Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma, dari karya, Idrus, sastrawan. Juga bukan. Tapi, nyaris. Enggak juga. 

Endgame, dari, Samuel Beckett. Bukan. A Doll's House, dari, Henrik Ibsen. Bukan, beda banget. Oke, kalau begitu, ini bukan itu bukan. Waktu untuk tafakur selagi kandidat belum nongol dari rahim semesta. Salam baik saudaraku.

***

Jakarta Indonesiana, Januari 28, 2023.

Ikuti tulisan menarik Taufan S. Chandranegara lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler