x

Pinterest

Iklan

Dien Matina

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 9 Agustus 2022

Minggu, 29 Januari 2023 11:07 WIB

Percakapan Imajiner (42)


Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Menunggu 

 

Ketika nyata terasa rumit untuk dipahami, senyum lebar dan pelukan hanya dongeng yang diulang-ulang sebelum malam menua, atau mimpi-mimpi liar yang hangus terbakar oleh leleh matahari. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Suatu hari yang janggal pesan-pesan pendek datang di antara gerak ombak, segelas jus tomat, dan sebuah asbak yang kesepian. Meja cokelat kayu menggigil pada suhu enam belas. Lantas angan ingin akan menemukan batasnya. Entah di balik jendela atau di bangku taman kota tempat sore menuliskan kisahnya sendiri. Tak seperti puisi, kita mungkin hanya basa-basi sunyi di kepala atau pengurai sesak dada. 

Dan aku menunggu, menghabiskan sepi bersama lagu-lagu, dan seseorang yang padanya diam menjadi percakapan panjang dari rindu yang terserak waktu. 

 

 

***

 

 

03.07

 

Dinginnya sendu, sesendu detak jantungmu. Kau pernah berpikir jika setiap pertemuan yang menyenangkan akan berakhir pada hal-hal yang menyenangkan juga, tetapi ternyata tidak selalu. Doa-doa pun butuh waktu untuk sampai ke tangan nasib. Kau pernah berpikir jika bahagia adalah sebuah pertemuan. Berharap lebih dari mendapat tempat terbaik di hatinya, menggenggam senyumnya setiap pagi dan malam. Semua terasa baik-baik saja. Tetapi pada akhirnya kau harus berpikir ulang, berulang-ulang. Ada yang harus dipatahkan, ada yang harus dilepaskan, ada sakit atas kehilangan. 

Untuk kesekian kali kesedihan disiapkan. Dari apa-apa yang terlihat dan tak terlihat. Dari apa-apa yang kau rasa dan yang tak kau pikirkan. Semesta akan mengajarimu. Semesta berkuasa atas apa-apa yang menerima tanpa tetapi. Pagi yang biasa, kau melepaskan untuk bertahan. 

 

 

***

 

 

Amarah

 

Delay pesawat kali ini mengajakku kembali berpikir tentang amarah. Tentang kemungkinan-kemungkinan demi menjaga kewarasanku dari semacam ingatan yang menjadi hantu. Berkali-kali kuacuhkan, berkali-kali juga gagal. Sial! 

Saat aku berusaha melihat yang lain, aku tak tahu apa yang kuinginkan. Maksudku, menjadi perempuan dewasa lebih susah dari sekadar memikirkan penampilan yang sederhana tapi tetap menarik dipandang. Begitu banyak pilihan kan? Diskon-diskon dari merek ini itu berhamburan, lama-lama bikin sakit mata. Atau memahami rumitnya perhitungan primbon Jawa. Iya, dunia primbon sungguh njlimet. Betapa pencetusnya manusia-manusia hebat yang sanggup memperhitungkan hidup dengan detail, dengan segala langkah dan risiko-risikonya. Terberkatilah wahai para leluhur. 

Dan aku marah. Marah pada ingatanku sendiri yang kurang ajar ini. Waktu yang kumiliki semakin terbatas, dan aku belum menemukan apa-apa yang layak kurayakan, selain pertemuan demi pertemuan yang ujung-ujungnya mengacaukan jam tidur dan membuat lambung limbung. Itulah kenapa aku harus pergi menjauh, sejauh aku mampu, untuk meredam amarah dan menghentikan payah yang tak sudah-sudah. 

 

280918

 

 

***

 

 

Katanya sebaik-baiknya mencintai harus merelakan dan membebaskan

 

Katanya sebaik-baiknya mencintai harus merelakan dan membebaskan. Tetapi realitanya aku selalu iri pada angin yang bisa menyentuhnya kapan saja. Pada kemeja-kemeja yang ia kenakan yang menemani sibuknya. Pada cangkir kopi yang ia kecup sepanjang pagi sebelum menjaring hari. Pada apa-apa yang ia sukai, sungguh aku iri. 

Sering kali aku mengundang ingatan yang sengaja disembunyikan malam, termasuk beberapa sepi yang melukai. Padanya rindu menjelma kupu-kupu yang setiap kepakan sayapnya akan melepas nyeri-nyeri. 

Aku dan dia terasa sebagai kebetulan-kebetulan yang sudah dirancang semesta. Bertemu, berbincang seadanya, meninggalkan jejak di ingatan, lalu masing-masing menutup pintu. Tak ingin membuka, sebab di dalam sana berserakan luka-luka. Luka yang pernah hendak diperjuangkan sembuh, tetapi tiba-tiba dibiarkan saja menganga. 

Perasaan ini, kekasih, tak mudah dipahami. Maka tak ada yang bisa dilakukan selain menyimpan diam-diam sambil berharap keajaiban demi keajaiban lewat Novena yang diterbangkan berulang-ulang. 

Katanya sebaik-baiknya mencintai itu harus merelakan dan membebaskan. Dan padanya aku membenci diriku sendiri. Aku benci mengapa mencintainya sedalam ini. 

 

 

***

 

Ikuti tulisan menarik Dien Matina lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu