x

Ilustrasi Politisi. Karya Mustafa Kucuk dan V. Gruenewaldt dari Pixabay.com

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Rabu, 1 Februari 2023 13:05 WIB

Banyak Nama Dijagokan, tapi Sungguhkah Mereka Layak Jadi Capres?

Media massa mestinya lebih sering mengundang nama-nama yang difavoritkan jadi capres sebagai penjajagan atas kapasitas intelektual, emosional, serta spiritual mereka. Siapakah di antara mereka yang layak untuk jadi capres?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Apakah yang dipikirkan oleh elite politik tentang pemilihan umum 2024? Sekedar memenangi pilpres dan pileg agar dapat terus berkuasa (bagi yang sedang berkuasa) atau dapat berkuasa (bagi yang saat ini di luar kekuasaan)? Ataukah serius memikirkan langkah-langkah perbaikan pengelolaan negara agar rakyat bahagia dan sejahtera?

Wacana dan narasi yang beredar selama ini, bahkan ketika pemilu 2024 akan berlangsung tahun depan, masih berkutat tentang siapa bakal calon presiden dan wakilnya, tentang koalisi ini dan itu yang tidak kunjung solid, tentang partai yang ingin menang pemilu tiga kali berturut-turut dan karena itu masih gamang untuk menentukan siapa yang mau diusung ke pilpres nanti.

Sebagai urusan dengan jenjang negara dan bangsa, wacananya begitu sederhana. Begitu pula narasi yang mengiringinya: “Kami masih membicarakan saat yang tepat untuk deklarasi,” atau “Kami masih membuka diri untuk masuknya partai baru guna memperkuat koalisi,” atau “nama capres sudah ada di kantong ketua umum”. Inilah narasi sederhana yang menggambarkan apa yang berkecamuk dalam benak para elite politik kita. Tak lain tak bukan adalah ‘bagaimana memenangkan pilpres dengan mengusung capres yang populer’.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Rakyat tidak diajak oleh elite untuk memikirkan masa depan bangsa ini mestinya seperti apa dan bagaimana mencapai ke sana. Walaupun barangkali terkesan di awang-awang dan idealistis, tetapi penting untuk mengajak berpikir mengenai masa depan—masa depan yang optimistis tetapi konkret alias dapat dicapai dan diwujudkan asalkan melalui tahapan-tahapan yang jelas.

Menjadi penting bagi rakyat untuk mengetahui apa sih yang dipikirkan oleh Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, Puan Maharani, Airlangga Hartarto, Erick Thohir, dan siapa lagi yang berhasrat jadi capres-cawapres. Meskipun mereka belum pasti maju sebagai capres yang telah memegang tiket kompetisi, tapi mengetahui apa yang mereka pikirkan dan apa yang mereka pahami tentang negeri ini tidaklah perlu menunggu masa kampanye tiba.

Media massa mestinya lebih sering mengundang nama-nama yang disebut-sebut itu sebagai penjajagan atas kapasitas intelektual, emosional, serta spiritual mereka. Jika cerdas, tapi rasa empatetiknya kepada persoalan rakyat kecil rendah, rakyat sudah bisa menilainya sedari awal. Jika populer tapi tidak cakap dan punya wawasan yang konkret mengenai apa yang hendak mereka kerjakan, rakyat bisa mengetahuinya lebih dini.

Rakyat tak bisa mengandalkan hasil survei sebagai satu-satunya rujukan, sebab survei tidak lepas dari naik-turunnya persepsi masyarakat secara umum terhadap orang-orang yang ingin diketahui tingkat popularitasnya tanpa rakyat mengetahui apa yang ada dalam benak figur-figur politik tersebut. Survei juga tidak lepas dari performance figur-figur tersebut tatkala tampil di muka umum dan diliput oleh media. Namun, isi benak dan isi hati mereka belum cukup dieksplorasi.

Diskusi mengenai isu-isu strategis dengan menggali pikiran dan pandangan figur-figur yang diproyeksikan jadi capres/cawapres ini akan lebih bermanfaat bila dilakukan lebih awal. Para jurnalis mestinya mengambil prakarsa untuk melakukan hal ini dengan mengangkat isu-isu tertentu. Mumpung belum memasuki masa pendaftaran dan masa kampanye, jurnalis bisa lebih leluasa untuk mengeksplorasi ide-ide mereka itu. Dari sini, masyarakat akan lebih mengenal figur-figur yang selama ini diramaikan sebagai bakal capres, dan rakyat dapat mengukur apakah mereka itu memang layak untuk maju ke gelanggang pilpres 2024. Jangan sampai kita bersama-sama memelihara kejumudan karena terjebak oleh popularitas yang biasanya memang bisa direkayasa. >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB