x

Lontong Cap Go Meh Punya Kisah an Filosofi Asilimilasi Budaya

Iklan

Christian Saputro

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 18 Juni 2022

Kamis, 2 Februari 2023 06:53 WIB

Lontong Cap Go Meh, Hidangan Puncak dalam Perayaan Cap Go Meh

Salah satu momen yang dinanti adalah menikmati santapan Lontong Cap Go Meh. Belum afdol rasanya merayakan Cap Go Meh kalau belum menyantap Lontong Cap Go Meh yang sudah menjadi ikon perayaan itu. Lontong Cap Go Meh hampir selalu (biasanya) disantap keluarga Tionghoa Indonesia pada saat Cap Go Meh, atau tepatnya lima belas hari setelah Imlek.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Setelah kita menikmati kemeriahan perayaan hari raya Imlek, maka rangkaian suka cita tahun baru akan ditutup dengan perayaan Cap Go Meh. Perayaan Cap Go Meh melambangkan hari ke-15 dan hari terakhir dari masa perayaan Tahun Baru Imlek bagi komunitas Tionghoa di seluruh dunia. Istilah ini berasal dari dialek Hokkien dan secara harafiah berarti hari kelima belas dari bulan pertama (Cap = sepuluh, Go = lima, Meh = malam). 

Salah satu momen yang dinanti adalah menikmati  santapan  Lontong Cap Go Meh. Belum afdol rasanya merayakan Cap Go Meh kalau belum menyantap Lontong Cap Go Meh yang sudah menjadi ikon perayaan itu. Lontong Cap Go Meh  hampir selalu (biasanya) disantap keluarga Tionghoa Indonesia pada saat Cap Go Meh, atau tepatnya lima belas hari setelah Imlek. Tahun ini Cap Go Meh jatuh pada hari Minggu 5 Februari 2023.

Menurut sejarawan Kota Semarang , Jongkie Tio, kuliner di Indonesia itu hampir 75 persen terpengaruh dari Cina karena (warga Cina) sudah ada di sini di Indonesia sejak dulu.  Lontong sendiri saudara tua Kupatan (ketupat).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Penutup Lebaran adalah Kupatan yang biasanya disebut bakdo ketupat (lebaran ketupat). Sedangkan  penutup Cap Go Meh adalah Lontong Cap Go Meh,” ujar Jongkie Tio yang juga pemilik Restoran Heritage Semarang, belum lama ini

Disigi munculnya hidangan  Lontong Cap Go Meh ini  dari asimilasi budaya . Hidangan peranakan ini terdiri dari lontong yang disajikan dengan opor ayam, sayur lodeh, sambal goreng ati, acar, telur pindang, abon sapi, bubuk koya, sambal, dan kerupuk. Kuliner ini mungkin oleh sebagian orang juga dikenal dengan sebutan lontong opor.

Setidaknya ada beberapa versi asal-usul Lontong Cap Go Meh. Namun dapat dipastikan, penganan ini merupakan hasil akulturasi budaya dan adaptasi masyarakat keturunan Tiongkok di Nusantara dengan masyarakat lokal.

Nikmatnya keberagaman rasa dalam sepiring Lontong Cap Go Meh (Christian Saputro)

 

Tepatnya , Lontong Cap Go Meh ini bentuk makanan adaptasi, bentuk baru untuk kaum peranakan. Menu ini bukan untuk menggantikan menu serupa yang sudah ada seperti opor,  karena kaum Tionghoa tentunya menghormati tradisi masyarakat setempat di pesisir laut Jawa.

Lontong cap go meh itu aslinya hanya sebatas nama yang terjadi karena masakan tersebut sebagai bentuk pembauran warga keturunan Cina dengan warga setempat, khususnya di pulau Jawa. Seperti diketahui para pendatang Tionghoa pertama kali bermukim di kota-kota pelabuhan di pesisir utara Jawa, misalnya Semarang, Pekalongan, Lasem, dan Surabaya.

 

Muasal Lontong Cap Go Meh

Pada saat itu hanya kaum laki-laki etnis Tionghoa yang merantau ke Nusantara, mereka menikahi perempuan Jawa penduduk lokal, hal inilah yang melahirkan perpaduan budaya Peranakan-Jawa.`Perayaan aslinya sendiri menggunakan makanan simbolis yuanxiao atau ronde, yang menyimbolkan kesatuan keluarga, karena terbuat dari tepung ketan.

Namun karena perpaduan tersebut, saat Cap Go Meh, kaum peranakan Jawa mengganti hidangan yuanxiao (bola-bola tepung beras) dengan lontong yang disertai berbagai hidangan tradisional Jawa yang kaya rasa, seperti opor ayam dan sambal goreng.

Lontong Cap Go Meh dipercaya melambangkan asimilasi atau semangat pembauran antara kaum pendatang Tionghoa dengan penduduk asli di Jawa. Filosofinya, dipercaya pula bahwa Lontong Cap Go Meh mengandung perlambang keberuntungan, misalnya lontong yang padat dianggap berlawanan dengan bubur yang encer. Hal ini karena ada anggapan tradisional Tionghoa yang mengaitkan bubur sebagai makanan orang miskin.

Bentuk lontong yang panjang juga dianggap melambangkan panjang umur. Telur dalam kebudayaan apapun selalu melambangkan keberuntungan, sementara kuah santan yang dibubuhi kunyit berwarna kuning keemasan, melambangkan emas dan keberuntungan.

 

Menu Lontong Cap Go Meh

Di luar  perayaan Cap Go Meh, kalau kita ingin menikmati kuliner ini, bolehlah singgah di Rumah Makan Semarang, di Jalan Gajah Mada, Semarang milik ‘tukang dongeng’ dan penulis buku Jongkie Tio.

Restoran yang berdiri sejak 1991 ini menyajikan menu Lontong Cap Go Meh dengan 12 sajian berbeda, mulai dari lontong, kuah sayur, rebung, irisan telur rebus, hingga irisan cabai merah.

Lontong Cap Go Meh bisa  dinikmati di Waroeng Kopi Alam, di Jalan Singosari Timur No. 8 Semarang, juga  tersedia untuk dinikmati dan bisa dipesan di  Orange Brown Cafe, Jl. Raung 3, Gajahmungkur, Kota Semarang dan di Indische Cafe Jl. Menteri Supeno 3, Kota Semarang.

Manager Waroeng  Kopi Alam Asrida Ulinuha yang karib disapa Ulin sepakat dengan yang dikatakan Jongkie Tio, rasa Lontong Cap Gomeh yang  gurih dan sedikit manis. Hal senada juga diungkap Operation manager Orange Brown Cafe dan Posin Bakery and Cafe  Poppy Sriharwati

“Lontong Cap Go Meh sangat cocok dinikmati bersama keluarga ketika Anda melancong ke Kota Semarang. Menyantap  kuliner Lontong Cap Go Meh serasa menikmati keberagaman dan juga rasa sedap yang diwariskan leluhur,” ujar Ulin yang dikenal sebagai penggiat budaya di Boen Hian Tong berpromosi.

^) Christian Heru Cayo Saputro, penggiat Heriatge, pejalan, badoger, suka motret dan tukang tulis tinggal di Semarang.

Ikuti tulisan menarik Christian Saputro lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu