x

Dua orang wartawan di sebuah kantor media sedang bekerja keras mengejar tenggat. (Foto: Tulus Wijanarko)

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Jumat, 10 Februari 2023 06:28 WIB

Pers Independen? Repot Bila Pemiliknya Elite Politik

Pers kita menghadapi tantangan serius dalam konteks pilpres dan pileg 2024? Sejumlah media besar berada di tangan elite politik dan berpengaruh, sebutlah di antaranya Surya Paloh, Erick Thohir, Aburizal Bakrie, Chairul Tanjung, maupun Hary Tanoesoedibjo. Surya dan Hary bahkan menjadi ketua umum partai politik, yaitu Nasdem dan Perindo, sedangkan Erick terlihat benar hasratnya untuk maju ke pilpres.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tahun politik semakin dekat dan tantangan yang dihadapi pers di Indonesia begitu nyata. Pers kita sedang tidak baik-baik saja seperti dikatakan oleh Presiden Jokowi. Tapi bukan terkait hanya soal hak cipta di platform digital yang membutuhkan pengaturan. Ada tantangan lebih serius yang dihadapi pers kita: independensi para jurnalis dan medianya.

Para pebisnis besar sadar betul bahwa media massa (masih) memiliki kekuatan dalam memengaruhi persepsi rakyat banyak mengenai berbagai peristiwa. Karena itulah, mereka terjun ke media dan mengembangkannya sehingga menjadi grup media yang luar biasa jangkauannya. Bisnis media tergolong bisnis besar, tapi di balik itu juga menyimpan pengaruh besar terhadap masyarakat—inilah dua hal yang menarik sebagian kecil orang berduit untuk terjun ke bisnis media.

Bagi pebisnis yang sekaligus menguasai kelompok media massa, penguasaan atas arus informasi demikian penting, dan menjadi semakin penting bagi pebisnis besar yang terjun ke dunia politik. Penguasaan sektor ekonomi dan media merupakan modal besar untuk berkompetisi di jagat politik. Sebaliknya, kekuatan politik berpengaruh besar terhadap kelangsungan bisnis.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Lantas mengapa pers kita menghadapi tantangan serius dalam konteks pilpres dan pileg 2024? Tidak lain karena realitasnya saat ini sejumlah media besar berada di tangan elite politik dan sedikit orang yang memiliki pengaruh politik, sebutlah di antaranya Surya Paloh, Erick Thohir, Aburizal Bakrie, Chairul Tanjung, Harry Tanoesydibjo. Surya dan Harry bahkan menjadi ketua umum partai politik, yaitu Nasdem dan Perindo, sedangkan Erick terlihat benar hasratnya untuk maju ke pilpres.

Bayangkan, tiga sumber kekuatan berada dalam genggaman satu tangan: ekonomi, media massa, dan politik. Bagaimana mungkin elite tersebut akan membiarkan medianya betul-betul independen dari kepentingan mereka dalam soal ekonomi dan politik? Masih mungkinkah kita berharap elite politik akan membiarkan medianya bergerak tanpa kendalinya, padahal mereka sedang mempertaruhkan posisi politik masing-masing?

Saat inipun, kita sudah dapat melihat dan merasakan masuknya kepentingan politik para pemilik media dalam pemberitaan media masing-masing. Ada pemilik media yang terlihat berhasrat untuk maju ke perhelatan pilpres walaupun belum ada yang resmi mengusungnya. Namun, karena barangkali hal ini pula media miliknya begitu antusias memberitakan kegiatannya setiap hari. Lazimnya, pemilik media kurang menyukai eksposur oleh medianya sendiri.

Karena itu, isu independensi media dan para jurnalisnya akan menjadi tantangan serius khususnya terkait dengan pilpres dan pileg. Para jurnalis yang bernaung di bawah media ini mungkin mulai  menghadapi tekanan dari pemiliknya, dan ini jelas berpotensi menurunkan derajat independensi jurnalis. Masyarakat yang berhak memperoleh informasi yang akurat, adil, seimbang, tidak partisan khususnya akan dihadapkan pada perubahan karakter media yang pemiliknya memiliki kepentingan politik besar.

Liputan, laporan, wawancara, hingga artikel opini yang dibuat penulis di luar redaksi bisa saja akan diarahkan pada upaya-upaya membentuk citra positif elite tersebut maupun politikus lain yang didukung oleh elite pemilik media untuk maju ke pilpres. Bagaikan pertandingan sepakbola, seluruh lini diperkuat dan dikerahkan agar kesebelasan mampu mencetak gol ke gawang lawan.

Masalahnya ialah pemilik media ini tidak lagi mengindahkan prinsip, kaidah, hingga kode etik yang seharus ditegakkan oleh awak medianya. Para jurnalis berada di bawah tekanan untuk mengikuti kemauan pemilik media, sehingga kebebasan dan independensi jurnalis dan media berada dalam ancaman serius. Yang memprihatinkan, tantangan itu bukan berasal dari luar media, melainkan dari internal, tak lain pemilik media yang memiliki kepentingan besar dalam politik maupun ekonomi. >>

 

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB