x

Berdebat

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 13 Februari 2023 19:30 WIB

Bertanggungjawab, Sadar Kewajiban, Begitukah, Saya?

Tidak usah berpikir pemerintah belum bertanggungjawab atas kewajibannya sesuai amanah UUD 1945 kepada rakyat Indonesia. Yuk, sadar diri saja apakah saya sudah menjadi orang yang cerdas, lalu bertanggungjawab kepada kelompok/perkumpulan/kekeluargaan kegiatan kesenian, kebudayaan, olahraga dll, dengan selalu disiplin membayar kewajiban sesuai aturan. Ikut menjadi barisan sukarelawan/wati dan sponsorship baik dalam wujud fisik, tenapa, pikiran, uang hingga peralatan/saran-prasarana. Itu sudah lebih dari menjadi rakyat yang amanah kepada Pembukaan UUD 1945.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Orang cerdas bertanggungjawab, terhadap kewajiban, tidak perlu selalu diingatkan.

(Supartono JW.13022023)

Sedih, betapa banyak kelompok/perkumpulan/kekeluargaan kegiatan kesenian, kebudayaan, olahraga dll, di Indonesia, yang dihelat oleh masyarakat (baca: swasta), tidak diperhatikan oleh pemerintah memalui kepanjangan tangannya (baca: stakeholder terkait). Pun, banyak pesertanya yang tidak bertanggungjawab terhadap kewajibannya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bicara tanggungjawab dan kewajiban, seharusnya para pemimpin, para orang kaya harta, para cerdik pandai, dan para-para lainnya yang cerdas dan kaya hati di negeri ini, menjadi teladan. Faktanya apakah sudah demikian?

Kendati pendidikan Indonesia secara umum masih tercecer dan tertinggal dari negara lain, negara belum mempu membuktikan diri mengentaskan kecerdasan rakyat sesuai pembukaan UUD 1945 alinea keempat yang berbunyi...mencerdaskan kehidupan bangsa..., namun, harus diakui, Indonesia sudah memiliki sekian persen orang-orang yang cerdas. Bahkan, sampai sekian persen orang-orang yang licik dan berbuat kotor, karena kecerdasannya dimanfaatkan untuk kepentingan dirinya sendiri, keluarganya, kelompoknya, golongannya, partainya, oligarkinya, dinastinya, hingga pemodalnya (baca:cukong). Demi mempertahankan dan memupuk kekekayaan, kesejahteraan, kekuasaan, jabatan, kedudukan, kelompok mereka sendiri.

Dalam menjalankan roda pemerintahan, pemimpin Indonesia yang dibantu oleh para menteri di berbagai bidang dan sektor, faktanya juga terus berkutat pada berbagai masalah. Termasuk banyaknya anggaran yang hanya diserap untuk mereka sendiri, dikorupsi, dll, tidak sampai menyentuh kehidupan rakyat yang fundamental.

Buntutnya, nyanyian tentang penderitaan dan ketidakadilan rakyat Indonesia terus menggema, hingga ada rakyat di suatu tempat negeri ini, terus bergerilya, ingin memisahkan diri dari Indonesia. Rakyat bergerak sendiri Tidak kunjungnya rakyat sejahtera dan merasakan keadilan yang sama di berbagai bidang, banyak rakyat yang pada akhirnya bergerak sendiri, membuat kelompok/ organisasi/perkumpulan/kekeluargaan, dll yang tujuannya untuk mengakomodir masyarakat dalam mendapatkan kesempatan untuk terus belajar dan menyalurkan minat, bakat, hobi, dll di berbagai bidang yang ingin ditekuninya.

Atas kondisi ini, banyak pendiri kelompok/organisasi/perkumpulan/kekeluargaan, dll, karena kecerdasannya, karena pemahamnnya, tetap tutup mata dan menjalankan aktivitas, kegiatan, dan program-programnya, meski anggarannya tidak ada bantuan dari pemerintah melalui stakeholder terkait.

Sebagai contoh, dalam bidang seni, berapa banyak perkumpulan seni dan budaya di Indonesia yang tetap dapat menyumbangkan prestasi untuk Indonesia, meski tanpa biaya operasionalnya, tanpa uluran tangan pemerintah melalui stakeholder terkait, sponsor, dan donatur? Di bidang olahraga, sepak bola misalnya.

Berapa banyak operator kompetisi swasta rela menyumbangkan pikiran, waktu, tenaga, dan uang, demi anak-anak yang mencintai sepak bola, tersalurkan bakatnya. Pun berapa banyak, anak-anak Indonesia yang dibina di sekolah-sekolah sepak bola (SSB) yang para pendiri, pembina, pelatihnya berdarah-darah mengentaskan bakat-bakat anak-anak ini, berkolaborasi dengan operator kompetisi swasta menelurkan bibit pesepak bola nasional yang handal.

Ternyata, hanya ditelikung oleh pihak lain, yang tidak menanam, tidak memberi modal, tidak memperehatikan, mengabaikan, tetapi maunya tinggal memetik anak-anak berbakat dalam sepak bola? Juga dalam bidang olah raga lain? Bila saya ucapkan dengan kata-kata, menyangkut persoalan ini, mulut saya sudah berbuih. Ribuan artikel yang sudah saya tulis pun, hanya sekadar menjadi catatan pemanis, pengingat, kritik, masukan, saran, solusi, yang dibaca sekadar judulnya. Yang dibaca tak tuntas, lalu dilupakan. Yang dibaca sampai tuntas, tetapi tidak dipedulikan. Yang dibaca sampai tuntas, ada yang tutur prihatin, berkomentar, lalu memperhatikan, dan peduli. Lalu, beregerak dan beraksi.

Mengetuk yang cerdas dan bertanggungjawab

Karenanya, dalam artikel ini, saya tidak mengetuk hati para pemimpin dengan para stakeholder terkaitnya, sebab, rasanya hanya buang waktu dan buang-buang kata-kata. Tetapi, melalui artikel ini, saya ingin mengetuk hati orang-orang cerdas dan bertanggungjawab, yang sudah menjadi bagian dari perkumpulan/kekeluargaan kegiatan khususnya kesenian, kebudayaan, dan olah raga.

Wahai orang-orang cerdas dan bertanggungjawab, pahamilah bahwa para pendiri perkumpulan/kekeluargaan kegiatan khususnya kesenian, kebudayaan, dan olah raga, dari berbagai literasi yang saya pelajari, adalah orang-orang ikhlas, peduli, tahu diri. Mereka juga tahu Indonesia, tahu pemerintah Indonesia, tahu parlemen Indonesia, tahu stakeholder terkait kepanjangan pemerintah untuk kepentingan rakyat, yang hingga kini tetap jauh panggang dari api membela kepentingan rakyat. Itulah sebabnya, meraka merelakan segenap jiwa dan raganya, tenaga, pikiran, waktu, hingga uangnya, untuk tetap menjalan roda perkumpulan/kekeluargaan dalam bidang kesenian, kebudayaan, dan olah raga, dll, tanpa banyak bicara dan mengeluh.

Mereka bukan orang-orang gila jabatan, kekuasaan, rakus uang, dan mencari keuntungan pribadi atau mencari kesempatan dalam kesempitan. Yang ada dalam pemikiran mereka, selalu bagaimana menjadikan dirinya berguna bagi masyarakat yang membutuhkan dan perlu dibantu. Bagaimana pemikirannya bermanfaat untuk membangun masyarakat agar cerdas dan bertanggungjawab, meski bukan melalui jalur pendidikan formal. Karena menyadari bahwa

Negara belum sepenuhnya memenuhi amanah

Pembukaan UUD 194Bersyukur dan bangga, atas begitu banyaknya para anggota kelompok/perkumpulan/kekeluargaan di berbagai kegiatan yang umumnya adalah para orang tua. Mereka cerdas dan bertanggungjawab dalam membantu roda kegiatan, program-program kegiatan dari kelompok/perkumpulan/kekeluargaan yang diikutinya. Karena cerdas dan bertanggungjawab, para orangtua yang putra-putrinya menjadi bagian kegiatan di kelompok/perkumpulan/kekeluargaan bidang kesenian, kebudayaan, olah raga dll, sadar betul bahwa, biaya operasionalnya mutlak dari iuran para orangtuanya.

Sehingga, para orang tua yang cerdas dan bertanggungjawab, bukan hanya disiplin dan tepat waktu dalam membayar iuran bulanan, yang biasanya tanggal 1-10 setiap bulannya. Ada yang menambah dengan dukungan iuran sukarela. Bahkan meningkat ada yang dengan ringan hati menjadi donatur, bahkan sampai menjadi sponsor. Sebab, tahu persis roda kegiatan dan program-program kelompok/perkumpulan/kekeluargaan yang diikuti, mustahil dapat berjalan tanpa sokongan dan dukungan dari para orangtua yang cerdas dan bertanggungjawab.

Mustahil berharap kepada pemerintah melalui kepanjangan tangannya atau sponsor. Sudah menjadi cerita klasik, bahwa kelompok/perkumpulan/kekeluargaan kegiatan kesenian, kebudayaan, olahraga dll yang diinisiasi oleh rakyat atau pihak swasta akan sangat sulit diperhatikan oleh kepanjangan tangan pemerintah di bidangnya dan pihak sponsor, bila pihak kelompok/perkumpulan/kekeluargaan kegiatan kesenian, kebudayaan, olahraga dll, tidak memliki kolega di dalam kepanjangan tangan pemerintah dan pihak sponsor.

Kerenannya, sponsor utama dari kelompok/perkumpulan/kekeluargaan kegiatan kesenian, kebudayaan, olahraga dll, di Indonesia adalah orangtua siswa.

Orangtua tidak bertanggungjawab, mau enaknya

Sayangnya, meski para orangtua siswa dalam kelompok/perkumpulan/kekeluargaan kegiatan kesenian, kebudayaan, olahraga dll, di Indonesia cerdas dan bertanggungjawab, cerita para orangtua yang tidak bertanggungjawab tetap menjadi cerita yang tidak lekang oleh waktu. Banyak orangtua yang tetap menunggak dan selalu terlambat membayar kewajibannya kepada kelompok/perkumpulan/kekeluargaan kegiatan kesenian, kebudayaan, olahraga dll, meksi tahu, seharusnya, kewajibannya dibayarka setiap tanggal 1-10 setiap bulannya.

Susahnya lagi, cerita-cerita klasik pun terus beredar bahwa ketika para orangtua yang tidak bertanggungjawab ini diingatkan dan ditagih, justru kabur, atau keluar dari kelompok/perkumpulan/kekeluargaan kegiatan kesenian, kebudayaan, olahraga dll. Boro-boro bertanggungjawab membayar kewajiban iuran setiap bulan tepat waktu, plus nambah ada bantuan sukarela atau donasi, atau menyumbang peralatan dan sarana untuk menunjang operasilan kegiatan, ini malah orangtuanya kabur alias keluar dari kelompok/perkumpulan/kekeluargaan kegiatan kesenian, kebudayaan, olahraga dll.

Trial dulu, senjata

Cerita klasik juga terus mengalir menyangkut bagaimana sedihnya para kelompok/perkumpulan/kekeluargaan kegiatan kesenian, kebudayaan, olahraga dll ini yang hanya jadi batu loncatan para orangtua yang licik. Merasa putra-putrinya berbakat, maka, selalu putra-putrinya dijadikan alat untuk seribu bendera, demi orangtua terhindar dari iuran alias gratis. Kata-kata "boleh trial dulu" akan menjadi senjata, bagi para orangtua yang ingin memasukkan putra-putrinya dalam kelompok/perkumpulan/kekeluargaan kegiatan kesenian, kebudayaan, olahraga dll, dengan biaya gratis. Atau menjadi kamuflase para orangtua yang kikir pikiran dan hati.

Merasa putra-putrinya sudah hebat dalam bidang yang ditekuninya, meski orang tuanya kaya harta, tetapi licik, miskin hati, maka para orangtua model seperti ini, tidak beda dengan para elite partai yang rakus jabatan, kedudukan, harta dan uang. Karena hidup hanya untuk dirinya, keluarganya, kelompoknya, dinastinya, dll.

Cerdas, bertanggungjawab, tahu kewajiban

Pemimpin negeri ini, terbukti masih belum sepenuhnya amanah sesuai UUD 1945 kepada rakyat Indonesia terutama dalam hal pendidikan, kesejahteraan, dan keadilan. Namun, banyak orangtua siswa yang amanah pada kelompok/perkumpulan/kekeluargaan kegiatan kesenian, kebudayaan, olahraga dll yang dihelat pihak swasta (baca: rakyat jelata) karena menggunakan kecerdasannya untuk bertanggungjawab dan selalu tahu kewajiban yang harus dipenuhi untuk kelancaran roda kegiatan dan nafas kehidupan kelompok/perkumpulan/kekeluargaan kegiatan kesenian, kebudayaan, olahraga dll yang diikuti putra-putrinya atau orangtua (baca: kegiatan orangtua/orang dewasa).

Pahamilah bahwa cerdas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), adalah sempurna perkembangan akal budinya (untuk berpikir, mengerti, dan sebagainya); tajam pikiran, sempurna pertumbuhan tubuhnya (sehat, kuat). Sedih tidak, sih? Orang-orang cerdas di sekeliling kita, ternyata tidak memperlakukan dirinya sebagai orang yang cerdas? Membuat diri mereka menjadi orang bodoh yang mempermalukan diri sendiri. Sebab, lalai atau melalaikan, tidak peduli atau tidak mempedulikan, keadaan sekitar, kondisi sekitar. Keadaan dan posisi orang lain, pihak lain, yang keberlangsungan kehidupan, kegiatanannya juga bergantung dari tanggungjawab orang-orang cerdas itu.

Sedih tidak sih, orang-orang di dekat kita tidak bertanggungjawab atas apa yang seharusnya ditanggungjawabi atas kewajibannya? Tanggungjawab adalah keadaan di mana wajib menanggung segala sesuatu sehingga kewajiban menanggung, memikul jawab, menanggung segala sesuatunya atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya.

Kewajiban, adalah (sesuatu) yang diwajibkan atau sesuatu yang harus dilaksanakan atau keharusan. Tidak usah berpikir pemerintah belum bertanggungjawab atas kewajibannya sesuai amanah UUD 1945 kepada rakyat Indonesia.

Yuk, sadar diri saja apakah saya sudah menjadi orang yang cerdas, lalu bertanggungjawab kepada kelompok/perkumpulan/kekeluargaan kegiatan kesenian, kebudayaan, olahraga dll, dengan selalu disiplin membayar kewajiban sesuai aturan. Ikut menjadi barisan sukarelawan/wati dan sponsorship baik dalam wujud fisik, tenapa, pikiran, uang hingga peralatan/saran-prasarana. Itu sudah lebih dari menjadi rakyat yang amanah kepada Pembukaan UUD 1945.

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler