Konon di seantero Solo tak ada masakan Tengkleng yang bisa menandingi resep olahan Bu Edi nyamlengnya. Tengkleng merupakan hidangan khas Solo menyerupai gulai namun memiliki kuah lebih encer dan berisi tulang kambing dengan sedikit daging yang menempel atau disebut juga tulangan dan juga jeroan.
Tengkeng Bu Edi ini bahkan sudah menjadi salah satu legenda kuliner kota bengawan. Jadi ke Solo belum komplet kalau belum menyantap Tengkleng Bu Edi. Langganannya tak hanya rakyat kebanyakan, tetapi para pejabat hingga Presiden.
Tapi kalau Anda mau menikmatinya di samping mengantungi rupiah juga harus berbekal kesabaran. Apa pasalnya, kita harus sabar antri untuk mendapatkan sepincuk tengkleng dan ubo rampenya. Biasanya, belum buka sudah banyak pembeli yang ngantri di depan lapak Bu Edi. Dulu lapak Bu Edi berupa sebuah tenda sederhana lokasinya di samping gerbang pintu masuk Pasar Klewer.
Tengkleng Bu Edi Nganngeni
Kini lokasinya pindah tak begitu jauh dari tempat semula di sebuah joglo di parkiran Pasar Klewer yang juga tak jauh dari Masjid Agung Keraon Surakarta. Biasanya, warung Tengkleng Bu Edi yang kini dilanjutkan generasi penerusnya Sulastri membuka lapak sekitar pukul 12.00 WIB. Sulistri biasanya buka tengah hari sekira jam makan siang. Tetapi belum buka biasanya lapaknya sudah dipenuhi belasan orang yang menunggu lapak Bu Edi buka. Pemandangan umum yang bisa kita lihat tiap harinya di lapaknya yang sederahana ada meja panjang dengan beberapa buah meja yang sudah penuh para penikmat tengkleng. Ada beberapa pelanggan yang menikmati tengkleng dalam sebuah pincuk - wadah dari daunpisang yang dibentuk mangkuk—yang berisi sayatan daging, jeroan dan tulangan. Sementara, pelanggan lainnya berdiri menganrti dengan memegang nomor kupon yang sebelumnya dibagikan pada pelanggan. Seorang ada yang memegang dua hingga tiga nomor antrian., yang berbaris antre menghadap penjual yang menyiapkan tengkleng pesanan.
Muasal Tengleng Bu Edi
Sebelum adanya lapak yang sekarang yang berdiri di Pendopo Parkiran Pasar Klewer , usaha tengkleng ini dimulai sekitar 1971 oleh nenek Bu Edi dengan dagang tengkleng keliling Pasar Klewer. "Nenek Bu Edi menggendong wadah tengkleng dan menjual secara berkeliling sekitar lima tahun," ungkap Sulistri (34), generasi keempat pengelola warung tengkleng Bu Edi. Pada akhirnya, lanjur Sulistri, pada 1980-an, nenek Bu Edi memilih menetap di lokasi dekat gapura Pasar Klewer dan yang sekarang menjadi warung tengkleng Bu Edi di Pendopo Parkiran Pasar Klewer hingga terkenal.
Selain kelezatan yang tak diragukan, cara penyajian tengkleng di atas pincuk memberi kenikmatan. Pembeli bisa menyeruput kuah langsung dari pincuk sambil duduk maupun berdiri. "Sehari, kami tak kurang menyediakan 300-an porsi," ujar Sulistri.
Sulistri memaparkan, biasanya, belum sempat lapak dibuka, calon pembeli sudah antre karena khawatir kehabisan. Tiga hingga empat jam lapak dibuka, tengkleng pun ludes diserbu pembeli. "Kadang, sejam juga sudah habis. Kasihan pembeli yang sudah antre dan tidak kebagian. Apalagi kalau mereka dari luar Kota Solo," ujar Sulistri.
Sulistri menambahkan, sekali berjualan, biasnya membawa empat sampai lima panci tengkleng berukuran besar. Pelanggan bisa meminta bagian tulang atau organ kambing yang diinginkan. Di antaranya, iga, lidah, sumsum, kaki, mata, pipi dan jeroan (organ bagian dalam). "Sekali jualan, biasanya habis 60 sampai 70 kepala kambing. Kami jual sepincuk (seporsi) seharga Rp 45 ribu, bisa pakai nasi atau tidak," sambungnya.
Selain kepala kambing yang sudah dipotong-potong, tengkleng Bu Edi memiliki komposisi tulang kambing seberat 50 kilogram, 80 buah kaki kambing, dan 20 kilogram jeroan kambing. Sulistri mengaku, sebenarnya tidak ada bumbu rahasia. Dia memasak berdasarkan resep yang digunakan turun temurun. Bumbu yang digunakan pun sederhana, berupa bawang merah, bawang putih, kemiri, merica, ketumbar, lengkuas, dan jahe.
Langganan Pejabat Hingga Presiden
Tengkleng olahan Bu Edi digemari berbagai kalangan, mulai masyarakat umum sampai pejabat. Di antaranya, mantan walikota Solo yang sempat menjadi Gubernur DKI Jakarta dan kini menjadi presiden RI, Joko Widodo. Pihaknya juga sering diminta mengantar atau memasak tengkleng di rumah dinas walikota Solo, Loji Gandrung. Juga, mengantar ke Jakarta tempat Jokowi berdinas, biasnya saat Idul Fitri. Tak hanya Jokowi, tengkleng Bu Edi juga disuka mantan pejabat asal Solo,lainnya, di antaranya Wiranto dan Harmoko.Keluarga besar mereka seringkali memesan tengkleng Bu Edi di acara-acara penting. Bahkan konon ketika jaman pak Suharto, Bu Edi dengan segala peralatannya justru diboyong ke Jakarta untuk masak di istana ketika ada hajat di istana ke Presidenan.
Ritual Ngantri Tengkleng Bu Edi
Kelezatan tengkleng Bu Edi ini juga selalu membuat penasaran Siwi Harjani, warga Semarang, yang pernah tinggal di Solo. “Kalau ke Solo saya bernostalgia untuk menikmati tengkleng Bu Edi. Antri berdesakan sebelum menikmati tekleng legendaris sebuah sensasi tersendiri,” ujar Siwi sambil menikmati tengkleng di pincuknya.
Tengkleng Bu Edi, selain bisa di nikmati Pendopo parkiran Pasar Klewer, juga bisa ditemui warung tengkleng Bu Edi di kawasan wisata kuliner Gladag Langen Bogan (Galabo) Depan Pusat Grosir Solo di Jalan Mayor Sunaryo dan sekitar Pasar Jongke, Laweyan. Mau? Jangan segan-segan mengantri, ya, kalau mau kebagian.
*)Christian Heru Cahyo Saputro. badoger, suka otret, tukang tulis dan suka berbagi tinggal di Semarang
Ikuti tulisan menarik Christian Saputro lainnya di sini.