x

pssi

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 16 Februari 2023 13:56 WIB

KLB, Enaknya Jadi Voter PSSI, Uang Datang Sendiri?

Ayo buktikan. Yang "kuat" yang akan terpilih. Bisa digaransi. Lalu, sepak bola nasional mau di bawa ke mana? Tapi pesta pora voter usai, menunggu pesta berikutnya. Senangnya abadi jadi voter PSSI. wah...

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Punya uang seberapa banyak pun, bila untuk mengurus sepak bola di Indonesia, pasti akan terkuras dan jangan harap kembali. Tidak percaya? Ayo buktikan. Turun menjadi Pengurus PSSI atau Pemilik Klub, Pemilik Akademi/Diklat Sepak bola atau Pemilik SSB.

Sepak bola di Indonesia belum dapat sepenuhnya menjadi industri dan bisnis Padahal bagi para praktisinya, sepak bola sudah menjadi lahan kehidupan. Namun, bagi para pegiat dan orang-orang yang mencintai sepak bola, tetap saja berebut ingin jadi pengurus PSSI, mulai dari tingkat Askot, Askab, Asprov, sampai PSSI Pusat.

Orang-orang juga berlomba menjadi pemilik Klub atau mendirikan akademi atau diklat atau SSB, meski tahu bahwa sepak bola tidak akan pernah membawa keuntungan finansial. Hanya sekadar kepuasan batin.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Apakah logo-logo sponsor (besar/kecil) yang menempel pada jersey dari Klub Liga 1, Liga 2, Liga 3, sampai Diklat, Akademi, hingga SSB memberikan keuntungan signifikan bagi pemilik Klub sampai SSB?

Banyak logo-logo sponsor yang menempel bahkan tidak ada kontribusi keuangan bagi Klub sampai SSB. Logo menempel hanya sekadar menyumbang jersey bagi Klub sampai SSB, namun tidak ada wujud uangnya bagi Klub sampai SSB. Padahal untuk biaya operasional, Klub hingga SSB butuh uang.

Karenannya, menjadi pengurus PSSI, yang seharusnya, PSSI dapat menghidupi pengurusnya serta menghidupi (baca: menggaji) anggota PSSI alias voternya, di Indonesia, justru sebaliknya, PSSI, terutama dari tingkat Askot, Askab, hingga Asprov dihidupi oleh pengurusnya.

Bagaimana dengan PSSI Pusat? Ini berbeda. Ada bagian di PSSI yang harus menjadi mesin uang. Mesin uang ini wajib menghasilkan uang demi membayar gaji para pengurus dan stafnya. Agar setiap bulan, gajinya terbayar.

Meski berbeda dari segi keuangan antara PSSI Askot, Askab, Asprov dan PSSI Pusat, kesamaannya adalah sama-sama menjadi kendaraan politik, atau menjadi sarana politik bagi pihak yang menyeponsori siapa yang menjadi pengurus.

Tidak bisa disangkal, PSSI mulai dari Askot, Askab, Asprov, sampai Pusat, semua membutuhkan anggaran logistik, yang sejatinya, mustahil dapat dipenuhi oleh para pengurus, bila para pengurus asalnya bukan miliarder atau jutawan.

Begitu pun keberadaan Klub Liga 1 sampai sekelas SSB. Mustahil Klub dapat bertahan bila sang pemilik bukan orang yang kelebihan uang.

Meski tetap ada perbedaan yang signifikan. Klub Liga 1 dan sebagian Klub Liga 2, akan gajian saat KB atau KLB dan saat Kompetisi digulurkan. Saat KB dan KLB akan selalu ada pundi-pundi uang yang masuk ke kasnya, sebab menjadi voter PSSI.

Begitu pun setiap Asprov, juga akan ada gajian saat KB dan KLB, karena sama-sama menjadi voter PSSI.

Bagaimana dengan Klub Liga 3 dan Klub anggota Askot dan Askab? Apa mereka punya gajian? Jawabnya, tidak. Si pemilik akan berjibaku mencari anggaran logistik sendiri.

Lalu,.dengan Diklat atau Akademi atau SSB? Ketiganya hanya mengandalkan keuangan dari.pemilik dan orangtua siswa. Namun, orangtua siswa banyak yang seenaknya, lalai pada tanggungjawab dan sering mengabaikan kewajiban membayar iuran bulanan.

Dapat disimpulkan, orang-orang yang menjadi pengurus atau pemilik Klub sampai SSB di Indonesia, yang tetap bertahan di panas dan hujan, di saat susah dan menderita, adalah orang-orang ikhlas yang tahan banting.

Membiarkan dirinya mengabdi kepada masyarakat melalui olah raga sepak bola. Sebab, berderma dan beramal, bisa di semua tempat, tidak harus di rumah Allah, panti sosial, Yayasan Yatim-Piatu dll.

Menyangkut hal ini, saya pernah mendengar kisah tentang pengurus Klub sampai SSB yang menyebarkan proposal kegiatan sepak bola ke rumah-rumah yang fisiknya kaya atau ke orang-orang yang gaya hidupnya kaya harta, bukan Instansi/Perusahaan.

Belum lagi proposal diterima apalagi dibaca, proposal sudah ditolak dengan alasan, mereka sudah menyalurkan bantuan ke panti sosial dan sejenisnya.

Atas peristiwa itu, yang berkisah pun, tetap ikhlas dan bertahan menjalankan roda kegiatan dari tingkat Klub sampai SSB, sebab beramal dan berbuat baik bisa di mana saja, termasuk di sepak bola.

Karenanya, Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI, pada Kamis (16/2/2023), khususnya untuk yang akan memperebutkan kursi Ketua Umum, coba tanya, sudah menyiapkan anggaran berapa sekadar untuk terpilih menjadi Ketua Umum?

Sudah berapa miliar uang yang mungkin sudah digelontorkan untuk para voter demi mereka memilih namanya? Bisa jadi, untuk pemilihan satu ketua, dua wakil ketua, dan 12 exco, alias paket untuk 15 orang, sudah dipilih minimal.50 persen plus satu dari jumlah 87 voter agar paket berisi 15 orang tersebut dapat menduduki jabatan pengurus baru di PSSI.

Bagi para voter yang terpilih oleh salah satu paket kandidat pengurus PSSI baru, tentu ini menjadi berkah bagi mereka, dalam rangka meraih pundi-pundi rupiah secara instan.

Atau bisa jadi, paket 15 calon pengurus ini ada yang terpecah-pecah. Sehingga,, kocek yang digelontorkan pun akan dari berbagai pintu. Rezeki yang mustahil diabaikan oleh para voter, bukan?Apakah mustahil juga, bila ternyata semua kandidat menggelontorkan anggaran yang dibagikan kepada 86 voter Lalu, semua voter menerima uangnya, tetapi yang dipilih oleh mereka, yang kasih uang yang jumlahnya lebih banyak?

Itulah wacana dan fenomena untuk KLB PSSI yang skenarionya sudah sangat mudah dibaca oleh publik sepak bola nasional. Publik yang sejatinya menjadi pemilik sah sepak bola nasional, karena kontribusinya bagi sepak bola nasional ada di semua lini, tetapi tetap berkedudukan sebagai penonton, tidak pernah diberikan kesempatan mendapatkan suara dalam Kongres Biasa (KB) atau KLB PSSI.

Kisah-kisah dari para pemilik Klub sampai SSB yang memiriskan hati, hingga saat ini, masih terus menjadi nyanyian di dunia sepak bola abadi di negeri ini. Bagaimana dengan kisah nyanyian KLB PSSI?

KLB PSSI pun nyanyiannya sama, menjadi pesta poranya para voter yang mengeruk pundi-pundi rupiah dari para calon pengurus PSSI yang berharap dipilih oleh mereka. KLB PSSI Kamis (16/2/2023) juga tidak akan jauh panggang dari api.

KLB hanya akan menjadi adegan drama yang aktor, naskah, dan penyutradaraannya sudah disiapkan secara matang.

Siapa yang akan menjadi ketua, dua wakil, dan 12 exco PSSI yang baru, dari naskah yang bocor dan sudah beredar di media massa, nampaknya publik sepak bola nasional sudah dapat menebak siapa 15 calon pengurus baru PSSI itu.

Sebagai pengingat, seperti sudah saya ulas di awal, kalau tidak punya uang dan dukungan, tidak usah sok-sok-an mendaftar menjadi calon pengurus PSSI.

Pasalnya, siapa ketua, 2 wakil, dan 12 exco PSSI yang baru, hampir pasti akan dimenangi oleh calon yang menggelontorkan uang lebih banyak. Entah, asal uangnya dari kantong pribadi? Atau dari para pemodal yang juga punya imbalan atas modal yang dikucurkan? Atau dari partai politik, sebab sepak bola sama dengan massa, sama dengan suara yang berharga untuk sekadar 1 atau 2 atau lebih kursi jabatan/kekuasaan di negeri ini.

Jadi, saya pribadi, sejak Komisi Pemilihan (KP) dan Komisi Banding Pemilihan (KBP) terpilih, sejak itulah saya sudah melihat naskah drama KLB dimulai dengan penyutradaraan yang tidak sulit ditebak alur dan ending ceritanya. Siapa 15 pengurus baru PSSI yang akan terpilih? Apakah di dalamnya masih kuat unsur orang lama, yang disebut publik sebagai mafia?

Ayo buktikan. Yang "kuat" yang akan terpilih. Bisa digaransi. Lalu, sepak bola nasional mau di bawa ke mana? Tapi pesta pora voter usai, menunggu pesta berikutnya. Senangnya abadi jadi voter PSSI. wah...

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu