Memang harus diakui sebagian dari kita tentu kecewa dengan keputusan Egy Maulana dan Witan Sualeman kembali ke tanah air untuk bergabung dengan tim-tim Indonesia. Kekecewaan ini muncul karena dirasa mereka pulang terlalu cepat dan usianya yang dirasa masih muda.
Namun, keputusan untuk pulang ke tanah air pun rasanya tidak sepenuhnya salah, bila alasan utamanya adalah jam main yang dirasa masih kurang ketika mereka bermain di luar negeri. Sekarang beban itu sudah diberikan kepada dua pemain muda Indonesia untuk berkarir di luar negeri, Marselino Ferdinan dan Ronaldo Kwateh.
Memang di angkatan mereka setidaknya ada dua nama lagi yang digadang-gadang juga akan bermain di luar negeri, yaitu Muhammad Ferrari (Persija Jakarta) dan Hokky Caraka (PSS Sleman). Jika semua perpindahan ini benar terjadi, bisa dikatakan semenjak zaman Evan Dimas dan kawan-kawan mulai menjadi lokomotif bermain di luar negeri pasca pembekuan, maka Indonesia setidaknya selalu ada satu pemain yang aktif bermain di luar negeri.
Uniknya lagi, semenjak skuad juara Piala AFF U19 2013 hingga sekarang, setidaknya tim nasional yang mereka bela selalu lolos ke Piala Asia atau bermain di tingkat tertinggi yang saat itu bisa kita capai, yaitu Asia.
Tentunya, bukan hanya Evan Dimas dan kawan-kawan saja yang pernah bermain di luar negeri, sebelumnya pun secara perorangan sudah ada yang bermain di luar negeri seperti Syamsir Alam, Arthur Irawan atau Bambang Pamungkas. Harus diakui, di jaman Evan Dimas cukup banyak yang berkarir di luar negeri, Evan Dimas (Selangor, Malaysia), Ilham Udin Almayn (Selangor, Malaysia), Ryuji Utomo (Thailand dan Bahrain) dan Yanto Basna (Thailand).
Secara signifikan pemain berlabel Timnas Indonesia secara bergerombol bermain di luar negeri. Selanjutnya tim nasional U19 (Piala Asia U19 2018) angkatan Egy Maulana Vikri dan Witan Sulaeman, ada Syahrian Abimanyu, Firza Andika, Saddil Ramdani, Asnawi Mangkualam dan Muhammad Iqbal pun pernah bermain ke luar negeri. Di angkatan bawahnya ada Elkan Baggot (Inggris), Pratama Arhan (Jepang) yang mulai rutin berlatihan dengan tim utama di timnya masing-masing
Masih banyak lagi pemain-pemain di generasi selanjutnya yang pernah dan masih bermain di luar seperti yang layak kita dukung. Mungkin memang, kita belum memiliki benar-benar pemain yang secara rutin mampu bersaing di luar negeri, dengan rata-rata pemain kita yang bermain di luar negeri sekitar 2-3 tahun, maka Egy Maulana Vikri termasuk bisa menjadi contoh karena mampu bertahan lima tahun di Eropa.
Namun, keberanian untuk meneruskan estafet bermain di luar negeri layak didukung, karena selain untuk meningkatkan kemampuan pemain bermain di luar negeri merupakan salah satu langkah meningkat kemampuan tim nasional dibawah arahan Shin Tae-yong.
Tapi, kalau tiap keputusan pemain masih selalu disertai cacian dan ketika kurang menit bermain di luar negeri pun tidak kita dukung, maka sebaiknya kita pun sadar diri sebagai suporter sudahkah kita memberikan ekosistem sepakbola yang sehat untuk Indonesia dan para pelakunya? Dan siapakah yang akan melebihi Egy Maulana Vikri dan bermain di Liga Champions Eropa/Asia secara reguler?
Ikuti tulisan menarik muhammad rizal lainnya di sini.