x

Sumber ilustrasi: stock.adobe.com

Iklan

Ikhwanul Halim

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 21 Februari 2023 20:04 WIB

Istana Pasir

Papa melangkah ke dalam lingkaran dan meletakkan tangannya di bahu Mama. Setelah disentuh Papa, Mama menjauh dan berjalan menuju laut. Aku berlari untuk mengumpulkan pasir sebelum air pasang mencapai kami. Aku memiringkan ember berulang kali dan membangun istana yang lebih tinggi, lebih luas, lebih kuat.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Mama dan Papa membawaku ke pantai setiap tahun saat ulang tahunku. Ketika sampai di rumah, aku menulis semuanya seperti sebuah cerita dan bahkan membnuat ilustrasi gambarnya.

Tahun depan aku akan meminta kado kamera agar dapat mengambil foto dan memulai album diary. Inilah yang terjadi hari ini:

1. Aku menjilat es krim yang menetes di jari-jariku, dan melihat burung camar terbang membentuk lingkaran di atas kepala.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Eskrim favoritku adalah vanilla dengan saus dan serpihan cokelat dan dua wafer dalam corong.

Papa dan Mama duduk di dinding di kedua sisiku sampai aku menghabiskan setiap suapan.

2. Cangkang kerang digantung di tangan mereka dan digoyang-goyangkan. Air pasang bergulir di kaki kami dan menarik pasir di antara jari-jari kaki kami. Aku merasakan sengatan di bawah tumit tetapi itu bukan ubur-ubur, hanya cangkang pecah yang mengiris tapak kakiku.

Tahukah kalian bahwa kerang adalah kulit pelindung makhluk laut mati? Seperti baju zirah. Saat hewan itu mati, cangkangnya terdampar di pantai dan tenggelam ke dalam pasir. Papa mengangkatku ke pundaknya sementara Mama menempelkan plester di kakiku.

Aku melihat ke bawah dan melihat cangkang yang pecah berlumuran darah sebelum ombak menyapunya.

3. Istana Pasir kami terlindung di bawah naungan payung. Aku mengumpulkan seember pasir basah sementara Papa menggali parit yang dalam di sekitar Mama. Parit itu disebut parit perlindungan. Papa mengisinya dengan air dan mencegah penyusup masuk.

Aku membangun kastil di sekitar Mama sementara dia melihat lurus ke depan. Matanya adalah cermin yang memantulkan isi seluruh dunia.

4. Papa melangkah ke dalam lingkaran dan meletakkan tangannya di bahu Mama. Setelah disentuh Papa, Mama menjauh dan berjalan menuju laut. Aku berlari untuk mengumpulkan pasir sebelum air pasang mencapai kami. Aku memiringkan ember berulang kali dan membangun istana yang lebih tinggi, lebih luas, lebih kuat.

Air menetes ke parit dan mengurungku. Aku mengulurkan tangan dan membuat menara minring. Gelombang bergegas ke arahku dan memercik ke wajahku.

Aku mengambil segenggam pasir basah dan menumpuknya di menara, tetapi ombak menghantam dan dinding runtuh di antara jari-jariku.

5. Aku melindungi mataku dari matahari dan mencari Mama. Dia berada di laut, mengambang di punggungnya. Matahari berdenyut seperti jantung ikan dan menodai air sehingga berubah merah. Aku berteriak agar Mama kembali, agar Papa menyelamatkannya, tetapi Mama hanyut semakin jauh.

6. Akhirnya aku berdiri di antara Papa dan Mama saat busa tudung putih membasuh kedua kakiku dan melahap istana pasir. Istana yang kubangun meleleh seperti es krim dan menghilang, seolah-olah tak pernah ada.

Tapi itu tidak masalah. Tahun depan, aku akan membuat yang lain dan mengambil fotonya agar aku dapat mengingatnya dengan benar.

Jadi istana pasirku akan bertahan selamanya.

 

 

Bandung, 21 Februari 2023

Ikuti tulisan menarik Ikhwanul Halim lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler