x

cover buku Man of Honor

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Rabu, 1 Maret 2023 07:19 WIB

Man of Honor - William Soeryadjaya yang Layak Dikagumi

Banyak buku dan artikel membahas sosok William Soeryadjaya. Buku ini memberikan banyak detail yang belum diungkap dalam buku lain dan artikel-artikel tentang Tokoh Otomotif Indonesia ini.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Man of Honor

Penulis: Teguh Sri Pambudi dan Harmanto Edy Djatmiko

Tahun Terbit: 2013 (Cetakan ketiga)

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Tebal: xvii + 689

ISBN: 978-979-22-9097-4

 

 

Sebelum membaca buku ini, saya telah membaca buku “William Soeryadjaya – Anak Majalengka yang Berhasil Menjadi Konglomerat.” Saya juga sudah membaca berbagai artikel di surat khabar dan majalah yang membahas tokoh yang menyukai cerutu tersebut.

Meski sudah banyak mendapatkan informasi tentang penggagas mobil KIJANG ini, saya tetap membaca buku “Man Of Honor” karena di pengantar buku tersebut dijanjikan fakta-fakta detail dari kehidupan Sang Konglomerat yang dikenal sebagai raja otomotif Indonesia.

Informasi tentang bagaimana William membangun ASTRA yang fenomenal sudah banyak dibahas di tempat lain. Termasuk perjalanan ASTRA yang akhirnya menjadi gurita karena bisnisnya meliputi berbagai bidang. Komitmennya untuk mempertahankan nama baik keluarga dengan menjual saham ASTRA yang dibesarkannya saat keluarganya tertimpa masalah Bank Summa juga sudah banyak diketahui umum.

Apakah benar ada fakta-fakta yang belum atau jarang diketahui khalayak umum tentang tokoh yang bernama asli Tjia Kian Liong?

Ternyata janji Teguh Sri Pambudi dan Harmanto Edy Djatmiko sang penulis biografi William Soeryadjaya memang benar. Buku ini dipenuhi dengan informasi yang belum banyak diungkap ke publik. Setidaknya hal-hal yang belum saya ketahui sebelumnya tentang tokoh yang sangat religius ini. Buku ini dipenuhi dengan informasi ringan seperti kemampuan William Soeryadjaya makan sate sampai 60 tusuk sekali makan, kesukaannya memberi uang kepada siapapun yang ditemuinya, keisengannya kepada staf Astra sampai ke informasi serius yang berhubungan dengan bisnisnya.

Melengkapi informasi tentang keberaniannya dalam mengambil risiko dalam berbisnis, Teguh dan Harmanto memaparkan bagaimana perjalanan bisnis William Soeryadjaya. Om William, demikian ia disapa oleh para staf dan mitranya ternyata pernah dipenjara karena dituduh melakukan korupsi di Perusahaan Sangga Buana. Sanggabuana didirikan saat Pemerintah mengeluarkan Program Benteng, sebuah kebijakan untuk mendongkrak pengusaha pribumi. Sebagai orang Tionghoa Om William tidak bisa mendirikan perusahaan atas namanya sendiri. Maka ia mencari mitra pribumi untuk membangun perusahaan. Setelah Sanggabuana sukses, sang mitra ingin menguasai perusahaan tersebut. Karena William tidak bersedia menyerahkan perusahaan tersebut, maka mitranya menuduh William melakukan korupsi dan akhirnya masuk penjara.

Justru saat di penjara itulah dia bertemu dengan Tuhan sehingga menjadi seorang yang sangat religius. William selalu berdoa lama sebelum makan. Ia sangat rajin ke gereja. Iman menjadi salah satu kekuatan dalam menghadapi semua permasalahan bisnis.

Keberaniannya mengambil risiko dalam berbisnis ini diimbangi oleh dua adiknya yang bersama-sama membesarkan Astra. Tjia Kian Tie adalah adik yang bisa memberikan analisis mendalam tentang bisnis yang akan dimasuki oleh Astra. Sedangkan Tjia Kian Joe (Benyamin) adalah adiknya yang lebih berperan dalam mengerem jika keputusan yang diambil William dianggap berbahaya. Meski mereka bertiga mempunyai karakter berbeda dalam menjalankan bisnis, namum mereka selalu serasi dalam mengelola perusahaan.

Teguh dan Harmanto menjelaskan bahwa alasan mengapa ASTRA agresif dalam berbisnis adalah karena William ingin perusahan ini menjadi tempat bekerja bagi masyarakat Indonesia. William bercita-cita ASTRA menjadi aset nasional yang bisa menyerap sebanyak mungkin tenaga kerja. Itulah sebabnya William sangat tidak suka dengan PHK jika perusahaan mengalami masalah. Ia selalu mendorong manajemen untuk mencari cara supaya tidak terjadi PHK. ASTRA harus menjadi pohon rindang bagi masyarakat Indonesia. Sepeda merk Federal adalah salah satu bisnis yang lahir karena William melarang melakukan PHK padahal pabrik perakitan sepeda motor sedang macet.

Informasi tentang ASTRA yang kelimpungan karena masalah di Pertamina juga sudah banyak dibahas. Buku lain hanya menggambarkan kemelut ASTRA karena beberapa bisnisnya dengan Pertamina kolaps. Namun buku ini memberikan detail bagaimana William menyelamatkan ASTRA dengan kemampuan negosiasinya. Pihak-pihak kreditor mau menjadwalkan ulang hutang-hutang ASTRA sehingga ASTRA bisa kembali berkibar.

William adalah seorang yang peduli kepada isu lingkungan. Menyadari bahwa bisnis otomotifnya berkontribusi besar pada polusi udara, ia dengan sungguh-sungguh mendukung Emil Salim dalam upaya program Pembangunan Berkelanjutan. William adalah penyumbang besar Dana Mitra Lingkungan yang digagas oleh Emil Salim.

Selain isu lingkungan William sangat peduli dengan pendidikan. Khususnya pendidikan yang berhubungan dengan kewirausahaan. William selalu memberi kesempatan kepada pegawai perusahaannya untuk belajar supaya bisa membawa pengetahuan dan keterampilan baru ke perusahaan. William juga menjadi salah satu dari pendiri Prasetya Mulya, sebuah yayasan yang berkecimpung dalam dunia pendidikan tinggi bisnis.

Tentang keputusan William menjual sahamnya di ASTRA untuk mengembalikan uang nasabah Bank Summa juga sudah banyak dibahas. Namun bagaimana proses dari hari ke hari sampai akhirnya William memutuskan untuk menjual sahamnya hanya saya temui di buku ini.

Karya Teguh dan Harmanto ini memang fokus kepada tokoh William yang patut dikagumi. William adalah benar-benar Man of Honor seperti judul yang dipilih untuk buku ini. Itulah sebabnya buku ini kurang membahas faktor-faktor luar yang berpengaruh besar pada berbagai persoalan yang dihadapi oleh ASTRA. Pengaruh Rejim Orde Baru yang banyak diberitakan memberi andil besar dalam ambruknya Bank Summa sama sekali tidak disinggung. Padahal di buku “William Soeryadjaya – Anak Majalengka yang Berhasil Menjadi Konglomerat” topik ini ditulis lumayan panjang.

Buku ini menyinggung serba sedikit tiga dari empat anak William. Edwin, Judith dan Joyce dibahas serba singkat. Namun informasi tentang Edward tidak ada sama sekali. Padahal kita tahu bahwa Edward adalah pendiri Bank Summa yang kasusnya membawa petaka bagi keluarga William. Saya yakin bahwa membahas “kesalahan” Edward dalam berbisnis di Bank Summa tidaklah akan mengurangi kekaguman pembaca kepada William. Tetapi sepertinya Teguh dan Harmanto memilih untuk tidak menyentuh bagian ini. 736

 

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler