x

Iklan

Christian Saputro

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 18 Juni 2022

Kamis, 2 Maret 2023 20:40 WIB

Kain Tapis, Pesona Wastra Ikon Rupa Lampung

Palembang punya kerajinan kain songket yang jadi salah satu ikon (tetenger) daerah Sumatera Selatan Bengkulu punya batik besurek, Medan punya Ulos, Yogyakarta dan Solo punya batik tulis. Sedangkan Provinsi Lampung yang telah ditetapkan sebagai daerah tujuan wisata (DTW) ke-18 juga punya kerajinan (kriya) kain tenun yang terkenal dengan sebutan tapis.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kain Tapis merupakan salah satu jenis kerajinan  tradisional masyarakat Lampung. Konon, kain ini merupakan salah satu manifestasi orang Lampung dalam upaya menyelaraskan kehidupannya baik pada  lingkungannya maupun Sang Pencipta Alam Semesta.

Palembang punya  kerajinan kain songket yang jadi salah satu ikon (tetenger) daerah Sumatera Selatan Bengkulu punya batik besurek, Medan punya Ulos, Yogyakarta dan Solo punya batik tulis. Sedangkan Provinsi Lampung yang telah ditetapkan sebagai daerah tujuan wisata (DTW) ke-18  juga punya kerajinan (kriya) kain tenun yang terkenal dengan sebutan  tapis.

Tapis memang belum sepopuler kain songket, ulos atau batik. Tetapi kini pesona dan pamor salah satu ikon rupa lampung ini mulai terangkat dan dikenal. Selain menjadi bahan adi busana, kriya, kini  Tapis juga dijadikan materi  hiasan dinding (interior)  di rumah-rumah dan kantor-kantor bergengsi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 Ikon Rupa Lampung

Tapis Lampung yang kini jadi ikon rupa Lampung dalam pembuatannya melalui dua tahap. Pertama,  pembuatan kainnya dengan lat tenun tradisional. Dan tahap, kedua, pemberian corak timbul atau motif pada bahan kain yang telah selesai ditenun dengan sulaman emas benang tapis.

Tapis Lampung adalah pakaian wanita suku Lampung yang berbentuk kain sarung terbuat dari tenun benang kapas dengan motif atau hiasan bahan sugi, benang perak atau benang emas dengan sistim sulam ("Cucuk"-Lampung--red).

Tapis  berupa hasil tenun benang kapas dengan motif, benang perak atau benang emas dan menjadi pakaian khas suku Lampung. Jenis tenun ini biasanya digunakan pada bagian pinggang ke bawah berbentuk sarung yang terbuat dari benang kapas dengan motif seperti motif alam, flora dan fauna yang disulam dengan benang emas dan benang perak.

Jenis Ragam Hias Tapis

Tapis Lampung termasuk kerajian tradisional karena peralatan yang digunakan dalam membuat kain dasar dan motif-motif hiasnya masih sederhana dan dikerjakan oleh pengerajin alias alat tenun bukan mesin (ATBM)

Kerajinan ini dibuat oleh wanita, baik ibu rumah tangga maupun gadis-gadis (muli-muli—bahasa Lampung artinya gadis--pen) yang pada mulanya untuk mengisi waktu senggang dengan tujuan untuk memenuhi tuntutan adat istiadat yang dianggap sakral.

 Untuk membuat kain tapis tempo doeloe bisa memakan waktu satu tahun. Bisa dimaklumi karena ini merupakan kerjaan sambilan.

 

Sejarah Kain Tapis Lampung

 

Kain Tapis merupakan salah satu jenis kerajinan tradisional masyarakat Lampung dalam menyelaraskan kehidupannya baik terhadap lingkungannya maupun Sang Pencipta Alam Semesta. Karena itu munculnya kain Tapis ini ditempuh melalui tahap-tahap waktu yang mengarah kepada kesempurnaan teknik tenunnya, maupun cara-cara memberikan ragam hias yang sesuai dengan perkembangan kebudayaan masyarakat.

Kain Tapis Kuno

Berdasarkan penelitian Van der Hoop disebutkan bahwa orang Lampung telah menenun kain Brokat yang disebut Nampan (Tampan) dan kain Pelepai sejak abad II masehi. Motif kain ini ialah kait dan konci (Key and Rhomboid shape), pohon hayat dan bangunan yang berisikan roh manusia yang telah meninggal. Juga terdapat motif binatang, matahari, bulan serta bunga melati.

 

Dikenal juga tenun kain tapis yang bertingkat, disulam dengan benang sutera putih yang disebut Kain Tapis Inuh. Hiasan-hiasan yang terdapat pada kain tenun Lampung juga memiliki unsur-unsur yang sama dengan ragam hias di daerah lain.

 

Hal ini terlihat dari unsur-unsur pengaruh tradisi neolithikum yang memang banyak ditemukan di Indonesia. Masuknya agama Islam di Lampung, ternyata juga memperkaya perkembangan kerajinan tapis ini.

 

Walaupun unsur baru tersebut telah berpengaruh, unsur lama tetap dipertahankan. Adanya komunikasi dan lalu lintas antar kepulauan Indonesia sangat memungkinkan penduduknya mengembangkan suatu jaringan maritim.

 

Dunia kemaritiman atau disebut dengan jaman bahari sudah mulai berkembang sejak jaman kerajaan Hindu Indonesia dan mencapai kejayaan pada masa pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan islam antara tahun 1500-1700 Masehi.

 

Bermula dari latar belakang sejarah ini, imajinasi dan kreasi seniman pencipta jelas mempengaruhi hasil ciptaan yang mengambil ide-ide pada kehidupan sehari-hari yang berlangsung di sekitar lingkungan seniman dimana ia tinggal.

 

Penggunaan transportasi pelayaran saat itu dan alam lingkungan laut telah memberi ide penggunaan motif hias pada kain kapal. Ragam motif kapal pada kain kapal menunjukkan adanya keragaman bentuk dan konstruksi kapal yang digunakan. Selain itu kapal yang di Lampung dikenal dengan sebutan Jung juga punya makna filosofi yang berarti kehidupan.

Dalam perkembangannya, ternyata tidak semua suku Lampung menggunakan Tapis sebagai sarana perlengkapan hidup. Diketahui suku Lampung yang umum memproduksi dan mengembangkan tenun Tapis adalah suku Lampung yang beradat Pepadun. Bahan dan Peralatan Tenun Tapis Lampung Bahan Dasar Tapis Lampung : Kain tapis Lampung yang merupakan kerajinan tenun tradisional masyarakat Lampung ini dibuat dari benang katun dan benang emas.

Benang katun adalah benang yang berasal dari bahan kapas dan digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan kain tapis, sedangkan benang emas dipakai untuk membuat ragam hias pada tapis dengan sistim sulam.

Kaligrafi Tapis

Pada tahun 1950, para pengrajin tapis masih menggunakan bahan hasil pengolahan sendiri, khususnya untuk bahan tenun. Proses pengolahannya menggunakan sistim ikat, sedangkan penggunaan benang emas telah dikenal sejak lama.

Bahan-bahan baku itu antara lain;  Khambak/kapas digunakan untuk membuat benang. Kepompong ulat sutera untuk membuat benang sutera.  Pantis/lilin sarang lebah untuk meregangkan benang.

Akar serai wangi untuk pengawet benang.  Daun sirih untuk membuat warna kain tidak luntur. Buah pinang muda, daun pacar, kulit kayu kejal untuk pewarna merah. Kulit kayu salam, kulit kayu rambutan untuk pewarna hitam.

Kulit kayu mahoni atau kalit kayu durian untuk pewarna coklat. Buah deduku atau daun talom untuk pewarna biru. Kunyit dan kapur sirih untuk pewarna kuning. Pada saat ini bahan-bahan tersebut diatas sudah jarang digunakan lagi, oleh karena pengganti bahan-bahan diatas tersebut sudah banyak diperdagangkan di pasaran.

Peralatan Tenun Tapis  

Proses pembuatan tenun kain tapis menggunakn peralatan-peralatan sebagai berikut :  Sesang yaitu alat untuk menyusun benang sebelum dipasang pada alat tenun.  Mattakh yaitu alat untuk menenun kain tapis yang terdiri dari bagian Alat-alat :  Terikan (alat menggulung benang) Cacap (alat untuk meletakkan alat-alat mettakh) Belida (alat untuk merapatkan benang)  Kusuran (alat untuk menyusun benang dan memisahkan benang)  Apik (alat untuk menahan rentangan benang dan menggulung hasil tenunan) Guyun (alat untuk mengatur benang)

Ijan atau Peneken (tunjangan kaki penenun) Sekeli (alat untuk tempat gulungan benang pakan, yaitu benang yang dimasukkan melintang) Terupong/Teropong (alat untuk memasukkan benang pakan ke tenunan) Amben (alat penahan punggung penenun) Tekang yaitu alat untuk merentangkan kain pada saat menyulam benang emas.

 

Motif Sulam Tapis

Kain tapis Lampung kaya ragam dan motif. Seperti  kain batik, tapis juga mempunyai beragam jenis. Sedikitnya tapis memiliki lima kelompok, yaityu Abung Siwo Mego, Tulang Bawang Mego Pak, Pubian Telusuku dan Pesisir.

 Tapis Abung Siwo Mego mempunyai 16 macam jenis yaitu; Tapis Rajo Tulak, Laut Handak, Laut Silung, Laut Linau, Jung Syarat, Balak, Pucuk Rebung, Cucuk Pinggir, Cucuk Semako, Cucuk Andak, Tuhaw, Rajo Medal, Arteng, Nyilem di Laut Timbul di Gunung, Rajo di Hawak dan Tapis Gajah Merem.

Tapis Tulang Bawang Mego Pak juga cukup bervariasi jenisnya antara lain;  Tapis Dewa Sano, Limar Sekebar, Ratu Tulang Bawang, Sasap, Kibang, Kilap, Turki, Bintang Perak, Balak, Kacamato Dilem dan Tapis Limau Tunggal.

Tapis Pubian Telusuku terdiri dari antara lain Jung Sarat, Balak, Linau dan lain sebagainya. Sedangkan tapis Pesisir antara lain terdiri dari Tapis Inuh, Cucuk Handak dan Tapis Semako.

Tapis Lampung dari Sungkai Way Kanan  terdiri dari Tapis Jung Sarat, Tapis Balak, Tapis Pucuk Rebung, Tapis Halom/Gabo, Tapis Kaca, Tapis Kuning, Tapis Lawok Halom, Tapis  Tuha, Tapis Raja Medal, Tapis Lawok Silung

 

Makna Filosofis Motif Tapis  

Kain tapis mempunyai banyak corak ragam motif. Dalam setiap motif tapis sendiri mempunyai kandungan  makna filosofis. Karena keindahan ragam dan motif tapis inilah membuat Ny. Poedjono Pranyoto, mantan isteri Gubernur Lampung kesengsem pesona dan menggugahnya dengan mengobarkan semangat dan jiwa gotong royong masyarakat Lampung dalam menjaga kelestariannya lewat semboyan Lampung Bertapis.

Berikut ini ragam motif tapis dan  makna filosofis yang terkandung didalamnya.

Motif Sasab  bermakna  penuh dan lurus, maksudnya sudah penuh dengan ilmu pengetahuan yang bermanfaat, baik lahir maupun batin sesuai dengan tuntunan agama dan adat istiadat yang berlaku.

Motif Tajuk Ayun bermakna, teguh pada pendirian yang sudah disepakati tidak terpengaruh pada hal-hal yang negatif, luwes mengikuti arus perkembangan zaman.

Motif Belah Ketupat bermakna tingkah laku dan perbuatan yang baik, untuk kepentingan bersama hendaklah dipelajari dan dipertahankan. Rezeki yang datang melalui kita adalah titipan Tuhan untuk kesejahteraan orang banyak bukan untuk diri sendiri.

Motif Pucuk Rebung bermakna hubungan kekeluargaan, tidak dapat dipisahkan dari orang lain. Oleh sebab itu harus tolong menolong saling Bantu membatu. Dalam mengangkat suatu masalah agar dapat diselesaikan dengan baik. Di samping itu silaturahmi harus dijaga dan dipelihara.

Motif Tajuk Dipergaya bermakna mudah dan dapat menyesuaikan diri dengan siapa pun, di mana pun berada, namun tetap memegang piil pesenggiri.

Motif Geometris bermakna suatu bangunan atau lembaga akan sempurna dan mantap bila di dukung dengan orang banyak dan berfungsi sesuai dengan keahlian yang ada padanya.

Motif Bunga bermakna setiap perbuatan dan pekerjaan harus rapi, indah dan menarik agar semua yang melihatnya senang dan menikmatinya.

Motif Bunga Sulur-sulur bermakna setiap ilmu pengetahuan, perbuatan yang baik dan bermanfaat hendaklah disebarluaskan atau ditularkan kepada oaring lain agar tetap terpelihara.

Motif Bunga Daun bermakna rezeki yang diperoleh dan hala-hal hendaklah disyukuri dan berbagi rasa dengan orang lain agar dapat dirasakan bersama-sama ini erat hubungannya dengan filsafat Lampung Nemui Nyimah.

Motif Bulu Kibang bermakna sejauh manapun merantau, suatu saat akan kembali ke kampung halamannya dengan membawa hasil dan martabat atau nama yang baik agar menjadi kebanggaan masyarakat aslinya sesuai dengan adapt istiadat yang berlaku seperti filasafat Lampung: Nengah Nyapur

Motif Burung bermakna  bebas memilih dan dipilih asalakan sesuai dengan adat istiadat yang berlaku, berperilaku yang sopan, lemah lembut dalam ucapan, untuk menyenangkan hati orang lain.

Motif Naga bermakna  seorang pemimpin atau pengusaha suatu wilayah hendaklah bijaksana, sabar, dan menghargai pendapat orang lain dan dapat mempertimbangkan suatu masalah dengan kepala dingin.

Motif Hewan Tunggangan bermakna seorang pemimpin yang dijadikan panutan orang banyak, hendakanya memiliki kemampuan dan kelebihan, baik moril maupun material, dan murah hatinya terhadap semua orang.

Motif Kapal/Bahtera  di Lampung lebih dikenal dengan sebutan Jung, bermakna untuk mencapai sutau tujuan harus memerlukan sarana dan prasarana dan usaha yang maksimal serta ketekunan.

Motif Hias Pohon Hayat bermakna susah senang, maju mundurnya kehidupan seseorang dalam masyarakat atau sutau usaha tergantung pada cara kita menempatkan diri dan pergaulan kita dalam masyarakat (lingkungannya).

Motif Manusia bermakna untuk mencapai suatu kesempurnaan atau kesuksesan diperlukan akal pikiran yang sehat, sabar dan jujur. Terutama dalam menghadapi persoalan-persoalan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat. Tingkah laku, tutur sapa hendaklah disesuaikan dengan nama (gelar) yang disandang. Seperti filsafat Lampung Bejuluk Bu adok dengan demikian mudah-mudahan terhindar dari balak (bencana).

Motif Meander bermakna tiap orang harus taat pada ajaran Tuhan, jujur, dan tidak sombong agar hidup tenang dan damai.

Motif Ketak-Ketik bermakna dalam kehidupan sehari-hari diharapkan hidup sederhana, tidak berlebih-lebihan, berperilaku wajar serta mensykuri nikmat Tuhan yang telah dilimpahkan kepada kita tidak boleh sombong (membanggakan diri).

Motif Gunung Umpu bermakna tidak boleh mencari-cari kesalahan orang lain, adapt istiadat yang sudah diwariskan harus dipakai dan dilestarikan, ambil manfaat dan kebaikannya serta hargailah hasil karya (usaha) orang lain.

Motif Cantdi/Stupa bermakna kesibukan pekerjaan seseorang hendaklah selalu ingat pada Tuhan sang Pencipta sekalian alam, sucikanlah hati sebelum memupai suatu pekerjaan.

Motif Jung Sarat/Dewa Sano bermakna untuk mencapai sutua tujuan yang luhur dan suci orang harus belajar menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang didukung oleh kemampuan fisik, moril dan material maupun spiritual.

Motif Manik-manik/Kaca bermakna berusahalah agat dapat menjadi suritauladan orang banyak. Kita harus menjadi tempat bercermin dan mengoreksi kekurangan diri sendiri lebih baik daripada menyalahkan orang lain.

Motif Mata Kibau bermakna dalam kehidupan sehari-hari orang harus melihat dan mencontoh perilaku orang yang baik (berahlak) belajarlah pada pengalaman agar tidak terulang hal-hal yang negatif.

Motif Bintang bermakna selalu berusaha agar menjadi sumber penerang bagi oaring banyak. Bila ingin dihormati dan dimualiakan orang, hormati dan muliakan orang lain terlebih dahulu.

Motif Lawet Hijau bermakna suatu pekerjaan atau kegiatan hendaknya dilakukan dengan tulus, hati yang jernih tanpa imbalan balas jasa, serta terbuka (transparan) tidak ada yang ditutupi.

Motif Pilin Berganda bermakna menjalin hubungan kekeluargaan hendaklah menyeluruh pada semua ahli famili, karena antara yang satu dengan yang lain saling terkait mengait, tidak boleh memutuskan tali silaturohim.

Motif Cucuk Handak bermakna orang yang sudah mencapai suatu kesempurnaan, berkecukupan dalam segala hal. Tidak pantas lagi melakukan pekerjaaan yang tercela sepantasnya yang bersangkutan tinggal berpikir dan memuji Tuhan sebagai rasa syukur atas nikmat yang sudah diterimanya.

Motif Caluk Lupan bermakna  walaupun kita sudah pandai dan pintar tidak salah, kalau bertanya terlebih dahulu, seperti ilmu padi, makin berisi makin menunduk.

Motif Kembang Manggis bermakna sifat watak dan perangai seseorang dapat dilihat (diketahui) dari tingkah laku dan gerak-gerik sehari-hari. Oleh sebab itu harus mawas diri dan waspada.

Jenis Tapis  Menurut Pemakainya

Tapis Jung Sarat

Dipakai oleh pengantin wanita pada upacara perkawinan adat. Dapat juga dipakai oleh kelompok isteri kerabat yang lebih tua yang menghadiri upacara mengambil gelar, pengantin serta muli cangget (gadis penari) pada upacara adat.

Tapis Raja Tunggal

Dipakai oleh isteri kerabat paling tua (tuho penyimbang) pada upacara perkawinan adat, pengambilan gelar pangeran dan sutan. Di daerah Abung Lampung Utara dipakai oleh gadis-gadis dalam menghadiri upacara adat.

Tapis Raja Medal

Dipakai oleh kelompok isteri kerabat paling tua (tuho penyimbang) pada upacara adat seperti : mengawinkan anak, pengambilan gelar pangeran dan

sutan. Di daerah Abung Lampung Utara tapis ini digunakan oleh pengantin wanita pada upacara perkawinan adat.

Tapis Laut Andak

Dipakai oleh muli cangget (gadis penari) pada acara adat cangget. Dipakai juga oleh Anak Benulung (isteri adik) sebagai pengiring pada upacara pengambilan gelar sutan serta dipakai juga oleh menantu perempuan pada acara pengambilan gelar sutan.

Tapis Balak

Dipakai oleh kelompok adik perempuan dan kelompok isteri anak seoranyang sedang mengambil gelar pangeran pada upacara pengambilan gelar atau pada upacara mengawinkan anak. Tapis ini dapat juga dipakai oleh mulicangget (gadis penari) pada upacara adat.

Tapis Silung

Dipakai oleh kelompok orang tua yang tergolong kerabat dekat pada upacara adat seperti mengawinkan anak, pengambilan gelar, khitanan dan lain-lain. Dapat juga dipakai pada saat pengarakan pengantin.

Tapis Laut Linau

Dipakai oleh kerabat isteri yang tergolong kerabat jauh dalam menghadiri upacara adat. Dipakai juga oleh para gadis pengiring pengantin pada upacara turun mandi pengantin dan mengambil gelar pangeran serta dikenakan pula oleh gadis penari (muli cangget).

Tapis Pucuk Rebung

Tapis ini dipakai oleh kelompok ibu-ibu/para isteri untuk menghadiri upacara adat. Di daerah Menggala tapis ini disebut juga tapis balak, dipakai oleh wanita pada saat menghadiri upacara adat.

Tapis Cucuk Andak

Dipakai oleh kelompok isteri keluarga penyimbang (kepala adat/suku) yang sudah bergelar sutan dalam menghadiri upacara perkawinan, pengambilan gelar adat. Di daerah Lampung Utara tapis ini dipakai oleh pengantin wanita dalam upacara perkawinan adat. Di daerah Abung Lampung Utara tapis ini dipakai oleh ibu-ibu pengiring pengantin pada upacara adat perkawinan.

Tapis Limar Sekebar

Tapis ini dipakai oleh kelompok isteri dalam menghadiri pesta adat serta dipakai juga oleh gadis pengiring pengantin dalam upacara adat.

Tapis Cucuk Pinggir

Dipakai oleh kelompok isteri dalam menghadiri pesta adat dan dipakai juga oleh gadis pengiring pengantin pada upacara perkawinan adat.

Tapis Tuho

Tapis ini dipakai oleh seorang isteri yang suaminya sedang mengambil gelar sutan. Dipakai juga oleh kelompok orang tua (mepahao) yang sedang mengambil gelar sutan serta dipakai pula oleh isteri sutan dalam menghadiri upacara pengambilan gelar kerabatnya yang dekat.

Tapis Agheng/Areng

Dipakai oleh kelompok isteri yang sudah mendapat gelar sutan (suaminya) pada upacara pengarakan naik pepadun/pengambilan gelar dan dipakai pula oleh pengantin sebagai pakaian sehari-hari.

Tapis Inuh

Kain tapis ini umumnya dipakai pada saat menghadiri upacara-upacara adat. Tapis ini berasal dari daerah Krui, Lampung Barat.

Tapis Dewosano

Di daerah Menggala dan Kota Bumi, kain tapis ini dipakai oleh pengantin wanita pada saat menghadiri upacara adat.

Tapis Kaca

Tapis ini dipakai oleh wanita-wanita dalam menghadiri upacara adat. Bisa juga dipakai oleh wanita pengiring pengantin pada upacara adat. Tapis ini di daerah Pardasuka Lampung Selatan dipakai oleh laki-laki pada saat upacara adat.

Tapis Bintang

Tapis Bintang ini dipakai oleh pengantin wanita pada saat upacara adat.

Tapis Bidak Cukkil

Model kain Tapis ini dipakai oleh laki-laki pada saat menghadiri upacara-upacara adat.

Tapis Bintang Perak

Tapis ini dapat dipakai pada upacara-upacara adat dan berasal dari daerah Menggala, Lampung Utara. Adapun jenis kain tapis yang dibuat antara lain berupa; Pelepai (hiasan dinding), Puade (ruang pengantin), selendang limar, tampan dan sebagainya. Sedangkan setiap ragam dan motif kain tapis menurut budayawan Lampung Azahari Kadir,  mengandung arti dan makna filosofi seperti lima prinsip dasar yang dimiliki orang Lampung yaitu, Piil Pesenggiriri, Nengah Nyappur, Sakai Sambaian, Nemui Nyimah, dan Bejuluk Bu Adok.

Perkembangan Tapis

Kain Tapis saat ini diproduksi oleh pengrajin dengan ragam hias yang bermacam-macam sebagai barang komoditi yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Sekarang ini tapis sudah diproduksi secara massal, dikerjakan sebagai industri kerajinan yang professional hingga sebagai industri kerajinan rumah tangga.

Kain tenun Tapis pada perkembangannya fungsinya tidak hanya digunakan hanya untuk kain yang digunakan para wanita dan acara-acara adat Tetapi kain tapis kini sudah dimodifikasi untuk kreasi busana, hiasan dinding, hiasan interior dan eksterior , dompet, gantungan kunci, dan cendera mata lainnya. Bahkan desainer asal  Lampung Aan Ibrahim, Raswan dan juga Ramli terinspirasi dan mengangkat Tapis dan sulam usus sebagai bahan-bahan karya adi busananya.

Pengrajin industri tapis sekarang ini tak lagi didominasi penduduk asli Lampung. Tetapi penduduk pendatang pun banyak yang menggelutri industri kerajian tenun tapis. Setelah mereka belajar dengan bekerja di industri kerajinan professional atau sanggar-sanggar, kemudia mereka mandiri.

 Cendera Mata

Tapis Lampung kini sudah dikenal, bahkan menjadi cenderamata dan salah satu penanda khas (ikon) dari daerah Lampung yang mulai mengkilat pamornya. Untuk mendapatkan jenis-jenis kain tapis ini di Lampung pun tak sulit banyak toko-toko cenderamata, art gallery dan sanggar-sanggar yang tersebar di kota Bandar Lampung Jika ke Lampung tanpa membawa cendera mata Tapis terasa kurang afdol.

Kain Tapis khas Lampung yang merupakan salah satu kekayaan seni budaya dan tetenger  daerah Lampung yang secara turun temurun terus bertumbuhkembang harus tetap dipelihara dan dilestarikan. Untuk melindungi karya kreatif ini perlu segera dipatenkan. Hal ini untuk menghindari agar kain Tapis tidak  di klaim sebagai hasil karya cipta daerah  atau negara lain seperti yang terjadi pada beberapa ragam kekayaan warisan budaya  negara kita yang diklaim negeri jiran.

 *) Christian Heru Cahyo Saputro, peneliti Folklor pada SEKELEK INSTITUTE  Publishing House, tinggal di Semarang

 

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Christian Saputro lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler