x

IMAGE GOOGLE

Iklan

Taufan S. Chandranegara

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 23 Juni 2022

Kamis, 9 Maret 2023 18:52 WIB

Mata Malaikat

Cerpen Mata Malaikat. Hmm, meskipun arah menyilang dari kedudukan ia berdiri berlawanan dari deret, rak, arah ke Utara, tak menghalangi rasa, dari suara kami masing-masing, saling membisikan kekejaman oligarki manipulatif, dehumanisasi-akan merajam tubuhmu, kau akan merajah tubuhku pula, sedekat waktu ini, manisku, bibirmu mendadak jadi coklat, itu pertanda kau anak darah dari Rasputin.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Lorong Perpustakaan Tengah Hari.

Lengang waktu ini. Ada desir asmara dari kesemerbakan searoma parfum, ini bukan bunga itu, bukan, sebagaimana lazim baunya, berpapasan, dari sudut mata, aku, melirik, bola mata itu sekilas melirik pula, hah, ha ha, amboi. Senyum itu menyeringai manis, sedikit, terlihat blur, di cuaca menuju musim semi.

Memilih beberapa buku diperlukan, memilih meja agak menyudut mendekat ke jendela di celah antara, rak buku memanjang ke Utara, pintu menuju ruang berikut. Hari ini membutuhkan sepi agak lama, mungkin beberapa jam.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

**

Bau parfum itu lagi, dia agak menepi, terasa mata itu melirik memperhatikan detail, semakin manis, meskipun terlihat jelas lebih kejam, dari sisi ia berdiri, di tengah antara dua rak buku, memanjang ke Timur, ia, menyelipkan tubuh, tapi sudut busana cantik itu tertangkap, seperti memanggil namaku.

Hmm, meskipun arah menyilang dari kedudukan ia berdiri berlawanan dari deret, rak, arah ke Utara, tak menghalangi rasa, dari suara kami masing-masing, saling membisikan kekejaman oligarki manipulatif, dehumanisasi-akan merajam tubuhmu, kau akan merajah tubuhku pula, sedekat waktu ini, manisku, bibirmu mendadak jadi coklat, itu pertanda kau anak darah dari Rasputin.

Rupanya ia telah tiba mendahului, bergegas tadi rupanya "Baiklah, apapun maumu,” benak kepala mencoba mengendalikan benak hati melolong purnama, apakah harus semanis madu? Sekarang ia mengambil tempat berlawanan dari sisi mejaku, posisinya juga sedekat jendela.

"Ya. Ya, sama-sama bisa saling mencuri gagasan sudut pandang, siapa akan menjaring sensor kebiadabanmu, dari sini, aku, bisa dengan lengkap melukiskan dirimu, terbantu terang menyilang dari bias cahaya jendelamu, aku pun demikian, terlihat dari tempatmu kan, artinya, kita mampu saling memukaukan aktual diri, setajam bilah belati terhunus sebentar akan membelah nadimu, siapa cepat dia dapat, anarkisme, di hatimu bergolak, sebagaimana kau baca aku, dari lirikan matamu."

"Oke, siapa kita, masing-masing, kau durjana atau aku pengkhianat, atau kita keduanya, bukan salah satunya,” menghela pikiran setara jalan napas. Menggelegak darah di puncak ubun-ubun, biarkan, kalau kau pemberani, ini saatnya, meledakkan kepala masing-masing

**

Ruangan Perpustakaan Sore.

Tumpukan buku di mejaku mungkin terlihat sama dengan tumpukan buku di mejamu. Lama kelamaan kami ada di antara tumpukan buku-buku, kami, saling terpukau oleh bacaan masing-masing, orang-orang di perputakaan berkurang satu-persatu, waktu ngeloyor menuju pukul penutupan perpustakaan.

Kami buat, perpustakaan ramai pengunjung, waktu terus berputar dari awal buka, hingga tengah hari, terus menuju sore sebelum perpustakaan tutup, membuat nyamam pengunjung, tak terasakan siklus putaran waktu cepat-presisi seperti semula, kala pengunjung datang ke perpustakaan, waktu ini membuat mereka lupa pulang.

Kami hanya saling memandang dengan sudut mata melirik, tak pernah saling bersentuhan, dengan jarak duduk di interior perpustakaan ini.

Aroma parfum, desiran asmara tipis-tipis, terasa terus membuai ke ruang pori-pori mimpi, saling memagut, kehangatan tergambar di serebrum, serupa film khayal mabuk kepayang tak bertuan, kaum siluman akan saling memangsa, di perpustakaan ini.

Adegan berjalan dalam estetika, membuai waktu putaran ekliptika membaurkan rasi bintang dalam serebral, membuat kami, dalam bola mata malaikat masing-masing, rasa ingin saling mereguk keindahan, menyala manis, melintas, Edgar Allan Poe, meninggalkan kesan pada kami, momen perasaan cantik itu, seketika, tak pernah terjadi apapun, meski, telah terbayang di ufuk mata.

***

Jakarta Indonesiana, Maret 09, 2023.

Ikuti tulisan menarik Taufan S. Chandranegara lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB