x

Iklan

Febrianto Dias Chandra

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 13 Maret 2023

Senin, 13 Maret 2023 19:24 WIB

Harta Berlimpah Pejabat Pemerintah dan Momentum Bersih-bersih

Oknum ASN yang pamer kekayaan (flexing) adalah bagian dari masyarakat yang mendapat kesempatan mengemban tugas abdi negara. Mental koruptif dan flexing tidak hanya bercokol di institusi pemerintahan, namun juga di masyarakat. Jadi, dalam mengatasi masalah budaya korupsi dan flexing tidak cukup hanya dengan penguatan sistem pengawasan internal pemerintah.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Akhir-akhir ini kekayaan sejumlah pejabat pemerintah tengah menjadi sorotan imbas dari kasus penganiayaan yang dilakukan seorang anak pejabat pemerintahan. Kita sepakat bahwa kasus penganiayaan terjadi tidak dapat diterima dan proses penegakan hukum wajib dijalankan secara adil.

Dalam sejumlah wawancara dan konferensi pers, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati secara cepat dan lugas mengecam kasus penganiayaan tersebut. Tentunya kita patut mengapresiasi langkah tanggap dan serius dari pimpinan institusi.

Bagi Menteri Keuangan, kepercayaan masyarakat kepada institusi pemerintahan sangat penting dan tidak boleh dicederai. Institusi pemerintah tidak dapat menganggap enteng stigma negatif masyarakat terhadap pemerintahan sebagai suatu kondisi yang umum dan wajar.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tidak dapat dipungkiri meskipun reformasi birokrasi telah berjalan dalam waktu yang cukup lama lebih dari satu dasawarna, tugas untuk membangun tingkat kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintah masih harus terus dikerjakan.

Stigma Aparatur Sipil Negara (ASN) korup, birokrasi yang rumit, dan layanan yang belum profesional masih hadir di tengah masyarakat. Stigma ini tidak hanya ditujukan kepada Kementerian Keuangan yang saat ini tengah menjadi sorotan masyarakat, melainkan juga kepada seluruh institusi pemerintah. Oleh karena itu, momentum bersih-bersih tidak hanya perlu dilakukan oleh Kementerian Keuangan saja namun juga oleh seluruh instansi pemerintah pusat dan daerah.

Dari kejadian ini, sedikitnya ada lima hal yang dapat kita jadikan pelajaran bersama.

Pertama, oknum ASN yang diduga melakukan tindak pidana korupsi dan/atau pencucian uang maupun oknum pegawai ASN yang melakukan flexing adalah bagian dari masyarakat Indonesia yang dalam perjalanan hidupnya mendapat kesempatan untuk mengemban tugas sebagai abdi negara. Sehingga, dalam mengatasi masalah budaya korupsi dan flexing tidak cukup hanya dilakukan dengan penguatan sistem pengawasan internal di institusi pemerintah.

Mental koruptif dan flexing tidak hanya lahir dan terjadi di dalam institusi pemerintahan, namun juga terjadi secara umum di masyarakat. Oleh karenanya, budaya anti korupsi dan anti flexing tidak hanya difokuskan pada ASN tetapi juga masyarakat secara luas agar siapapun anggota masyarakat yang kelak berkesempatan menjadi birokrat atau penyelenggara negara tidak lagi tertarik untuk melakukan tindakan korupsi dan flexing.

Kedua, seyogyanya setiap anggota masyarakat yang hendak bekerja di sektor publik berangkat dari panggilan atau motivasi untuk berkontribusi dalam membangun negeri, bukan untuk sekedar mencari mata pencaharian semata bahkan memperkaya diri sendiri dengan memanfaatkan kepercayaan yang telah diberikan. Oleh karena itu, kasus ini bisa menjadi momentum untuk mengevaluasi sistem rekrutmen ASN saat ini agar tidak hanya menyaring SDM dari sisi kognitif melainkan juga dari sisi karakter dan motivasi.

Tidak menjadi sebuah larangan untuk seorang birokrat atau penyelenggara negara memiliki barang berharga tertentu atau mencapai tingkat kemakmuran tertentu. Namun, setiap birokrat atau penyelenggara negara yang sedari awal terpanggil untuk turut membangun negeri tentu akan lebih berempati dan berkontribusi dalam mengatasi masalah kesenjangan sosial, salah satunya dengan menggunakan kelebihan materi untuk membuka lapangan pekerjaan baru.

Ketiga, kita sepakat bahwa budaya korupsi tidak hanya terjadi baru baru ini saja, melainkan sudah mengakar dan turun menurun dari generasi ke generasi. Penguatan karakter birokrat dan penyelenggara negara perlu difokuskan kepada yang saat ini menjabat agar dapat menjadi figur teladan bagi setiap pegawai baru.

Pegawai senior harus dapat menanamkan nilai-nilai pengabdian melalui teladan hidup selama bekerja. Institusi pemerintah tidak dapat mempertahankan birokrat yang menduduki posisi jabatan tertentu namun tidak dapat menjadi figur teladan untuk tetap menduduki posisi jabatan tersebut. Hal ini akan menghambat proses reformasi birokrasi.

Keempat, dalam berbagai wawancara, Menteri Keuangan memperkenalkan istilah three line of defence dimana sistem pengawasan institusi pemerintahan dilaksanakan secara berjenjang mulai dari atasan langsung sebagai lini pertama, unit kepatuhan internal sebagai lini kedua, dan inspektorat sebagai lini ketiga. Dengan adanya kasus ini, pemerintah perlu mengevaluasi kembali apakah sistem pengawasan yang ada saat ini sudah memadai dan efektif.

Pasca kasus penganiayaan dan flexing yang terkait dengan satu keluarga pejabat pemerintahan, saat ini mata masyarakat tertuju pada harta kekayaan para pejabat lainnya. Hal ini perlu dipandang sebagai bentuk dukungan positif dari masyarakat kepada pemerintah untuk segera melakukan upaya bersih-bersih. Desakan besar dari masyarakat melalui media sosial tidak dapat dipungkiri menjadi pendorong yang efektif bagi institusi pemerintah dalam melakukan perbaikan.

Oleh karena itu, masyarakat perlu dilibatkan sebagai lini keempat dalam sistem pengawasan pemerintah. Forum dialog perlu dibangun sedemikian rupa sehingga masyarakat mendapatkan akses yang mudah, aman, dan berkesinambungan untuk menjadi partner pemerintah dalam mengawasi dan mengungkap dugaan kasus koruptif dan pungli yang dilakukan oleh oknum ASN. Seluruh institusi pemerintah harus terbuka dan transparan untuk menerima dan menjawab masukan dari masyarakat.

Kelima, pengaruh media pers dan media sosial semakin efektif dalam mengawal penyelesaian setiap kasus yang muncul di negeri ini, tidak hanya kasus yang saat ini mencuat tetapi juga banyak kasus lain yang telah terjadi. Bahkan dampak dari kasus ini tidak hanya dirasakan oleh oknum terkait saja tetapi juga oleh banyak ASN.

Oleh karena itu, pemerintah perlu semakin menggandeng media dan pegiat media sosial untuk bersama-sama mengawal dan mengkomunikasikan progres perbaikan yang telah dilakukan. Bahkan, media dan pegiat media sosial dapat turut mendukung pemerintah dalam mensosialisasikan setiap inovasi yang telah berhasil dikerjakan oleh ASN untuk memotivasi generasi muda terpanggil menjadi ASN yang berintegritas dan turut ambil bagian dalam pembangunan  negeri.

Kita semua sepakat bahwa kasus penganiayaan, flexing, dan korupsi telah merugikan dan mencederai kepercayaan masyarakat. Pil pahit dari kejadian ini perlu kita terima dan kita jadikan momentum untuk melakukan bersih-bersih sebelum menguap dan kehilangan daya dorongnya oleh munculnya pemberitaan baru. Jangan pernah lelah mencintai negeri ini!

 

Ditulis oleh: Febrianto Dias Chandra, ASN Kementerian Keuangan. Opini penulis tidak mewakili kebijakan institusi Kementerian Keuangan.

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Febrianto Dias Chandra lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB