x

Diambil dari https://bulir.id/frans-seda-kresna-dari-tanah-flores/.

Iklan

Reinard L. Meo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 14 Maret 2023

Rabu, 15 Maret 2023 06:17 WIB

Frans Seda: Antara Altruisme, Heroisme, dan Definisi

Seorang altruis belum tentu heroik. Altruisme bisa dilakukan siapa saja, sedangkan heroisme mesti dibuktikan dalam konteks. Sorang yang heroik, sudah pasti altruis dengan sifat-sifat kepahlawanan yang siap untuk mengorbankan diri bagi yang lain. Pertanyaannya: Frans Seda hanyalah seorang altruis ataukah juga sangat heroik? Artikel ini merespons pengusulan Frans Seda sebagai pahlawan nasional.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sejak Juli sampai November 2022, Kompas rutin menurunkan berita dan tulisan yang bersinggungan langsung dengan Frans Seda. Dalam laporan Tatang Mulyana Sinaga, keteladanan Frans Seda masih tetap relevan (6/7/2022) dan jasanya begitu harum (7/7/2022); Asvi Warman Adam meninjau buku Putra Nusa Bunga & Wastra NTT: Mengenang Frans Seda lewat cinta yang bermula dari Maumere (21/8/2022); Stanley Adi Prasetyo mengandaikan Indonesia tanpa Frans Seda (4/10/2022)

Lalu ada  A Eddy Kristiyanto yang menilai Frans Seda adalah sosok Katolik yang berintegritas (4/10/2022); Axel J. H. R. Harianja merilis acara bedah buku yang menyebut Frans Seda sebagai figur yang menembus zaman (5/10/2022); dan Baskara T. Wardaya dengan mantap menyimpulkan, Frans Seda adalah pejuang seumur hidup (26/10/2022). “Litani kebesaran” Frans Seda kemudian memuncak dalam liputan Fransiskus Pati Herin dan Kornelis Kewa Ama. Dinilai menginspirasi, Frans Seda diusulkan jadi pahlawan nasional (24/11/2022).

Megaproyek pengusulan Frans Seda menjadi pahlawan nasional tidak hanya terdeteksi lewat narasi-narasi dalam Kompas. Seminar nasional dan talk show pun digelar. Setidak-tidaknya empat perguruan tinggi besar baik di Nusa Tenggara Timur maupun di luar Nusa Tenggara Timur telah menjadi locus yang mana Frans Seda sebagai calon pahlawan nasional telah didiskusikan dengan serius. Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif (IFTK) Ledalero (12/11/2022), Universitas Nusa Nipa (Unipa) Maumere (15/11/2022), Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira), Kupang (24/11/2022), dan Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta (1/12/2022) merupakan empat perguruan tinggi dimaksud.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Altruisme dan Heroisme

“Litani kebesaran” Frans Seda berikut diskusi-diskusi serius yang telah digelar panitia pengusulan Frans Seda sebagai pahlawan nasional, agaknya sulit dibantah. Tulisan ini pun tidak dimaksudkan untuk menegasi baik peran maupun jasa dari tokoh nasional kita itu. Namun, di tengah dunia yang kian pragmatis dan makin kental akan pengultusan secara emosional, kiranya baik untuk memerhatikan juga hal-hal yang lebih substansial. Percakapan tentang altruisme dan heroisme merupakan hal-hal substansial dimaksud.

Altruisme merupakan salah satu term penting dalam psikologi. Psychology Today menyebut altruisme sebagai acting to help someone else at some cost to oneself. Altruisme merujuk pada tindakan membantu orang lain dengan mengorbankan diri sendiri. Altruisme dapat mencakup berbagai macam perilaku mulai dari mengorbankan hidup seseorang untuk menyelamatkan orang lain, memberikan uang untuk amal atau menjadi sukarelawan di dapur umum, hingga hanya menunggu beberapa detik untuk membukakan pintu bagi orang asing.

Seseorang berperilaku altruis ketika melihat orang lain dalam keadaan menantang lalu muncul empati dan keinginan untuk membantu. Dalam filsafat sosial, altruisme mempresentasikan hakikat manusia sebagai mahkluk sosial. Anda mendapat kepenuhan makna lewat kehadiran orang lain. Tanpa orang lain, Anda tidak mungkin menjadi Anda yang sejati.

Lebih lanjut filsuf Emmanuel Levinas (1906-1995) dalam Totalité et Infini menjelaskan, orang lain (Autrui atau l’Autre) menyatakan diri kepada kita melalui wajah-nya. Dalam dan melalui wajah, sesuatu yang transenden menyatakan diri. Wajah sebagai yang metafisis menghadirkan aspek transendensi dalam dirinya (Baghi, 2012:23). Dan dalam cerita Kitab Suci Katolik, sebagai misal, altruisme dapat ditemukan pada sosok orang Samaria yang baik hati yang menolong seorang asing yang turun dari Yerusalem ke Yerikho lalu jatuh ke tangan penyamun, yang dipakai Yesus dalam perumpamaan-Nya (Lukas, 10:25-37). Altruisme berkaitan erat dengan kasih sebagai salah satu dari tiga kebajikan Kristiani selain iman dan harapan.

Heroisme, dalam Merriam-Webster Dictionary, merujuk pada perilaku heroik terutama seperti yang ditunjukkan dalam memenuhi tujuan yang tinggi atau mencapai tujuan yang mulia. Dalam dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kelima (KBBI V), heroisme berkaitan dengan keberanian dalam membela keadilan dan kebenaran atau berkenaan dengan kepahlawanan. Dari dua pengertian ini, menjadi jelas, seseorang disebut pahlawan jika orang tersebut baik de facto maupun de jure telah berperilaku heroik dalam memenuhi tujuan yang tinggi atau mencapai tujuan yang mulia dan telah dengan berani membela keadilan dan kebenaran.

Orang yang altruis, belum tentu heroik. Altruisme merupakan kecenderungan yang mungkin pada siapa saja dalam keseharian hidup, sedangkan heroisme selalu menuntut konteks dan mesti dibuktikan dalam konteks. Sebaliknya, orang yang heroik, sudah pasti altruis in se. Orang dengan sifat-sifat kepahlawanan sudah tentu sekaligus orang yang memberi dan mengorbankan diri bagi yang lain.

Pertanyaannya sekarang, apakah Frans Seda sebetulnya hanyalah seorang yang altruis? Ataukah Frans Seda telah sangat heroik, sehingga dalam dirinya sendiri seumur hidupnya telah tampil sebagai orang yang memberi dan mengorbankan diri bagi orang lain dalam hal ini Bangsa dan Negara Indonesia? Antara altruisme dan heroisme, di manakah Frans Seda berada? Narasi-narasi sebagaimana terlampir di awal dapat memberi jawaban, sambil terus menanti narasi-narasi argumentatif lainnya dan upaya formal-prosedural yang tengah dikerjakan panitia.

Melampaui Definisi

Agar narasi-narasi argumentatif lainnya dan upaya formal-prosedural panitia pengusulan Frans Seda sebagai pahlawan nasional tidak terjebak dalam pragmatisme dan pengultusan secara emosional, melampaui definisi (definitio, batasan) merupakan perkerjaan rumah teramat penting.

Pertama, dalam pandangan umum keseharian, pahlawan identik dengan orang yang berhasil dalam perang, yang mati dalam perang, atau yang karenanya, dalam suatu situasi perang, sesamanya menjadi bebas atau merdeka. Altruis merupakan salah satu ciri utama seorang pahlawan. Perang dimaksud, jelas perang konvensional, perang yang tercatat dalam buku-buku sejarah, perang yang dipentaskan dalam film-film lawas. Di sini, melampaui definisi berkaitan erat dengan apakah model perang tidak turut berubah, sebagaimana banyak hal lain berubah seiring berjalannya waktu?

Berakhirnya Perang Dingin, salah satunya, mendorong Global Future Institute (GFI) yang dalam berbagai kajian dan analisis sejak 2010, mengistilahkan perang gaya baru sebagai perang asimetris (asymmetric warfare). Menurut Dewan Riset Nasional (DRN), perang asimetris adalah suatu model peperangan yang dikembangkan dari cara berpikir yang tidak lazim dan di luar aturan peperangan yang berlaku, dengan spektrum perang yang sangat luas mencakup aspek-aspek astagatra (perpaduan antara trigatra - geografi, demografi, dan sumber daya alam; dan pancagatra - ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya, dan pertahanan-keamanan).

Perang asimetris selalu melibatkan peperangan antara dua aktor atau lebih dengan ciri menonjol dari kekuatan yang tidak seimbang. Frans Seda tidak terkenal karena memegang senjata, mengusir musuh, dan memerdekakan Bangsa dan Negara Indonesia dari tangan penjajah. Namun selama hidupnya, dalam konteks perang asimetris, apakah Frans Seda sangat berperan dan mempunyai jasa besar sehingga layak menjadi pahlawan nasional? Tentu! Pemahaman ini yang mesti sejak awal dijernihkan agar bebas dari indikasi pragmatis dan kultus emosional.

Kedua, setelah menjadi pahlawan nasional, lalu apa? Di tengah sentimen primordial, komersialisasi identitas, dan ego kekubuan yang makin menguat, apa kontribusi sosial-politik Frans Seda sebagai pahlawan nasional? Paling sederhana dan bersentuhan secara langsung, apa dampak inspiratif Frans Seda sebagai pahlawan nasional bagi generasi muda NTT yang cenderung lebih mudah menemukan motivasi dalam diri pesepak bola atau artis, bagi kerdilnya cita-cita anak-anak Flores, dan kebuntuan ekonomi juga kultural orang-orang Maumere khususnya?

Penulis mendukung segala upaya menjadikan Frans Seda, tokoh kita yang altruis dan heroik itu sebagai pahlawan nasional, pada saat yang sama menanti pembuktian aksiologisnya. Sebab jika tidak, pada akhirnya akan kembali terjerembap dalam jebakan yang sama yakni pragmatisme, pengultusan secara emosional, dan definisi yang sempit. *   

*Reinard L. Meo, alumnus Sekolah Tinggi Filsafat Katolik (STFK) Ledalero, Maumere, Flores. Saat ini sedang mengikuti program Pasca Sarjana di Universitas Pertahanan Republik Indonesia.  

 

Ikuti tulisan menarik Reinard L. Meo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler