x

Iklan

Anwar Syafii Pulungan

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 23 November 2021

Rabu, 15 Maret 2023 06:39 WIB

Memutus Perkara Pemilu, Hakim PN Jakarta Pusat telah Melangar Yurisdiksi

Penulis mengira bahwa hakim-hakim PN Jakpus lupa pada perbedaan hukum publik dan hukum privat sebagaimana yang telah dipelajari penulis saat menjadi mahasiswa semester 1 dalam mata kuliah pengantar ilmu hukum.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pemilu merupakan elemen penting bagi demokrasi. Hakikatnya sebuah negara disebut demokratis apabila rakyat memiliki persamaan di depan hukum dan kesempatan berpartisipasi dalam pembuatan keputusan. Rakyat juga memperoleh pendapatan layak karena terjadi distribusi pendapatan yang adil. Tak kalah penting, rakyat memiliki kebebasan yang bertanggung jawab.

Pasal 22E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyatakan bahwa, Pemilu untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR, Anggota DPD, serta anggota DPRD diselenggarakan berlandaskan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. Pemilu atau pemilihan umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih, menyatakan pendapat melalui suara, dan berpartisipasi sebagai bagian penting dari negara sehingga turut serta dalam menentukan masa depan bangsa.

Melansir dari Koran Tempo, edisi 01 Maret 2023, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta pusat memberikan putusan dalam perkara no 757/Pdt.G/2022/PN antara Partai Prima selaku penggugat dan KPU selaku tergugat. Gugatan itu dilayangkan karena Partai Prima tidak lolos verifikasi oleh KPU untuk ikut serta dalam pemilu 2024. Sebelumnya pada 20 oktober 2022 Partai Prima sudah mengajukan perihal tersebut ke Bawaslu, namun ditolak . Kemudian pada 30 November 2022 juga mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta. Dan juga pada pokok putusannya juga tidak diterima, tepatnya diputus pada 26 Desember 2022

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Secara hukum, karena ini adalah sangketa Tata Usaha Negara Alur selanjutnya adalah banding ke PTTUN dan Kasasi ke MA. Namun anehnya Partai Prima malah mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri dan mengubah arah sangketa yang awalnya tata usaha negara menjadi perdata. Lebih aneh lagi PN Jakpus yang berisi "ahli-ahli" hukum justru menerima kasus ini.

Penulis mengira bahwa hakim-hakim PN Jakpus lupa pada perbedaan hukum publik dan hukum privat sebagaimana yang telah dipelajari penulis saat menjadi mahasiswa semester 1 dalam mata kuliah pengantar ilmu hukum. Hukum publik adalah hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan alat-alat perlengkapan atau hubungan antara negara dengan warga negaranya. Hukum yang masuk pada ranah hukum publik adalah Hukum Administrasi Negara, Hukum Internasional, Hukum Pidana, Hukum Tata Negara.  Contohnya pada kasus diatas, masuk kasus hukum publik dalam Hukum Administrasi Negara, terkhusus pada akibat dikeluarkannya KTUN (hasil verifikasi) sehingga dapat dikategorikan bahwa kompetensi mengadili adalah PTUN.

Sementara Hukum privat adalah hukum yang mengatur hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain, dengan menitikberatkan pada kepentingan perorangan. Contoh hukum perdata, hukum dagang. Pada kasus tersebut sudah jelas menyangkut orang yang satu dengan orang yang lainnya, misalnya wanprestasi, perkawinan, waris dan lain lain.

Bukti lain, bahwa ini termasuk dalam hukum publik adalah pada akibat hukumnya, tidak hanya berdampak pada KPU sebagai pihak yang kalah, tapi juga pada semua rakyat Indonesia atas penundaan pemilu 2024 ini. Dalam putusan ini jelas ada beberapa kekeliruan majelis hakim. Yang pertama Melanggar UUD 1945 Pasal 22 E ayat (1) "Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali".

Kedua, Pengadilan Negeri bertugas dan berwenang, memeriksa, mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata di tingkat pertama (Pasal 50 UU No.2 Tahun 1986). Sementara perkara ini jelas Perkara Administrasi Negara Khususnya Tata Usaha Negara. Ketiga, Dalam pasal 431 jo pasal 432 UU No 7 tahun 2017 Pemilu lanjutan digelar saat sebagian atau seluruh wilayah Indonesia terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian tahapan penyelenggaraaan Pemilu tidak dapat dilaksanakan.

Keempat, Melanggar prinsip konstitusi dalam memutuskan penundaan pemilu yang bukan Yurisdiksi dan kewenangan Pengadilan Negeri. Kelima, Menimbulkan kekacauan, Jika pemilu ditunda pada tahun 2025. Di negara demokrasi, Hukum sebagai aturan tertinggi, segala ketentuan penyelenggaraan negara diatur dalam hukum. Hukum juga memiliki kedudukan sebagaimana Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan bahwa hierarki peraturan perundang-undangan Republik Indonesia adalah sebagai berikut : 1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2) Ketetapan MPR; 3) UU/Perppu; 4) Peraturan Presiden; 5) Peraturan Daerah Provinsi; 6) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota Maka, dalam penyelenggaraan pemilu kita harus mengikuti aturan main yang ada.

Dengan tidak melanggar Konstitusi (UUD 1945) sebagai hukum tertinggi negara Indonesia, seperti pada Pasal 22E ayat (1) "Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. Dan Ketentuan Pasal 7 UUD NRI 1945 secara tegas berbunyi: 'Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan'.

Kemudian, aturan main bahwa yurisdiksi PN Jakpus yang pada dasarnya adalah daerah Jakarta Pusat, sangat lucu Ketika putusannya menunda pemilu yang berimbas secara nasional, wilayah hukum yang menjadi kewenangan pengadilan hanya di Jakarta Pusat tapi hakim melewati yurisdiksinya dan mencampuri yurisdiksi lain. Bahkan MK dan MA saja yang punya yurusdiksi secara nasional tidak punya wewenang untuk menunda pemilu karena bertentangan dengan hukum konstitusi.

Kemudian, penundaan yang disebut pemilu lanjutan hanya untuk daerah tertentu saja, bukan seluruh Indonesia atau nasional. Sehingga pelaksanaan pemilu secara nasional dalam keadaan apapun tidak bisa ditunda. Dengan demikian, pelaksanaan pemilu harus sesuai dengan aturan main yang ada, yaitu sesuai dengan peraturan Pemilu No 3 Tahun 2022. Bahwa, penyelenggaraan pemilu dilaksanakan pada tahun 2024.

Semoga pada Pemilu 2024 ini para kontestan putra-putra terbaik bangsa dapat memberikan pendidikan politik dan etika berpolitik yang baik kepada masyarakat. Sehingga dapat menghasilkan Presiden, kepala daerah dan wakil rakyat yang memiliki kompetensi dan integritas yang tinggi dalam memimpin. Membawa Indonesia menjadi negara yang maju dan berpengaruh di dunia.

Ikuti tulisan menarik Anwar Syafii Pulungan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler