x

cover buku Cinta Bersemi di Seberang Tembok

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Rabu, 15 Maret 2023 15:20 WIB

Cinta Bersemi di Seberang Tembok - Promosi Pembauran di Masa Orde Baru

Novel "Cinta Bersemi di Seberang Tembok" adalah kisah fiksi bertema pembauran. Menggunakan lokasi kisah Sumatra Utara, Bagin - sang penulis, menggambarkan kisah pembauran melalui kisah percintaan pemuda lokal dengan gadis tionghoa dengan latar belakang ketegangan etnis tionghoa dengan masyarakat lokal.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Cinta Bersemi di Seberang Tembok

Penulis: Bagin

Tahun Terbit: 2001

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: Balai Pustaka

Tebal: 143

ISBN: 979-407-138-2

 

Salah satu tema fiksi yang membahas masyarakat tionghoa Indonesia di jaman Orde Baru adalah tema pembauran. Tema pembauran memang sebuah tema yang dikehendaki oleh Pemerintah Orde Baru untuk mendorong orang-orang tionghoa melebur ke berbagai suku bangsa “pribumi” yang ada. Di tahun 1980-an sampai 1990-an novel-novel bertema pembauran orang tionghoa banyak terbit. Sebagai contoh novel bertema pembauran tersebut adalah “Cinta Sang Naga” (1987) karya V Lestari, “Fatimah Chen Chen” (1990?) karya Motinggo Busye, “Yang Tak Tergoyahkan” (1995) karya Hardjana HP dan masih banyak lainnya.

Pada umumnya cerita dalam novel-novel tersebut berkisah tentang perempuan tionghoa yang mempunyai hubungan cinta dengan lelaki suku “pribumi.” Dalam novel-novel tersebut biasanya unsur agama dan budaya juga menjadi bagian kisah yang dibangun. Kebanyakan ceritanya berakhir bahagia dimana si perempuan tionghoa masuk Islam dan keluarganya merestui pernikahan tersebut. Memang ada beberapa yang akhir ceritanya justru berkebalikan dengan alur mainstream tersebut. Namun akhir cerita yang tidak mendukung upaya asimilasi tersebut tentu tidak banyak.

Novel “Cinta Bersemi di Seberang Tembok” (1981) adalah salah satu novel yang menggarap tema asimilasi. Kisahnya dibangun dari percintaan antara Yusuf dan Ko Lian Min. Yusuf bertemu dengan Lian Min secara tidak sengaja. Yusuf yang terluka karena menolong ayah Lian Min yang mengalami perampokan harus dirawat di rumah sakit. Lian Min menunggui Yusuf yang sedang dirawat di rumah sakit. Yusuf sangat membenci orang tionghoa karena pada saat dia dan keluarganya mengungsi karena Belanda menyerang Pematangsiantar di tahun 1947, keluarga Yusuf dianiaya oleh Poh An Tui, laskar tionghoa yang mendukung Belanda. Ayahnya dipukul, barang-barangnya dirusak, gubug dimana mereka bernaung dibakar. Namun karena sikap dan perilaku Lian Min yang penuh perhatian kepadanya, Yusuf jatuh cinta.

Percintaan mereka tentu tidak mulus. Yusuf mendapat tentangan dari sang Ibu, sementara Lian Min mendapat tentangan dari keluarganya. Apalagi Lian Min sudah dijodohkan dengan seorang pemuda tionghoa kaya. Yusuf dan Lian Min kawin lari di Jakarta. Kisah berakhir bahagia dimana Yusuf dan Lian Min yang sudah mempunyai anak kembali ke Medan untuk bertemu dengan kedua keluarga yang mulanya sangat menentang pernikahan mereka. Ibu Yusuf menerima Lian Min yang sudah menjadi mualaf dan memakai nama Aminah. Sementara keluara Lian Min menerima Yusuf karena Yusuf adalah seorang pemuda yang bertanggung jawab dan sudah bergelar Doktor.

Novel karya Bagin ini mengambil setting tempat di Sumatra Utara, tepatnya sekitar Pematang Siantar. Pemilihan lokasi yang bukan di Jawa ini membuat novel ini mempunyai nilai penting. Melalui novel ini kita tahu bahwa isu pembauran tidak hanya kencang dibicarakan di Jawa. Kita tahu bahwa Sumatra Utara, khususnya Pematangsiantar dan Medan adalah kota dimana populasi orang tionghoa cukup besar. Orang-orang tionghoa di kedua kota ini dianggap kurang mau bergaul dengan suku lain yang ada di sana.

Novel lain yang bertema pembauran tapi tidak berlatar belakang lokasi Jawa adalah ”Kekasihku Perempuan Tionghoa” (2020) karya Dul Abdurrahman. Novel tersebut memakai Makassar sebagai lokasi cerita. Namun novel Dul Abdurrahman tersebut terbit tahun 2020 dimana isu pembauran sudah tidak terlalu bergaung.

Selain dari latar belakang lokasi yang bukan Jawa, novel ini juga memunculkan Poh An Tui dalam ceritanya. Yusuf menjadi benci kepada orang tionghoa karena keluarganya pernah dianiaya oleh Poh An Tui. Poh An Tui atau penulisan yang lebih tepat adalah Pao An Tui adalah laskar atau pasukan pertahanan orang tionghoa. Poa An Tui didirikan untuk membela diri dari kekerasan yang dihadapi kekerasan kepada orang tionghoa menjelang Kemerdekaan. Kota Medan (Sumatra Utara) adalah tempat paling awal berdirinya laskar Pao An Tui (1946).

Di berbagai tempat laskar Pao An Tui selalu dianggap pro Belanda. Seperti dalam novel ini, laskar Pao An Tui digambarkan melakukan patroli dengan garang. Mereka memukul, merusak dan membakar gubug dimana keluarga Yusuf bernaung. Kekerasan dan kesombongan laskar Pao An Tui inilah yang menjadi salah satu penyebab kebencian masyarakat lokal kepada orang-orang Tionghoa di Sumatra Utara. Setidaknya begitulah yang disampaikan oleh Bagin sang penulis novel ini.

Sayang sekali Bagin tidak mengekploitasi lebih mendalam tentang bagaimana kebencian terhadap Pau An Tui ini dalam novelnya. Bagin memang menggunakan tokoh Ko Kian Beng ayah Ko Lian Min. Ko Kian Beng digambarkan sebagai mantan laskar Pau An Tui. Alih-alih menggunakan kebencian masyarakat Sumatra Utara kepada Poh An Tui, Bagin malah memasukkan kerusuhan anti cina setelah 1965 yang didorong oleh kebencian masyarakat lokal kepada orang tionghoa yang dianggap binatang ekonomi dan menjadi bagian dari PKI. Padahal ketegangan psikologis mantan Pau An Tui dan Yusuf serta ayah Yusuf yang pernah luka batin pasti sangat menarik untuk digambarkan.

Tapi memang harus diakui bahwa Orde Baru memang menggambarkan orang tionghoa sebagai binatang ekonomi dan pendukung komunisme. Itulah sebabnya membahas pembauran dalam kerangka Orde Baru memang mau tidak mau memasukkan dua gambaran tentang orang tionghoa dari kacamata Orde Baru. Demikian pun dengan bahasan Bagin tentang pembauran di novel ini. 739

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Sengketa?

Oleh: sucahyo adi swasono

6 jam lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB