x

Digital Photography by Tasch 2023

Iklan

Taufan S. Chandranegara

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 23 Juni 2022

Kamis, 16 Maret 2023 11:58 WIB

Zodiak

Cerpen Zodiak. Cuaca tak jua kelam, tetap berkilau matahari siang bolong. Prosa mati, duka nestapa sehati akankah selamanya. Cinta bunuh diri di angkasa.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Oportunistis, tak ada kesempatan melibasnya, kalau cuma memakai kaca mata kuda. Berkelit selalu, sembunyi di antara akronim klasik. "Setan!"

Sosok baru saja kehilangan kepalanya, setelah menelan triliunan pendapatan publik. "Durjana!"

Satu persatu, selesai, secepat oknum pelaku kepandiran formal akal bulus. "Keck!" Lagi satu kepala lepas dari tubuh makhluk bejat macam kau.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tanda dua belas bintang di pusat ekliptika, tugas suci segera secepat-cepatnya. Pergumulan pikiran mencoba menggugat pertimbangan. "Tidak boleh kau selesaikan."

"Harus aku selesaikan! Keterlaluan, melampaui batas ambang." mendebat suara itu.
Lawannya menyergah cepat "Jangan! Dia manusia seperti kamu," membujuk perlahan.

"Tidak. Sudah aku pastikan dia mampus!" geram, amarah keadilan, barangkali loh ...
"Cukup!" mencegah, mengancam. "Atau kau mampus sekarang!" melotot menyeringai.

Tampaknya keadaan bakalan memburuk. Lawannya tumbang seketika. "Khraack! Sudah aku bilang, aku, manusia, bukan makhluk bangsat sepertimu ..."

**

Ketika puisi manis menulis tentang cinta darah juga air mata, kalau masih ada, akibat perilaku amoral tak jua jera. Barangkali musim perubahan wajib dipercepat, ketika aturan moral masuk peti es, beku oleh maklumat anonim. Kultus dogmatis mengumandang senantiasa di cuaca kabut es, membekukan hal ihwal kemaslahatan. 

Kepentingan akal-akalan menjadi bola api parodi badut-badut, kala aku menulis seperti ini, suara sumbang di balik anonim peniru dendang pendapat lain dalam tanda petik, menyodok dengan taklimat satiris, bukan dari otaknya sendiri, bangga amat nyontek kutipan makhluk lain, makhluk sepertimu-tak punya identitas diri, barangkali akibat keyakinanmu dibayar triliun di sebalik rekening hitam. 

"Siapa sebenarnya pelempar bola api." 
"Aku, kenapa? Enggak suka? Aku kuasa usaha hukum-hukum apapun. Ada lelang soal itu, kau, mau ikut?" agak mengejek sembari mukanya membesar, lantas segera normal, mengecil, kembali normal, nyaris serupa pelembungan permen karet.

"Kunyuk!" kau lagi rupanya.
"Ya kenapa," nyengir menyebalkan.

"Oh! Belum mati?" 
"Kau salah duga Bung, Kau penggal kepalaku seribu kali. Seribu kali lipat tumbuh menguasai, kuasa korporasi sejagat. Bagaimana? Tertarik. Ayolah kawan, kita sama-sama makhluk, letak perbedaannya, asalku dicipta dari api, kau, dari tanah. Bagaimana?" mencoba simpatik. 

"Khraack!" melibas kepala lawannya, putus seleher. Blass! Sirna sekilat cepat tubuh lawannya.

Segila itu akhirnya pertempuran pecah membuncah bimsalabim abakadabra so.la.si.do. do.re.mi. hua.hi.hu. ha.ha.ha ... Slogan-slogan, yel-yel memporakporandakan keamanan, kenyamanan publik, pertempuran hidup mati tak terelakan. Benar atau salah. Iya atau tidak, peduli apa, siapa, untuk apa. Tepis saja kemaslahatan, kemenangan wajib diraih dengan cara sesuka suara sumbang, melodius mendayu-dayu, muntah-muntah. Keserakahan? Benar kata pepatah, memang tak punya malu.

**

Gelegar suara melindas budaya etis kemaslahatan, suara-suara di angkasa makin berseru-seru, bola api berpindah menuju gawang, berebutan, saling menjatuhkan? Apa itu edukasi moral politik, apa itu politik bening hasil edukasi formal? Kemana jiwa jernih, sumpah pendidikan demi kesejahteraan publik? Kau libas pula triliun itu masuk kantong kresekmu. 

"Oknum macam kau. Sudah selaiknya ... Khraack!" terpenggal lagi kepala lawannya. Blass! Tumbuh seribu kali lipat. "Glarr!" adu ilmu, adu jotos arena semakin seru, meski gerbang antrian langit masih tutup.

"Wuss!" bagai pedang pesilat sahih, berkelebatan serangan, saling menghancurkan. "Khraack!" terpenggal lagi kepala lawannya. Ribuan tawa cekakakan menggema di angkasa. 

Cuaca tak jua kelam, tetap berkilau matahari siang bolong. Prosa mati, duka nestapa sehati akankah selamanya ... Cinta bunuh diri di angkasa. "Durjana!"

***

Jakarta Indonesiana, Maret 16, 2023.

Ikuti tulisan menarik Taufan S. Chandranegara lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler