x

Iklan

Indŕato Sumantoro

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 12 Juli 2020

Minggu, 26 Maret 2023 16:24 WIB

Zona Nyaman Impor Aspal

Mungkin pak Jokowi akan berani menepati janjinya untuk stop impor aspal pada tahun 2024. Tetapi jumlah aspal impor yang akan distop hanya sebesar 7% dari kebutuhan aspal nasional saja. Dan sisanya yang 93% masih akan tetap harus diimpor. Aspal impor sudah menjadi tuan rumah di negeri aspal Buton. Dan Indonesia sudah merasa sangat nyaman dengan kehadiran Raja Jalanan aspal impor selama 40 tahun lebih. Mengapa harus diganggu? Apakah ini merupakan sebuah kebijakan yang super cerdas? Lalu aspal Buton mau dibawa kemana, pak Jokowi?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Seperti yang sudah kita ketahui bersama bahwa Indonesia pada saat ini mengimpor aspal sebesar kurang lebih 1,5 juta ton per tahun, atau senilai US$ 900 juta per tahun. Di sisi lain, Indonesia memiliki deposit sumber daya aspal alam di pulau Buton, Sulawesi Tenggara, yang jumlah depositnya sangat melimpah. Apabila kita melihat data-data dan fakta-fakta tak terbantahkan ini, apa yang akan terpikirkan di dalam benak kita? Kita pasti akan berpikir, seandainya saja devisa negara yang telah dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia untuk membeli aspal impor tersebut akan dimanfaatkan untuk membeli aspal Buton, maka uang negara yang sebesar Rp. 135 triliun tersebut akan beredar di dalam negeri untuk menggerakkan roda perekonomian Indonesia.

Melihat sangat besarnya potensi aspal Buton untuk mengsubstitusi aspal impor, mengapa tidak sejak dulu aspal Buton dimanfaatkan untuk mengsubstitusi aspal impor? Ini merupakan sebuah pertanyaan klasik yang sudah pernah rakyat Indonesia tanyakan ribuan kali. Tetapi jawaban pak Jokowi adalah Indonesia akan stop impor aspal pada tahun 2024. Rasanya jawaban pak Jokowi ini tidak nyambung dan relevan dengan pertanyaan rakyat. Kalau Indonesia akan stop impor aspal pada tahun 2024, lalu apakah otomatis aspal Buton akan mampu mengsubstitusi aspal impor? Bagaimana caranya? Nalar kita berpikir keras untuk dapat memahami dengan baik apa niat, kiat, dan strategi pemerintah untuk mewujudkan hilirisasi aspal Buton.

Kalau dipikir-pikir bahwa devisa negara yang harus dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia untuk membeli aspal impor per tahun adalah sebesar Rp. 135 triliun. Ini berarti, setiap bulannya Indonesia harus mengeluarkan devisa negara sebesar Rp. 1,125 triliun. Dan setiap harinya harus mengeluarkan devisa negara sebesar Rp. 375 milyar. Ini bermakna setiap hari kegagalan pemerintah untuk mewujudkan hilirisasi aspal Buton, maka akan ada potensi uang sebesar Rp. 375 milyar akan beralih menjadi milik negara lain. Dan seandainya saja uang yang sebesar Rp. 375 milyar per hari ini dibelikan aspal Buton ekstraksi, maka akan diperoleh 7.143 ton per hari aspal Buton ekstraksi. Apakah pak Jokowi sudah tahu hitung-hitungan ini? Kemungkinan tidak.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Apabila kita menyimak baik-baik angka-angka ini, maka pernyataan yang membuat rakyat Indonesia merasa miris dan geram adalah bahwa untuk setiap hari kegagalan pemerintah mewujudkan hilirisasi aspal Buton, maka akan ada potensi uang sebesar Rp. 375 milyar per hari yang akan beralih menjadi milik negara lain. Dan kalau keadaan ini kita kaitkan dengan definisi Korupsi: ”Penyelewengan atau penyalah gunaan uang negara untuk keuntungan pribadi atau orang lain”, maka melakukan impor aspal, sedangkan deposit aspal alam di pulau Buton sangat melimpah, apakah dapat dikategorikan juga sebagai sebuah tindakan korupsi? Mungkin para ahli hukum yang harus menjawab isu ini.

Kalau kita ingat korupsi, tentu saja kita akan ingat dosa. Dan Menteri PUPR, Bapak Basuki Hadimuljono, sudah pernah mengatakan bahwa adalah dosa apabila kita tidak memanfaatkan aspal Buton untuk mengsubstitusi aspal impor. Apakah pernyataan Bapak menteri PUPR ini masih berlaku pada saat ini? Memang benar kementerian PUPR telah memanfaatkan semua produk-produk aspal Buton untuk mengsubstitusi aspal impor. Tetapi itu jumlahnya tidak lebih dari 7% dari jumlah total aspal impor. Apakah ini sebuah keberhasilan atau kegagalan dari pemerintahan pak Jokowi? Karena sisanya yang 93% lagi akan masih tetap harus diimpor. Oleh karena itu, kelihatannya masih banyak dosa-dosa yang harus ditanggung oleh rakyat Indonesia.

Mengutip berita dari CNBC Jakarta, tanggal 2 Mei 2019, bahwa pada tahun 2017, Indonesia merupakan importir aspal terbesar ke 10 di Dunia dengan nilai impor sebesar US$ 371 juta. Dan kalau pada tahun 2022, nilai impor aspal Indonesia adalah sekitar US$ 900 juta, apakah mungkin Indonesia sekarang sudah menjadi pengimpor aspal terbesar nomor satu di Dunia? Tetapi sayang, data-data konkrit mengenai besarnya jumlah Indonesia impor aspal masih belum dipublikasikan. Tetapi yang pasti kebutuhan aspal nasional tiap tahunnya akan terus meningkat secara signifikan. Dan harga aspal impor pun tiap tahunnya juga ada kecenderungan akan terus naik secara signifikan. Jadi siapakah yang akan paling diuntungkan dalam situasi seperti ini? Yang pasti para importir aspal, dan bukan aspal Buton.

Mungkin untuk menjustifikasi betapa sangat penting dan mendesaknya untuk mewujudkan hilirisasi aspal Buton secepatnya, maka perlu dikompilasi data-data mengenai jumlah besarnya impor aspal selama 40 tahun lebih ini. Sudah berapa banyak jumlah aspal impor dan berapa besar nilainya sejak tahun 1980an. Angka-angka ini akan berbicara sangat mengejutkan. Karena selain jumlahnya yang luar biasa besarnya, nilainya juga akan sangat fantastis. Jadi kalau impor aspal ini dapat kita asumsikan sebagai pemborosan uang negara, karena kita sendiri sudah memiliki aspal alam di pulau Buton, maka pernyataan pak Basuki bahwa adalah dosa apabila tidak memanfaatkan aspal Buton adalah 100% benar. Dan apabila ada yang benar, maka berarti harus ada yang salah. Jadi siapakah yang salah mengapa Indonesia harus impor aspal terus?

Salah satu musuh dari hilirisasi aspal Buton adalah zona nyaman impor aspal. Pak Jokowi sudah memutuskan stop impor aspal pada tahun 2024. Yang belum terdengar beritanya adalah apa pendapat dan komentar dari pak Basuki, sebagai menteri PUPR. Padahal, kalau impor aspal distop pada tahun 2024, maka kementerian PUPR adalah instansi yang akan menanggung dampaknya paling besar, dan paling sibuk untuk memikirkan alternatif pengganti aspal impor. Apakah kalau pak Basuki memilih diam, berarti pak Basuki setuju dengan keputusan pak Jokowi? Lalu bagaimana dengan dosa-dosa kita, karena tidak memanfaatkan aspal Buton? Kelihatannya pertanyaan ini akan menjadi pertanyaan abadi yang tak terjawab.

Ada kata-kata bijak yang mengatakan: “Setiap pemimpin ada masanya. Dan setiap masa ada pemimpinnya”. Mengingat masa pemerintahan pak Jokowi akan berakhir pada bulan Oktober 2024, apakah pak Jokowi masih memiliki niat baik untuk mewujudkan hilirisasi aspal Buton pada tahun 2024? Dan kalau hilirisasi aspal Buton belum juga terwujud pada tahun 2024, apakah pak Jokowi akan berani nekad melakukan stop impor aspal pada tahun 2024, sesuai dengan janjinya?. Pak Jokowi memang pernah mengatakan bahwa kita harus selalu optimis. Tetapi nalar kita berkata jujur bahwa kita boleh saja optimis, namun harus tetap realistis.

Pak Jokowi memutuskan akan stop impor aspal pada tahun 2024 dengan maksud dan tujuan yang baik, yaitu agar banyak Investor asing yang akan tertarik untuk berinvestasi di industri hilirisasi aspal Buton. Karena akan ada potensi yang sangat besar untuk mengsubstitusi 1,5 juta ton per tahun aspal impor dengan aspal Buton. Tetapi nampaknya pak Jokowi kecele. Karena impor aspal sudah berada pada zona nyaman selama lebih dari 40 tahun, sehingga para Investor harus berpikir berulang kali untuk mau berinvestasi. Disamping itu sudah banyak sekali jasa-jasa dari para importir aspal terhadap pembangunan infrastruktur jalan-jalan tol kebanggaan pak Jokowi. Jadi bagaimana mungkin pak Jokowi akan berani stop impor aspal pada tahun 2024? Apakah ini hanya sebuah wacana belaka?

Mungkin pak Jokowi akan berani menepati janjinya untuk stop impor aspal pada tahun 2024. Tetapi jumlah aspal impor yang akan distop hanya sebesar 7% dari kebutuhan aspal nasional saja. Dan sisanya yang 93% masih akan tetap harus diimpor. Aspal impor sudah menjadi tuan rumah di negeri aspal Buton. Dan Indonesia sudah merasa sangat nyaman dengan kehadiran Raja Jalanan aspal impor selama 40 tahun lebih. Mengapa harus diganggu? Apakah ini merupakan sebuah kebijakan yang super cerdas? Lalu aspal Buton mau dibawa kemana, pak Jokowi?

Ikuti tulisan menarik Indŕato Sumantoro lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu