Dalam dinamika linguistik atau perkembangan komunikasi secara lintas budaya, terkadang kosa kata saling mempengaruhi, mengadopsi, dan saling menyesuaikan. Contohnya, kata “puasa” yang berasal dari bahasa Sansekerta yaitu upawasa. Ya, "puasa" bukan dari bahasa Arab. Adapun puasa dalam bahasa Arab disebut shaum atau shiam.

Shaum (shiam) dengan upawasa memiliki arti yang berbeda. Shaum atau shiam memiliki arti “menahan diri” dari makan, minum, seks, dan hal lain yang dapat membatalkan. Pada hakikatnya, shaum adalah tentang agar kita semakin dapat mengendalikan diri kita.

Sedangkan upawasaartinya “masuk” ke Hyang Maha Agung atau Tuhan. Dengan demikian, ritual puasa sebagai sarana untuk masuk ke Yang Ilahi atau menyatukan diri dengan Tuhan.

Namun puasa dan shaum titik temu kesamaan substansi. Siapakah yang tidak membutuhkan makan-minum serta tidak bersyahwat? Tuhan!

Maka orang yang berpuasa sesungguhnya sedang meresapi sepercik sifat Keilahian, menyatukan hubungan dengan-Nya. Oleh karenanya, doa orang yang sedang berpuasa mudah dikabulkan karena kuatnya unsur kedekatan kepada Tuhan. Bagaikan permata yang mendekat kepada cahaya, maka permata itu akan bersinar, mendapatkan sepercik sifat cahaya.

Nabi Muhammad SAW bersabda, “Tiga doa yang tidak ditolak; doa orang tua terhadap anaknya; doa orang yang sedang berpuasa dan doa seorang musafir.” [HR. Baihaqi, kitab Shalat Istisqa bab Istihbab Siyam Lil Istisqa’ 3/345. Dishahihkan oelh Al-Albani dalam Silsilah Shahihah No. 1797]

Di dunia ini ada banyak agama maupun kepercayaan kuno yang datang sebelum Islam juga mengajarkan puasa, walau dengan metode yang berbeda. Puasa merupakan ritual spiritual tertua di dunia. 

Ikuti tulisan menarik Hudhurul Qolby Panphila lainnya di sini.