x

Ilustrasi Wanita. Karya: Anja dari Pixabay.com

Iklan

Kokowoyo

Penghancur peradaban
Bergabung Sejak: 20 Maret 2023

Kamis, 6 April 2023 19:59 WIB

Menerawang Lika-liku Hasrat dalam Perspektif Filsafat

Ini merupakan filosofi personal yang menjadi esai pribadi sebagai sintesis yang mengacu dari teori-teori psikoanalisa sebelumnya. Pembahasan hasrat ini mencoba untuk mendeskripsikan secara realistis dan lebih nyata dan mencoba untuk menghindari deskripsi hasrat yang liar dan terlalu ideal

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Hasrat adalah esensi kehidupan yang bersifat kompleks,sebab segala hal yang kita lakukan dalam realitas konstruktif yang tercipta ini adalah berkat dorongan-dorongan hasrat. Begitupun dengan kesadaran, kesadaran pun sebenarnya adalah dorongan hasrat yang direpresi. Jadi hasrat pada konkretnya telah melampaui ketidaksadaran dan kesadaran manusia, atau secara explisitnya hasrat menjadi hal yang sangat mendeterminasi.

Secara konteks historis hasrat menjadi sumber penciptaan berbagai produk kehidupan, mulai dari kebudayaan,sosial,pengetahuan,sains,bahasa dan agama. Maka dari itu dasar yang paling mendasar atas kehidupan ini adalah bentuk manifestasi hasrat.

Para pemikir sejak zaman kuno telah berlomba-lomba dalam mendefinisikan dan mendeskripsikan hasrat secara terang-terangan dan terkonsep, tetapi mereka selalu jatuh kepada konsep-konsep yang cenderung sangat idealis,sehingga pemahaman mereka hanya mendapat sedikit perhatian dari orang-orang yang cenderung realistis terhadap kehidupan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Mulai dari Buddha yang mengatakan bahwa hasrat memang inti dari realitas tetapi hasrat adalah suatu hal yang paling harus kita perangi. Kesadaran untuk memerangi hasrat juga sebenarnya adalah dorongan dari hasrat itu sendiri, tetapi dengan versi radikal, yaitu hasrat yang telah mengalami proses alamiah yaitu kebosanan dan pertentangan, sehingga bentuk dari hasrat ini adalah hasrat yang telah terepresi.

Hasrat sebenarnya adalah suatu hal yang berjalan secara alamiah, dan hasrat selalu memiliki siklus yang sama, dalam artian hasrat akan selalu berada dalam pola garis linear abadi, tidak akan berubah dan selalu pada jalur yang sama. Pada sifat-sifatnya itu sendiri,sebenarnya hasrat pada awalnya adalah suatu hal yang sangat purba dan irasional, contoh fenomena yang dapat diusung disini adalah zaman manusia purba. Mereka sebenarnya adalah manifesto hasrat yang sempurna, dikarenakan mereka seutuhnya benar-benar di determinasi oleh hasrat, tetapi disini perlu kita klasifikasi kan antara manusia purba jantan dan betina.

Manusia purba jantan adalah bentuk dari hasrat murni karena mereka tidak melewati fase represi hasrat,sehingga tingkah laku mereka cenderung egoistis dan berkuasa, hidup hanya untuk bertarung,menguasai dan mempertahankan kehidupan. Sedangkan manusia purba betina cenderung merepresi hasrat, tetapi proses represi mereka cenderung belum sempurna sehingga mereka belum mampu untuk mencapai batas-batas kesadaran, tetapi walaupun seperti itu, manusia purba betina masih mampu untuk menurunkan ego dari hasratnya, sehingga ia memiliki sifat kekasih sayangan yang khas.

Mengacu daripada hal yang diperhatikan di atas, hasrat murni sejatinya selalu bersifat egois dia tidak akan pernah mengalami proses dialektis hasrat menuju kesadaran, sehingga ego dalam dirinya akan selalu mendominasi. Hal yang paling mencirikan adalah proses untuk bertahan hidup, maka dari itu kehidupan mereka seperti slogan homo homini lupus, siapa yang menang dia yang bisa mempertahankan hidup.

Sedangkan ego yang di represi cenderung terlihat seperti proses penurunan ego, dan ini dapat kita lihat dari sifat kekasih sayangan seorang ibu dalam konteks apapun terhadap anaknya, sehingga dari fenomena inilah sebenarnya kita dapat menelusuri jejak-jejak terbentuknya superego yang di dalam psikoanalisis sigmund Freud mengacu pada produk realitas sosial, seperti hukum,etika dan moral.

Produk-produk itu sebenarnya adalah produk kesadaran sosial, yang dimana kita menyadari sesuai konteks yang coba saya jabarkan diatas, mengenai identitas kesadaran sebagai hasrat yang telah melewati fase represi. Sehingga disini kita dapat mengetahui identitas,sifat,dan siklus dari hasrat itu sendiri.

Secara biologis, hasrat tentunya memiliki batas. Batas itu sebenarnya bukan batas yang dipaksakan atau sesuatu yang datang dari luar, tetapi suatu batas yang datang dalam dirinya sendiri. Jadi disini sebenarnya pola dalam hasrat yaitu dialektis, sehingga hasrat berdialektika dengan dirinya sendiri.

Anti-tesis dari hasrat adalah kebosanan dan superego atau kesadaran. Kebosanan adalah fase alamiah proses pembentukan hasrat menjadi kesadaran, sehingga dia akan hadir saat hasrat terlalu mendominasi dan menimbulkan efek kejenuhan. Ini pula dapat kita saksikan dalam proses perealisasian hasrat terhadap objek-objek pemicu hasrat yang bersifat temporary, seperti hasrat seksual.

Contoh yang akan diusung disini adalah bagaimana pada awalnya seorang pria mempunyai hasrat seksual terhadap wanita, dan setelah kedua orang tersebut telah melakukan perkawinan, rasa bosan yang hadir secara otomatis akan merepresi hasrat dan akan menimbulkan kesadaran. Jadi dapat kita pahami bahwa hasrat memiliki sifat yang temporary atau terbatas, karena hasrat pada awalnya berupa penasaran yang berlebihan, sehingga setelah melewati proses penasaran tersebut terpenuhi ia akan berpindah menghasrati objek lain. jadi karakteristik dari hasrat yang sebenarnya yaitu kebosanan,terbatas,keingin tahuan yang berlebihan dan berorientasi pada kenikmatan,Ini bila kita memandang hasrat secara partikular.

Sedangkan hasrat superego adalah fase pembentukan kesadaran yang dimana kita tau bahwa kesadaran itu sendiri adalah pengembangan dari hasrat, superego atau kesadaran itu hadir sebenarnya berasal dari proses, proses tersebut menyesuaikan dengan dua hal yang saya ajukan yaitu kebosanan dan pertentangan. Jika kita melihat sejarah perkembangan hasrat itu terjadi karena mengalami depresi sejarah karena telah memproduksi hasrat yang berlebihan dan dapat juga dikatakan bahwa superego hadir dalam bentuk judgement terhadap hasrat, jadi hasrat yang berdialektika juga akan memicu munculnya superego.

Dapat kita pahami disini bahwa superego hadir dalam dua bentuk yaitu lewat dirinya sendiri dan lewat perkembangan. Itu sebenarnya adalah hal yang membentuk realitas sosial, realitas sosial kita saat ini tercipta atas perkembangan hasrat, jadi mustahil bila kita dapat menghilangkan hasrat. Karena apa yang kita alami dan kita jalani bahkan kita lihat itu adalah perkembangan dari hasrat itu sendiri. Lalu kita akan mencoba untuk membedah siklus dari hasrat, hasrat selalu berputar pada garis yang sama, mereka tidak akan melewati batas-batas yang telah ditentukan. Hasrat akan berusaha untuk mengembangkan dirinya sendiri menjadi kesadaran,

Tetapi sesuatu tersebut mengalami kapasitas yang berlebihan mereka akan kembali pada asalnya masing-masing. Secara sederhananya jika hasrat memproduksi dirinya sendiri secara berlebihan ia akan mengalami kejenuhan dan mencoba untuk mengembangkan dirinya sendiri, begitupun dengan superego, bila superego atau kesadaran itu memproduksi dirinya sendiri secara berlebihan maka ia akan mengalami kejenuhan yang akan membuat mereka memilih untuk kembali pada asalnya yaitu hasrat.

Hasrat dan superego adalah satu karena mereka adalah satu kesatuan yang berkembang, tetapi mereka kontradiktif karena hasrat dan superego selalu bertentangan, kesadaran selalu menjadi judgement atas kehidupan realitas sosial. Sehingga hasrat yang hadir dalam realitas tersebut akan dikebiri atau dihukum. Maka superego dalam kehidupan sosial menjadi polisi moral, superego akan menentang hal-hal yang berkaitan dengan hasrat liar dan penuh ketidaksadaran. Sehingga proses perealisasian hasrat murni dalam realitas sosial cenderung anonim, hasrat itu bersifat manipulatif.

Jadi hasrat hadir sebagai suatu hal yang menipu superego, mereka hadir dalam realitas sebagai objek sublime ( sesuatu yang negatif tetapi dibuat menjadi lebih positif agar diterima realitas sosial) contohnya seni, bahasa, dan gesture. Ini sebenarnya adalah proses penipuan atas nama kompromi antara hasrat murni dan super ego.

Perealisasian selanjutnya mempunyai versi radikal, hasrat murni belum mempunyai kepuasan bila ia menjadi sesuatu yang lain, dalam artian ia akan tetap menjadi hasrat murni yang gila tetapi hadir secara anonim. Begitupun jika dikaitkan dengan realitas modern saat ini yang dimana teknologi secara bingar bingar hadir secara masif, hal ini dimanfaatkan hasrat murni untuk menjadi sesuatu dirinya sendiri tanpa dikekang dan dikebiri oleh superego. Contohnya seperti orang-orang yang bermain media sosial dengan tidak menunjukkan identitas pribadinya tetapi ia berani menunjukkan kegilaannya.

Hal ini secara kontras dapat kita saksikan bahwa hasrat murni bersifat licik dan manipulatif, mereka selalu mencoba untuk menjadi subjek egois dan selalu berorientasi pada kenikmatan dan kenyaman absolut, tetapi proses ini bila dilakukan secara terus menerus akan menimbulkan paradox dalam dirinya sendiri dan hal inilah yang akan menimbulkan pertikaian dan perkembangan dalam hasrat itu sendiri.

Ikuti tulisan menarik Kokowoyo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler