x

Kebun Gambir di Nusantara

Iklan

Firmanda Dwi Septiawan firmandads@gmail.com

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 11 November 2021

Jumat, 7 April 2023 21:36 WIB

Sejarah Perdagangan Kebun Gambir di Selat Malaka

Pada awal abad ke-19 antara tahun 1830 sampai 1850, kebun gambir menjadi primadona rempah dunia. Dalam buku A General History of the Chinese in Singapore (2019) disebutkan bahwa Inggris tercatat sebagai pengimpor gambir terbesar mulai 1849.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pada awal abad ke-19 antara tahun 1830 sampai 1850, kebun gambir menjadi primadona rempah dunia. Dalam buku A General History of the Chinese in Singapore (2019) disebutkan bahwa Inggris tercatat sebagai pengimpor gambir terbesar mulai 1849. Saat itu gambir digunakan sebagai penyamak kulit. Singapura menjadi simpul perdagangan terbesar sebelum dipasarkan Eropa.

Singapura melakukan impor gambir dalam jumlah besar dari Bintan. Daerah tersebut terkenal sebagai tempat Sultan Mahmud memindahkan kekuasaannya ketika Malaka jatuh ke tangan Portugis pada 1511. Bintan, yang terletak di Selat Singapura atau Selat Riau, merupakan nama legendaris yang tercatat dalam kronik beberapa penjelajah seperti Marco Polo dan Ibn Said, setidaknya sejak abad ke-13.

Bahkan Marco Polo menyebut Bintan dengan julukan “Pasar Rempah”. Demikian juga Bintan tercatat dalam kronik Cina abad ke-14 sampai abad ke-19. Bintan sendiri telah memiliki hubungan tributial pada masa Dinasti Yuan (1259-1368). Tanjung Pinang menjadi titik ramai pelabuhan antarbangsa perdagangan rempah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Menurut tutur warga lokal, nama Tanjung Pinang diambil dari posisi yang menjorok ke laut, yang banyak ditumbuhi sejenis pohon pinang. Pohon yang berada di tanjung itu menjadi petunjuk bagi pelayar yang akan memasuki Sungai Bintan. Kota ini merupakan pintu masuk ke Sungai Bintan. Di sinilah kesibukan kerajaan Bentan dan pusat kebudayaan Melayu, serta lalu lintas perdagangan. Tanjung Pinang tidak terlepas dari Kerajaan Melayu Johor-Riau.

Tanjung Pinang merupakan tilas Kerajaan Melayu Riau Lingga nan masyur di Pulau Bintan. Tidak lengkap rasanya, jika tidak mengunjungi kawasan pecinan di wilayah kotanya dan Pulau Senggarang. Willem Pieter Groeneveldt  dalam bukunya Notes on the Malay Archipelago and Malacca Compiled from Chinese Sources menjelaskan bahwa nama Long Ya Men terletak di sebelah barat daya Palembang. Di daerah itu terdapat dua gunung (bukit tinggi) saling berhadapan seperti gigi naga. Kapal-kapal akan melewati di antara keduanya.

Imigran Cina mulai menghuni Kepulauan Riau pada awal abad ke-18. Mereka adalah suku Teochiu yang dibawa oleh VOC sekitar 1734-1740. Tujuannya, untuk membuka perkebunan gambir. Saat itu Bintan (di Tanjung Pinang) merupakan bandar besar tempat pertukaran beras dan gambir dari Jawa. Pulau ini juga tempat berlabuh kapal-kapal internasional. Akhirnya, perdagangan gambir dikuasai oleh keluarga bangsawan Riau Lingga dan pengusaha Cina.

Di Tanjung Pinang pernah terdapat beberapa gudang gambir berskala besar yang terletak di pesisir kota. Awal abad ke 20 menjadi tahun penurunan permintaan gambir. Akibatnya persebaran gambir di Sumatera tak lagi marak di pasaran. Saat ini gambir Indonesia dinobatkan menjadi gambir berkualitas terbaik di dunia. Indonesia memasok 80 persen kebutuhan gambir dunia.

Sumber Referensi :

Arman, D. (2019). Gambir yang Hilang di Kepulauan Riau. Tanjung Pinang: Balai  Pelestarian Nilai Budaya Kepri.

A General History of the Chinese in Singapore (2019)

Marsden, Wiliam. (2013). Sejarah Sumatra. Jakarta: Komunitas Bambu

Putri, Selfi Mahat. (2013). “Usaha Gambir Rakyat Di Lima Puluh Kota, Sumatera 

Barat 1833-1930.” Jurnal Lembaran Sejarah 10 (2): 159 Willem Pieter, Notes on the Malay Archipelago and Malacca Compiled from  Chinese Sources. 

Ikuti tulisan menarik Firmanda Dwi Septiawan firmandads@gmail.com lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler