x

Pertanian untuk bangkitkan ekonomi

Iklan

Muhammad Rizal Firdaus

Content Writer
Bergabung Sejak: 7 April 2023

Sabtu, 8 April 2023 08:38 WIB

Naik ke Gunung atau Turun ke Sawah Sama-sama Akan Jadi Filsuf?

Banyak jalan menjadi manusia yang seutuhnya, naik gunung atau turun ke sawah adalah pilihan untuk menjemputnya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Banyak yang mengira bahwa untuk menjadi seorang filusuf itu rumit dan butuh perjuangan ekstra, nyatanya jadi filusuf bisa dilakukan sambil nyambi naik gunung atau turun ke sawah. Anggapan seorang filusuf selalu diidentikan dengan menyulitkan sesuatu yang sebenarnya mudah baik istilah yang dipakai maupun kerangka berfikirnya, namun kredo tersebut salah besar jika kita mampu berfikir secara sistematis pasti akan menemukan alur logikanya.

Menjadi filusuf hari ini adalah profesi yang sangat terbuka dan tidak banyak syarat yang harus dipenuhi untuk meraihnya, tak seperti menjadi teller atau admin bank yang mengharusakan berparas good looking dan punya tinggi minimal 160 cm, jadi filusuf cukup bisa mendayagunakan akal sehatnya sudah bisa disebut sebagai filusuf.

Masa pandemi seperti sekarang yang semakin tidak menentu mengharuskan untuk berfikir keras untuk mendapatkan pekerjaan yang diimpikan, banyak fress graduate yang mengeluh karena banyaknya lapangan pekerjaan yang tutup karena tidak bisa mengakomodir biaya produksi yang tinggi dan tak sebanding dengan laba yang dihasilkan, akibatnya PHK menjadi jalan keluar bagi sebagian pengusaha.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Meskipun ada banyak perusahaan yang merekrut pegawai baru, banyak persyatakan juga yang harus dipenuhi mulai dari batasan umur, IPK sampai punya pengalaman kerja sebelumnya, semakin kecil peluang untuk berkerja lantas mau dikemanakan ijazah yang sudah ada di genggaman tangan?.

jika Iksan skuter menganggap bahwa menjadi manusia itu tidak mudah, apa yang kita lakukan selalu salah dimata orang lain, ‘menjadi petani dianggap kuno jadi pegawai distempel mental londo’, iksan skuter dalam lagu berjudul bingung mampu mecurahkan kebingunganya dengan karya berjudul bingung, karya tersebut lahir dari refleksi bahkan segala tindakan manusia selalu dibandingkan dengan orang orang lain, dan mengesampingkan sisi toleransi dan kemanusiaan. Padahal mudah cong !

Untuk menjadi filusuf tidak harus mempunyai banyak referensi buku babon dari barat tau bisa baca serat aksara jawa karya pujangga dari tanah jawa, cukup naik ke gunung atau turun kesawah bisa kok jadi filusuf, karena inti dari filusuf adalah mampu berfikir dan menadayagunakan akal sehatnya, dan ketika kita menaiki gunung menyusuri lembah menyibak dedaunan akal fikiran kita dipaksa untuk berfikir jernih dalam mengambil tindakan, keindahan alam yang akan kita jumpai nantinya pastinya tidak didapatkan dengan cara yang tidak direstui alam seperti mengotorinya atau meninggalakan sampah di jalur yang kita tempuh apalagi menebang pohon atau bahkan menambang batu pastinya bukan jiwa petualang tapi jiwa pembalang.

Gunung sendiri mempunyai makna yang mendalam, ketenangan dan kesunyian. Gunung kerap dijadikan sebagai tempat refleksi atau kontemplasi diri dan aktifitas tersebut bagian tubuh yang berkerja tentunya adalah otak, segala energi kita terpusat di akal, sehingga kita mampu merefleksikan kehidupan tanpa terganggu hingar-bingar lampu alun-alun yang cahanya bersumber dari batu bara yang ditambang di daerah kaki-kaki gunung.

Salah satu sosok yang mampu melahirkan karya  dari perenungan adalah Fiersa besari, meski tidak melabeli dirinya sebagai filusuf akan tetapi hasil karya adalah hasil dari proses berfilsafat tanpa adanya proses berfikir tidak mugkin lahir karya yang penuh makna.

Selain Fiersa besari banyak filusuf yang lahir dari proses pengembaraan di gunung seperti Martin Heideger, Lao Tzu dan yang tak kalah nyentrik Rocky Gerung mereka semua lahir dari dinginya puncak gunung bukan lahir dari bisingnya knalpol di ibu kota.

Selain di gunung, menjadi petani adalah jalan mencari kebenaran, jika agama adalah menuju kebenaran menjadi petani adalah mencari kebenaran bagaimana tidak banyak nilai filosofis yang lahir pertanian mulai dari persiapan lahan sampai masa panen.

Dalam persiapan lahan selain bisa menggunakan alat sederhana yakni cangkul juga bisa menggunakan bajak, dalam fiosofi jawa cangkul atau pacul berarti ngipatake barang mecucul,yang berarti fungsi cangkul harus mampu menyingkirkan sesuatu yang tidak berguna atau mengganggu dalam hidup kita. kedua ‘bawak’ memunyai arti lingkaran tempat batang doran atau tempat gagang pacul bawak berasal dari kata obahing awak atau bergeraknya tubuh, doran batang kayu untuk pegangan doran berasal dari kata dongo marang pengeran.

Hingga pada masa penantian panen petani akan mejaga serta  merawat tanaman dan lebih leluasa untuk kontemplasi terhadap kehidupannya dan memaknai hidup lebih dalam belajar bagaimana bisa menjaga kelastarian alam hingga masa panen, begitupula dengan filosofi padi semakin berisi semakin menunduk yang memberikan pelajaran bagi kita untuk tidak menyombongkan diri dalam segala hal senada dengan ungkapan Umar bin Khatab terkait tahapan ilmu jika seseoang memasuki tahap pertama, dia akan sombong, jika dia memasuki tahap kedua maka dia akan rendah hati, jika dia memasuki tahapan ketika maka dia akan merasa bahwa dirinya tidak ada apa-apanya.

Jadi tidak ada yang superior maupun inferior keduanya akan menjadikan kita lebih bisa memaknai hidup kita lebih baik dari sebelumnya dan bisa dilabeli sebagai filusuf era modern, atau jika belum layak jika disebut filusuf minimal menjadi lebih bijak dalam menambil keputusan maupun sikap.

Ikuti tulisan menarik Muhammad Rizal Firdaus lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler