x

Sumber gambar: https://koransulindo.com

Iklan

Nadhila Hibatul

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 6 Desember 2022

Kamis, 13 April 2023 11:46 WIB

Orang-orang Belitung, Spanyol, dan Sepak Bola dalam Sebelas Patriot


Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sekali waktu saya pernah membaca bahwa karya sastra merupakan salah satu hasil cipta rasa, karya, dan karsa manusia yang didasarkan pada realitas di sekitarnya. Karya sastra menjadi secuil gambaran kehidupan masyarakat di mana ia diciptakan, tumbuh, dan berkembang. Oleh karena itu, meskipun karya sastra disebut fiksi namun sebenarnya ia adalah perwujudan dari sebuah realita kehidupan. Novel Sebelas Patriot karya Andrea Hirata (2011) adalah salah satu contohnya.

Saya kira, sudah jamak diketahui jika sebagian besar novel Andrea Hirata merupakan potret dari perjalanan hidupnya. Ketika membaca novel Hirata, kita seperti disuguhi autobiografi sang penulis. Kisah-kisahnya sebagai anak Belitung yang ia transformasikan dalam novel acapkali diwarnai nilai-nilai perjuangan, pengorbanan, persahabatan, dan sedikit bumbu percintaan.

Lebih jauh, sebagai putra daerah, penulis yang lekat dengan topi ini juga berusaha mengekspos kehidupan sosial masyarakat Belitung. Sebut saja Laskar Pelangi, novel pertama Hirata ini sangat kental dengan nuansa sosial dan pendidikan masyarakat Belitung. Tidak berbeda jauh dengan Laskar Pelangi, novel Sebelas Patriot juga banyak menampilkan kehidupan masyarakat Belitung. Bahkan, menurut hemat saya, dalam Sebelas Patriot, eksplorasi penulis terhadap kondisi sosial masyarakat Belitung justru lebih jauh. Andrea Hirata tidak hanya menceritakan keadaan masyarakat Belitung di masa kecilnya, tetapi juga kondisi masyarakat Belitung pada masa penjajahan Belanda.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Hirata memunculkan nama Ikal sebagai tokoh sentral dalam novel Sebelas Patriot. Melalui tokoh laki-laki ini, pembaca diajak bertualang mendalami kisah bersejarah sepak bola orang-orang Belitung. Novel ini sebenarnya mengangkat sepak bola sebagai tema utama. Akan tetapi, dalam kisah penceritaannya Hirata tidak luput memotret kondisi sosial masyarakat Belitung dan masyarakat Spanyol. Apabila dibandingkan dengan enam novel yang telah ia buat sebelumnya (baca: Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor, Maryamah Karpov, Cinta dalam Gelas, dan Padang Bulan), Sebelas Patriot memang jauh lebih tipis.

Namun, menariknya dalam 114 halaman, Hirata mampu menyuguhkan tiga kondisi sosial masyarakat yang berbeda sekaligus. Pertama, kondisi sosial masyarakat Belitung di zaman kolonial (masa kecil Ayah Ikal). Kedua, kondisi sosial masyarakat Belitung usai kemerdekaan (masa kecil Ikal). Ketiga, kondisi sosial warga Spanyol (masa perantauan Ikal). Berikut akan sedikit kita bahas tiga potret kehidupan sosial masyarakat yang ada dalam Sebelas Patriot.

 

Masyarakat Belitung Sebelum Kemerdekaan

Sebagai salah satu pulau Indonesia yang memiliki simpanan kekayaan berupa timah, Belitung tidak luput dari sasaran penjajah. Bertahun-tahu masyarakat Belitung hidup di bawah kesewenang-wenangan pemerintah kolonial Belanda. Mereka dipekerjakan paksa dan hak mereka diberangus tanpa sisa. Itulah yang coba digambarkan Andrea Hirata ketika mengisahkan masa kecil ayah Ikal.

Pada masa penjajahan kolonial Belanda, anak-anak kecil di Belitung dipaksa turut bekerja. Mereka dipekerjakan seumur hidup oleh Belanda sebagai pengganti ayah-ayah mereka yang telah tutup usia. Agaknya, melaui novel ini Hirata ingin mengangkat fenomena “ganti tenaga” yang telah mentradisi di Tanah Melayu saat itu. Anak-anak yang masih bau kencur dipaksa turun ke parit bergulat dengan lumpur tanpa mengenal waktu. Tidak ada yang berani melawan, sebab Belanda siap menembak sesiapa saja yang membangkang.

Di bawah kekuasaan Belanda, masyarakat Belitung mengalami tekanan lahir dan batin. Mereka tidak memiliki daya untuk berkelit dari penindasan yang dialami. Sebuah tangsi yang dibangun Belanda cukup membuat takluk siapapun yang berani macam-macam dengan pemerintah kolonial. Di tangsi itu, masyarakat yang dianggap “bersalah” dibedil tanpa ampun atau disiksa hanya karena kesalahan sepele, semisal tidak menunduk jika melewati bendera Belanda atau tidak turun dari sepeda jika berpapasan dengan Belanda.

Beberapa tahun berlalu tidak ada seorangpun warga Belitung yang berani memberikan perlawanan terhadap kebengisan Belanda. Mereka seolah terpaksa “berdamai” dengan penindasan. Hingga pada akhirnya masyarakat Belitung menemukan caranya masing-masing untuk menggoyahkan kekuatan Belanda, yakni melalui sepak bola.

Pada masa itu VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) mebentuk maskapai timah. Perseroan dagang ini kemudian membentuk unit-unit lain selain parit tambang, seperti dok kapal, bengkel, dan logistik. Para karyawan di masing-masing unit diberi kesempatan membentuk tim olahraga. Meski diberi kesempatan mengembangkan bakat olahraga, ketidakadilan dan kekejaman masih dapat dirasakan oleh para warga Belitung yang tergabung dalam tim ini. Van Holder (pimpinan Distric beheerder) memerintahkan paksa masyarakat Belitung turut merayakan hari kelahiran Ratu Belanda. Perayaan ulang tahun itu ditandai dengan pertandingan olahraga dalam kompetisi Piala Distric beheerder. Tentu saja dalam pertandingan tersebut sebagai orang yang terjajah, masyarakat Belitung tidak boleh memenangkan pertandingan. Mereka dipaksa mengalah.

Apabila orang-orang Belitung sampai memenangkan pertandingan olahraga ketika melawan Belanda, mereka akan diganjar hukuman karena dianggap lancang. Hukuman yang didapatkan macam-macam, mulai dari dilarang bermain lagi, dipukuli sampai babak belur, hingga di panggil ke tangsi untuk dicederai sampai cacat.

 

Masyarakat Belitung Usai Kemerdekaan (Masa Kecil Ikal)

Penggambaran Ayah Ikal oleh Andrea Hirata mewakili bagaimana kehidupan seorang kepala keluaraga di Belitung. Belitung merupakan daerah yang termahsyur dengan timah putihnya. Sebagian besar kepala keluarga di sana menggantungkan hidup dengan bekerja di pabrik pertambangan timah.

Selain kehidupan para pekerja di pabrik pertambangan timah, di bagian pembukaan ini penulis juga memperkenalkan adat kebiasaan masyarakat Belitung yang sering-sering bercakap-cakap di warung kopi.

Kebiasaan lain masyarakat Belitung yang digambarkan Andrea dalam novelnya adalah menonton bola bersama di balai desa. Apabila PSSI berlaga Bapak-bapak, anak muda, maupun anak-anak yang notabene menyukai bola menonton bersama di pekarangan balai desa. Mereka menononton melalui siaran televisi umum hitam putih yang disediakan di sana.

 

Masyarakat Spanyol

Terakhir, Hirata menyajikan gambaran kehidupan sosial masyarakat Spanyol manakala ia menceritakan perjuangan tokoh Ikal membeli kaos pemain bola untuk sang ayah. Usai tamat SMA, Ikal merantau dan mendapat beasiswa belajar di Universitas Sorbonne Prancis. Menjelang musim panas, ia melakukan backpacking ke Madrid untuk membeli kaos bola bertandatangan Luis Figo, pemain idaman ayahnya.

Saat uangnya tidak cukup untuk mendapatkan kaos bertandatangan itu, Ikal memutar otak untuk mencari pekerjaan. Bagi seorang backpacker bekerja di Madrid tidaklah sulit. Orang-orang Madrid terbuka terhadap keberadaan para backpacker. Selain bekerja di sebuah lembaga, seorang backpacker umum mengamen di Spanyol. Mereka melakukan itu di sela-sela waktu bekerja untuk mendapatkan tambahan uang. Inilah perbedaan para backpacker di Indonesia dengan para backpacker di Spanyol.

Selain backpacker, Hirata juga  mengekspos eforia masyarakat Spanyol terhadap sepak bola. Orang-orang Spanyol, khususnya di Madrid sangat menyukai sepak bola. Gagap gempita mereka terlihat setiap digelarnya pertandingan. Di Negeri Matador ini tidak hanya kaum Adam yang menggemari sepak bola, tetapi juga kaum hawa. Ketika ada pertandingan bola, euforia kaum perempuan terlihat dari atribut yang mereka kenakan.

 

Pembaca, setidaknya itulah kira-kira gambaran masyarakat Belitung dan Spanyol dalam novel Sebelas Patriot yang mampu saya soroti. Sebenarnya, apabila ditelisik lagi masih banyak aspek lain dari novel ini yang bisa kita gali. Apa saja? Tentu Anda harus menemukannya sendiri. Selamat membaca!

Ikuti tulisan menarik Nadhila Hibatul lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler