x

Iklan

trimanto ngaderi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 22 September 2022

Kamis, 13 April 2023 11:36 WIB

Menahan Amarah atau Menyadari Amarah?

Kata menahan saya beri tanda kutip, kata ini perlu dikaji ulang agar penerapannya tepat. Ditinjau dari kesehatan holistik, perbuatan menahan amarah justeru dapat menimbulkan permasalahan kesehatan. Mulai dari gangguan kesehatan yang ringan hingga gangguan kesehatan yang serius.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

“Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang yang berinfaq baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya, dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan” (Ali Imran: 133)

Ayat di atas sangat sering dikutip oleh pada dai terutama pada saat mengisi kultum di bulan Ramadhan ini. Dalam ayat tersebut disebutkan bahwa ciri orang yang bertakwa ada tiga, yaitu berinfaq, tidak marah, dan mau memaafkan. Bahkan, pahalanya tidak tanggung-tanggung, akan diberikan surga yang luasnya adalah seluas langit dan bumi.

Pada tulisan kali ini, fokus pembahasannya adalah ciri orang yang bertakwa yang kedua, yaitu menahan amarah. Kata “menahan” barangkali perlu dikaji secara lebih mendalam lagi agar tidak terjadi salah penafsiran sehingga menimbulkan pemahaman yang keliru.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Marah Adalah Sebuah Energi

Marah merupakan salah satu bentuk emosi manusia, yaitu emosi negatif. Emosi tidaklah berwujud (tak kasat mata), karena ia adalah ekspresi dari perasaan manusia. Emosi hanya bisa dilihat dari gejala fisik yang menyertainya, misalnya muka merah menyala, mata melotot, gigi gemeretak, badan berkeringat dan sebagainya.

Oleh sebab tidak berwujud, maka marah bisa dikategorikan sebagai ENERGI. Menurut ilmu Fisika, ada yang namanya Hukum Kekekalan Energi. Ditemukan oleh seorang ahli Fisika berkebangsaan Inggris bernama James Prescott Joule, yang berbunyi: “energi tidak dapat diciptakan maupun dimusnahkan, namun dapat berpindah dari satu bentuk ke bentuk lainnya”.

Atau dengan kata lain, energi itu kekal (abadi) sehingga tidak dapat berubah sepanjang waktu dan memiliki nilai yang sama baik sebelum terjadi maupun sesudahnya. Keberadaan energi tersebut dapat diubah bentuknya dengan besaran yang akan selalu sama. Contoh: energi listrik. Bisa diubah menjadi energi panas (seterika), bisa menggerakkan sesuatu (kipas angin), bisa menjadi cahaya (lampu).

Demikian halnya dengan energi marah, ia bisa berubah menurut si pemilik rasa marah tersebut. Apabila kemarahan diledakkan, maka bisa mewujud dalam bentuk berkata keras dan kasar, melakukan penganiayaan fisik, merusak benda, dan sebagainya. Karena marah adalah energi negatif, ketika dilampiaskan maka akan menimbulkan rasa sakit maupun kerusakan.

Amarah yang diledakkan tidak saja melukai orang lain atau benda-benda, tapi juga melukai diri sendiri. Pelakunya akan mengalami ketegangan, napas yang tersengal-sengal, jantung yang berdetak sangat cepat; yang kesemuanya akan sangat menguras tenaga. Belum lagi ditambah hati yang tidak tenang, pikiran yang kacau, dan jiwa yang labil.

Oleh karena itu, dalam ajaran Islam kita dianjurkan untuk “menahan” amarah. Dalam arti sebaiknya kita tidak meledakkan kemarahan. Apabila sampai diledakkan tentu akan menyakiti orang lain, dan ini termasuk perbuatan dosa. Maka, menahan kemarahan termasuk salah satu ciri orang yang bertakwa, karena mampu menahan diri dari perbuatan menyakiti orang lain. Apalagi ia mau memaafkan orang tersebut (ciri ketiga), ia dianggap orang yang layak mendapatkan surga.

Kata menahan saya beri tanda kutip, kata ini perlu dikaji ulang agar penerapannya tepat. Ditinjau dari kesehatan holistik, perbuatan menahan amarah justeru dapat menimbulkan permasalahan kesehatan. Mulai dari gangguan kesehatan yang ringan, seperti sakit kepala, maag, alergi, imunitas menurun, dll hingga gangguan kesehatan yang serius seperti insomnia, jantung, paru-paru, kebutaan dan kanker.

Badan dan Jiwa Satu Kesatuan

Antara badan dan jiwa merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Apa yang terjadi pada badan kita, jiwa akan terpengaruh dan dapat merasakannya. Sebaliknya, segala yang terjadi dalam jiwa kita, akan tampak pada badan kita.

Badan kita sakit, membuat jiwa menjadi labil. Badan kita lelah, perasaan kita menjadi badmood. Kita merasa malu, muka kita memerah. Hati kita lagi senang, badan terlihat bersemangat.

Karena merupakan satu kesatuan dan saling mempengaruhi, maka kita harus pandai-pandai dalam mengelola perasaan kita, terutama emosi negatif, wabil khusus KEMARAHAN.

Dalam sudut pandang kesehatan holisitik, yang benar bukan menahan amarah, melainkan MENYADARI amarah. Sifat energi adalah bergerak. Kemarahan yang ditahan (ditekan) akan bergerak menuju organ-organ tubuh kita yang saat itu dalam kondisi lemah.

Seorang perempuan yang menekan amarahnya di daerah sekitar dada, energi marah bisa bergerak menuju ke payudara dan bisa menimbulkan kanker payudara. Atau energi marah bergerak ke organ jantung dan bisa menyebabkan  lemah jantung. Atau bergerak ke hati dan menyebabkan kanker hati.

Apabila energi marah bergerak ke sistem pencernaan, bisa menimbulkan penyakit maag, sembelit, diare, kanker usus. Jika bergerak ke bagian kepala (otak) bisa menyebabkan sakit kepala, susah tidur, migrain, hingga kanker otak.

Contoh lain, energi kesedihan yang ditahan (ingin menangis tapi ditahan karena merasa sebagai laki-laki). Hal ini bisa mengakibatkan penyakit glaukoma. Maka tak heran, glaukoma lebih sering diderita oleh laki-laki ketimbang perempuan. Barangkali, Nabi Ya’qub as dulu sampai mengalami kebutaan karena menahan kesedihan yang amat mendalam dan bertahun-tahun lamanya karena kehilangan anak kesayangannya, Yusuf. Dan kebutaannya bisa sembuh ketika berhasil bertemu kembali dengan Yusuf (kesedihannya telah terobati).

Jalan terbaik menurut kesehatan holistik terkait kemarahan adalah MENYADARINYA. Menyadari di sini berarti cukup menyadari sepenuhnya (menyadari apa adanya) bahwa saat ini kita sedang dalam kondisi marah, tidak perlu dilampiaskan maupun tidak perlu ditahan.

Dengan menyadari kemarahan, ia tak lagi menjadi energi negatif, melainkan netral.

Ikuti tulisan menarik trimanto ngaderi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler