x

Sumber Gambar Ilustrasi: hutterstock.com

Iklan

Iba Mabako

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 27 Maret 2023

Jumat, 14 April 2023 14:07 WIB

Pesan Terakhir dari Rama

Teman baik itu bernama Ramadhan. Dia telah mengubah hidupku satu purnama ini. Tapi nyatanya dia akan pergi lagi.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Hari-hari berlangsung beda. Semenjak kehadirannya, segala sesuatu dalam hidupku berubah menakjubkan.

 

***

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Sudah hampir satu purnama kami bersama. Terus bersampingan menikmati indahnya siang dengan menahan dahaga. Dilanjut malamnya, bersama-sama melantunkan kalam suci. Syahdu pun terus memenuhi surau-surau hingga dini hari.

 

Sore ini, sore terakhir kami bersua. Tepat saat matahari terbenam diufuknya. Rama akan pergi.

 

“Rama.. Kamu benar akan pergi?” tanyaku.

 

“Iya kawan. Sudah saatnya aku pergi,” ujarnya.

 

“Tapi aku belum siap berpisah denganmu Rama.”

 

Dia tak menjawab. Senyumnya perlahan mengembang.

 

“Rama. Aku hanya takut jika kau pergi, aku kembali berubah dan tak lagi berbuat baik. Siapa lagi yang akan mengingatkanku pergi ke surau membaca kitab suci, mengingatkanku solat—“ Kalimatku terhenti, air mata tiba-tiba mengalir deras “Itu berkatmu Rama.”

 

“Kawan. Berhentilah berkata jika aku yang merubahmu. Itu tidak benar. Karena dirimu sendirilah yang melakukannya. Ada atau tiadanya aku, kamu adalah kamu. Aku hanya sebatas teman yang mengajakmu kepada kebaikan. Tidak lebih.”

 

“Tapi..” Aku hendak menyangkalnya.

 

Tangan Rama memegang pundakku lebih dulu sambil tersenyum.

 

“Aku senang bisa bertemu denganmu kawan. Kamu selalu menyambutku dengan baik. Tapi, aku benar-benar harus pergi sekarang.” Dia menatapku lamat-lamat, “Dan satu lagi pesan dariku, kawan. Teruslah menjadi dirimu yang sekarang. Dirimu yang selalu berbuat baik, dirimu yang rajin beribadah.. hingga kita bersua kembali di kemudian hari.”

 

Perlahan dia melangkah mundur lalu berbalik badan. Sesekali melirik kearahku yang masih berdiri termangu sambil melambai. Senyumnya terlihat berseri diterpa senja.

 

“Rama...terima kasih!” teriakku sambil balas melambai.

 

Air mata pun kembali mengalir deras di pipi. Tepat saat punggungnya menghilang, matahari sempurna terbenam. Jingganya sudah sempurna pula digantikan remang rembulan. Gelegar takbir pun menggema di sudut-sudut surau, turut mengantar kepergiannya. 

 

Dan sejak saat itulah kami berteman baik. Pesan-pesannya akan kujaga hingga tiba saatnya kami bertemu lagi. 

 

Teman baik itu bernama.. Ramadhan.

 

 

Ikuti tulisan menarik Iba Mabako lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler