x

Iklan

Firmanda Dwi Septiawan firmandads@gmail.com

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 11 November 2021

Jumat, 14 April 2023 19:12 WIB

Jejak Modernisasi Ilmu di Jazirah Arab

Beberapa ciri khas para pemikir negara-negara Arab sudah terlihat sejak awal tahun 1800-an. Mereka merupakan kaum konservatif yang mempertahankan sifat asli dan tradisi keislaman yang ada di jazirah Arab, bahkan mereka membentuk suatu persekutuan dengan mempertahankan budaya Arab

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Lahirnya Berbagai Penemu 

Beberapa ciri khas para pemikir negara-negara Arab sudah terlihat sejak awal tahun 1800-an. Mereka merupakan kaum konservatif yang mempertahankan sifat asli dan tradisi keislaman yang ada di jazirah Arab, bahkan mereka membentuk suatu persekutuan dengan mempertahankan budaya Arab (Philip,2010: 46).

Setelah tahun 1800-an para pemikir Arab mulai datang dari wilayah yang berbatasan dengan negara-negara Arab. Tentu saja para pemikir ini sudah terkena pengaruh budaya dari Barat. Merdeka di antaranya ialah Tahtawi dari Mesir, Al-Afghani dari Turki, Farabi dari Syria dan beberapa pelopor modernisme Arab lainnya. Selain itu, kemerdekaan negara-negara Arab juga tidak lepas dari pengaruh Barat salah satunya peristiwa Revolusi Prancis. Penyerbuan Napoleon sangat berpengaruh terhadap modernisasi Mesir tahun 1798. Negara Mesir pun terbuka terhadap pengaruh Barat, dimana sistem pemerintahan Mamluk diganti dengan lembaga-lembaga Barat (Hitti,2010: 47).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Berbeda halnya dengan modernisasi di Syria, Rezim Ottoman di Syria berakhir tahun 1918. Modernisasi bergerak jauh lebih cepat karena telah dimulai seperempat abad sebelumnya. Salah satu pelopor nasionalisme Syria ialah Farabi. Ia mengemukakan bahwa “Jika pada suatu ketika filsafat tak ikut serta dalam pemerintahan, meskipun didalamnya terdapat segala sifat lainnya untuk memerintah, maka negara idaman akan tetap tanpa penguasa, kepala negara bukanlah manusia sejati, dan negara akan menghadapi kehancuran, dan jikalau tidak ada manusia yang arif seperti kepala negara misalnya, niscaya tak lama kemudian negara akan hancur” 

Di Turki reformasi berlangsung setelah 31 tahun pemerintahan Midhat Pasha, yang dipelopori oleh Sultan Abdul Hamit, yang didukung kaum nasionalis Turki untuk mengembangkan pemerintahan secara konstitusional. Kemerdekaan sejatinya kebutuhan setiap orang untuk bebas baik memeluk agama, mengoreksi pemerintahan, dan terbebas dari tirani.

Dampak gagasan para pemikir Arab dan diberlakukannya sistem konstitusional bagi sebagian kalangan di antaranya :

  1. Pemimpin politik nasional tak diberi kesempatan mendapat pengalaman yang diperlukan jika pada saatnya harus memikul tanggungjawab.
  2. Pemerintah perwalian (oposisi/parlemen) memelihara sikap tidak percaya terhadap pemerintahan yang sah. Berakibat pada sikap masyarakat yang anti kesetiaan dan bekerjasama
  3. Sikap pemerintahan perwalian mengaburkan pandangan rakyat tentang azas yang dipelihara sebelumnya, jadi masyarakat tidak seutuhnya
  4. Selama kekuasaan masih dipengaruhi sistem dan ketergantungan pemerintahan kolonial masyarakat tidak dapat menguji kecakapannya untuk menguasahakan perobahan dalam pemerintahan secara tertib (demokrasi) (Hitti,2010: 50)

(a). Abdul Hamid

(Sultan Abdul Hamid II) Dalam tesisnya Deden Anjar menegaskan bahwa Sultan Abdul Hamid II merupakan pembaharu Turki yang mempelopori munculnya lahirnya pergerakan Turki Muda. Turki Muda adalah sebuah gerakan oposisi yang berkembang di periode Tanzimat pada masa pemerintahan. Turki Muda mulai berkembang di Paris oleh orang-orang reformis yang melarikan diri dan bertemu sekelompok kecil pelarian Ustmani konstitusionalis yang termasuk didalamnya Ahmet Riza, putra seorang anggota parlemen Ustmani dan mantan direktur pendidikan di Bursa. Ahmed Riza kemudian diangkat sebagai pemimpin kelompok Turki Muda.

(b). Al-Tahtawi

Al-Tahtawi di lahirkan pada tahun 1801 di Tahta, suatu kota yang terletak di Mesir bagian Selatan dan Meninggal di Kairo pada tanggal 27 Mei 1873. Negara Mesir juga memiliki tokoh yang menuangkan gagasan modernism ia adalah Rafaah Rafi al-Tahtawi. Dia merupakan salah satu pemikir Arab yang dikirim ke Prancis untuk dilatih dan dididik. Ia mempelajari sistem politik di Prancis, menerjemahkan konstitusi Charles X dengan amandemenya yang digunakan selama pemerintahan Louis Philippe dalam bahasa Arab, ia juga menerjemahkan code civil Prancis yang didukung pemerintah Prancis untuk diterjemahkan dalam bahasa Arab. Tahtawi memilah tradisi politik Prancis agar dapat diterima bangsanya (misalnya tentang azas pembatasan konstitusi yang tidak ada di Mesir, ia berusaha mereformasinya dengan menggunakan azas demokratis). 

(c) Muhammad Rashid Rida

Muhammad Rashid bin Ali Rida bin Muhammad Shams al-Din bin Muhammad Baha al-Din bin Munla Ali Khalifah atau biasa disebut Rida merupakan pelopor pembaharu dari Syria. Ia dilahirkan di Qalamun yaitu sebuah kampung berhampiran Tripoli, Syria pada Jamad al-Awwal 1282/ September 1865 (Adam 1968: 177). Selain itu, ia mendapat pendidikan awal di Kuttab, Qalamun. Pada tahun 1879, ayahnya menghantarnya ke Madrasah Wataniyyah yang didirikan oleh Sheikh Husain Jisr (1845-1909). Rida menggali diri dengan ilmu pengetahuan serta pemikiran yang tajam sehingga ia dapat melebihi kemampuan gurunya 

(d) Abdul Rahman Kawakibi

Abdul Rahman al-Kawakibi memiliki nama lengkap yaitu Abd alRahmān ibn Ahmad Bahā‟i ibn Mas`ūd al-Kawākibi. Ayahnya bernama Sayid Ahmad Baha‟i Ibn Muhammad Ibn Mas‟ud al-Kawakibi (1244- 1299 H/1829-1882 M) adalah Mufti Antokia. Ia pindah ke Halb, kampung Parsi dan menikah dengan seorang gadis negeri itu sehingga menghasilkan kekeluargaan al-Kawakibi. Keluarga Ali Ibn Abi Thalib di sini bernama Shafi uddin al-Ardabili, karena tinggal di kota Ardabil salah satu kota Azerbaijan, sehingga ia termasuk sebagai keluarga Nabi Muhammad SAW.

Untuk menghindari terciptanya pemerintahan yang tiran, Al-Kawakibi mendukung adanya pemisahan kekuasaan legislatif dan eksekutif. Dalam hal ini Al-Kawakibi menyatakan bahwa sebuah pemerintahan akan dapat terjerumus kepada tiranisme “apabila pemegang kekuasaan eksekutif tidak mempertanggungjawabkan tugasnya kepada pemegang kekuasaan legislatif, dan pemegang kekuasaan legislatif tidak mempertanggungjawabkan pekerjaannya kepada rakyat, yaitu rakyat yang tahu cara mengawasi dan mampu melakukan evaluasi” 

(e) Gammal Abdul Nasser

Berdirinya negara Mesir tidak lepas dari peran para tokoh pendirinya yang mencanangan garakan nasionalisme dan ukhuwwah secara total. Gamal Abdul Nasser adalah salah satu the founding fathers (selain Tafuik Kamil, Muhammad Ali, Muhammad Naguib) yang bertekat bulat untuk membangun negara tersebut sebagai negara heterogen baik dari segi bangsa, agama, budaya, maupun bahasa. Diantara para tokoh ini, Nasser memilki pengaruh terbesar di negara tersebut. Bahkan hingga ke negara lain termasuk Arab, Asia hingga Afrika (Lapidus, 1999: 121)

Referensi :

Al-Qordhawi, Y. 1997. ‘Islam dan Sekularisme’, diterjemahkan oleh : Amirullah Kandu, Lc., CV. Pustaka Setia.

Hitti, Philip K. 2010. History of The Arabs, terj. R.Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi. Jakarta: Serambi.

Hoesin, Oemar Amin. 1953. Gelora Politik Negara-negara Arab. Jakarta: Tintamas.

Lapidus. 2000. Sejarah Sosial Umat Islam, Jilid II. Jakarta: Rajawali Pers

Ikuti tulisan menarik Firmanda Dwi Septiawan firmandads@gmail.com lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terkini

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB