x

Succubus under the darkness

Iklan

Riandy Kadwi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 30 Juli 2022

Senin, 17 April 2023 19:36 WIB

Bidadari yang Belum Tidur

3 min. read

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tak salah lagi ancaman ini berasal dari pohon beringin raksasa itu. Tiap kali gerombolan awan yang melintasinya seketika menggelap. Saling berbenturan hingga menimbulkan kilatan-kilatan petir. Persis seperti gambaran rumah penyihir di dongeng-dongeng semasa kecil.

Dari kejauhan saja pohon itu membuat sekujur tubuh lemas. Udaranya tipis sekali. Aku seperti tercekik.

Samar-samar terdengar isak tangis. “Sepertinya ada seseorang,” dalam hati langsung merespon. Asal suara tidak jauh dari sisi ku berdiri. Tak ada salahnya mendekati, pikirku penasaran.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dia adalah Succubus. Aku sadar sedang bermimpi, tetapi sebuah kebetulan yang aneh ketika bertemu dengan makhluk mitos di alam mimpi. Padahal aku selalu berharap bisa bertemu John Lennon.

“Sedang apa kau di sini?” tanyaku. “Kenapa kau menangis?” sambarku tak sabaran.

Aku pernah mendengar mitos tentang Eve bukan lah perempuan pertama yang diciptakan Tuhan. Ada beberapa prototipe yang pernah dibuat Tuhan, salah satunya adalah Succubus. Mitos itu sepertinya ingin mengatakan bahwa Tuhan pun belajar dari kesalahan yang ditunjukkan dalam proses penciptaan Eve.

Secara fisik Succubus tidak sesempurna Eve. Ia memiliki dua tanduk kecil di kepalanya. Di versi lain ia digolongkan sebagai iblis karena kutukan yang diberikan Tuhan padanya.

Kutukan Succubus bermula ketika kecemburuan menghinggapinya setelah Tuhan berhasil menciptakan Eve kemudian dipasangkan dengan Adam. Suatu waktu ia menggoda Adam dengan menyamar menjadi Eve hingga akhirnya Adam diturunkan ke bumi.

Tuhan yang murka lalu mengutuk Succubus tak pernah tidur dan tinggal di alam mimpi hingga hari akhir. Mendengar itu Succubus mengancam balik Tuhan kalau ia akan terus menggoda keturunan-keturunan Adam di alam mimpi.

“Aku kesepian. Maukah kau menemani?” Succubus menoleh sambil buru-buru mengusap air matanya.

Ini tak seperti mitos yang ku tahu, seharusnya ia menggodaku seperti ikrar yang diucapkannya pada Tuhan.

“Apakah kau pernah membayangkan,” ia memulai percakapan. “Betapa menderitanya menahan kantuk yang abadi?”

Aku hanya membisu. “Tiga hari tanpa tidur saja sudah tak karuan rasanya apalagi seumur hidup,” protesku dalam hati.

Succubus kemudian bercerita panjang tentang hubungannya dengan Adam hingga tragedi kutukan itu bermula. Ia pun turut mencurahkan isi hatinya. “Belakangan aku baru menyadari, tak bisa tidur seumur hidup bukanlah kutukan sesungguhnya, melainkan kesepian,” simpati ikut tumbuh mendengarnya. Aku yakin kepingan cerita ini tak pernah diungkap hingga saat ini.

Berjuta-juta malam di alam mimpi telah dilewati sesungguhnya bukan untuk menggoda, Succubus hanya ingin bertemu seseorang yang bisa melepas kutukannya. Ia hanya perlu menemukan seseorang tersebut seperti yang Tuhan janjikan padanya.

Karena tiada satu petunjuk pun tentang bagaimana cara menghilangkan kutukannya, hingga saat ini ia belum berjodoh dengan orang itu. Keputusasaan lambat laun menelannya hingga atmosfer sekelilingnya menggelap.

“Mungkin ini cuma masalah waktu saja.” ucapku berusaha menenangkan.

Aku merasa Succubus tak berbeda dengan Eve—perempuan pada umumnya—yang hanya butuh didengarkan ketika sedih melanda. Terlalu aktif menasehati malah akan merusak segalanya.

“Kau, kan, seorang manusia, apa kau tahu cara menghilangkan kutukanku?” tanyanya memaksa. “Bantulah aku, Manusia. Aku mohon!” Tangisnya seketika pecah. Hujan deras turun tanpa aba-aba.

Tanpa memperdulikan perkataannya, aku lantas memeluknya. Succubus membalas pelukku tak kalah erat, lalu menangis sejadi-jadinya.

Hujan telah reda, artinya Succubus telah berhenti menangis. Ia tertidur pulas dalam pelukanku setelah menangis. Aku tak menyangka, selama ini aku lah seseorang yang dikirim Tuhan untuknya.

Pukul 4.30 pagi. Terbangun tepat saat subuh berkumandang.

Kaus tidur ku basah kuyup. Aku tak tahu ini keringat, air hujan, atau air mata Succubus. Entah kenapa lega sekali rasanya.





Ikuti tulisan menarik Riandy Kadwi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler