x

TikToker, Bima Yudho Saputro yang viral setelah membuat video berjudul Alasan Lampung Gak Maju-Maju. Foto: TikTok/\x40Awbimaxreborn

Iklan

jendry Kremilo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 21 Mei 2022

Senin, 24 April 2023 19:17 WIB

Bima Yudho, Intelektual Anti Silentium

Konsep silentium yang berarti ketiadaan suara sering dikaitkan dengan politik, dimana masyarakat tidak menyadari yang terjadi di balik layar politik. Mereka hanya menerima informasi yang disediakan pemerintah. Ini dapat mengakibatkan masyarakat tidak kritis terhadap kebijakan pemerintah.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Silentium berasal dari bahasa Latin yang berarti keadaan diam atau keadaan tidak bersuara. Kata ini seringkali dikaitkan dengan politik, terutama dalam konteks ketiadaan informasi atau ketidaktahuan dari masyarakat terhadap tindakan politik yang dilakukan oleh pemerintah. Dalam politik, ketiadaan informasi atau ketidaktahuan dapat menjadi suatu kekuatan yang sangat kuat, terutama bagi mereka yang berada di posisi kekuasaan.

Dalam konteks politik, ketidaktahuan dari masyarakat terhadap tindakan politik yang dilakukan oleh pemerintah dapat dianggap sebagai suatu bentuk silentium. Dalam keadaan seperti ini, masyarakat tidak mengetahui apa yang sedang terjadi di balik layar politik, dan seringkali hanya menerima informasi yang diberikan oleh pemerintah atau media massa yang cenderung memihak pada satu pihak. Hal ini dapat mengakibatkan masyarakat menjadi tidak kritis terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, dan memungkinkan tindakan politik yang tidak etis atau merugikan terjadi dengan tanpa hambatan.

Dalam beberapa kasus, ketidaktahuan atau ketiadaan informasi juga dapat disengaja oleh pemerintah atau oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan tertentu. Misalnya, pemerintah dapat menghalangi akses informasi atau mengendalikan media massa untuk menyajikan informasi yang berbeda dengan kepentingan politik yang sedang dijaga. Hal ini dapat memperkuat kekuasaan dan pengaruh pemerintah, dan dapat menghambat upaya untuk menciptakan suatu tatanan politik yang lebih transparan dan akuntabel.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Namun, dalam beberapa kasus lainnya, ketiadaan informasi atau ketidaktahuan juga dapat timbul akibat dari faktor-faktor lain, seperti kurangnya akses informasi atau kurangnya pemahaman masyarakat tentang politik. Dalam hal ini, kritisisme politik dapat menjadi suatu kekuatan yang sangat penting dalam membuka akses informasi dan meningkatkan pemahaman masyarakat tentang politik.Kritisisme politik dapat membantu masyarakat untuk lebih kritis terhadap tindakan politik yang dilakukan oleh pemerintah, dan memungkinkan mereka untuk memperoleh informasi yang lebih objektif. Hal ini dapat membantu masyarakat untuk membuat keputusan yang lebih bijaksana dalam memilih pemimpin atau kebijakan politik yang mereka dukung, dan dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam politik.

Dalam banyak kasus, kritisisme politik juga dapat menjadi suatu bentuk "anti-silentium", di mana masyarakat dapat berbicara dengan bebas tentang tindakan politik yang dilakukan oleh pemerintah, dan memberikan umpan balik dan saran untuk memperbaiki kebijakan yang diambil. Hal ini dapat membantu menciptakan suatu tatanan politik yang lebih transparan dan akuntabel, di mana masyarakat memiliki akses yang lebih baik terhadap informasi dan memiliki peran yang lebih aktif dalam menentukan arah politik yang diambil.

Namun, kritisisme politik tidak selalu dianggap positif oleh semua pihak. Beberapa orang atau kelompok tertentu dapat merasa terancam atau tersinggung oleh kritisisme yang dilakukan oleh masyarakat atau media massa, dan dapat mengambil tindakan untuk membatasi atau memblokir kebebasan berbicara dan berpendapat. Hal ini dapat mengakibatkan keadaan "silentium" kembali terjadi, di mana masyarakat tidak dapat memperoleh informasi yang cukup tentang politik atau tidak dapat memberikan umpan balik dan kritik yang memadai.Salah satu kasus yang viral di media sosial Kasus Tiktoker Bima Yudho yang dilaporkan ke Polda Lampung atas video kritiknya terhadap Pemerintah Kota Lampung menjadi sebuah contoh nyata tentang kritisisme yang dibungkam. Tindakan Bima yang mengkritik kinerja pemerintah secara terbuka melalui media sosial mendapatkan respons negatif dari warga bernama Ginda Ansori yang melaporkannya ke pihak kepolisian dengan tuduhan penghinaan dan ujaran kebencian.Dalam kasus ini, terlihat jelas bagaimana kritisisme dianggap sebagai ancaman bagi pihak yang berkuasa dan membawa risiko tersandung hukum. Padahal, kritisisme seharusnya menjadi cara yang sehat dan produktif untuk memperbaiki kinerja pemerintah. Namun, ketika kritisisme dibungkam, maka ada potensi untuk memperburuk situasi dan memperbesar kesenjangan antara pemerintah dan rakyat.

Kebijakan yang membatasi kritisisme juga tidak sesuai dengan semangat demokrasi yang menganut kebebasan berekspresi dan hak atas opini. Sebagai warga negara yang berperan dalam menjaga kepentingan publik, kita harus memperjuangkan kebebasan bersuara tanpa harus merasa takut akan ditekan dan dikriminalisasi.Namun, tentu saja kritisisme tidak boleh disalahgunakan sebagai sarana untuk melakukan penyebaran fitnah, ujaran kebencian, dan tindakan melanggar hukum lainnya. Oleh karena itu, dibutuhkan aturan yang jelas dan tepat mengenai batasan kritisisme agar tidak menjadi alasan untuk memperlemah demokrasi dan kebebasan berpendapat.Dalam kasus Tiktoker Bima Yudho, terlihat adanya ketidaktegasan dalam menentukan batasan kritisisme yang wajar dan membedakan antara kritik yang bernilai positif dan kritik yang berisi fitnah atau ujaran kebencian. Hal ini menunjukkan perlunya kebijakan yang jelas dan tepat guna menghindari penyalahgunaan hukum terhadap kritisisme.

Dalam konteks politik, kritisisme juga merupakan hal yang penting untuk memastikan kinerja pemerintah berada pada jalur yang benar dan sesuai dengan kepentingan publik. Sebagai masyarakat yang memiliki hak untuk memilih dan mengawasi kebijakan publik, kita perlu menyuarakan kritik yang membangun dan memberikan kontribusi positif bagi kemajuan bangsa dan negara.

Dengan demikian, kasus Tiktoker Bima Yudho dan pemerintah Lampung harus dijadikan sebagai pelajaran bagi kita semua tentang pentingnya kritisisme dan perjuangan untuk mempertahankan kebebasan berpendapat. Kita harus terus berjuang untuk menjamin bahwa kritisisme tidak menjadi alasan bagi pihak yang berkuasa untuk menghukum dan membungkam suara rakyat. Sebagai negara demokrasi, kebebasan berekspresi dan hak atas opini adalah sebuah nilai yang harus dijunjung tinggi.

Selain itu, kritisisme politik juga dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti perbedaan ideologi, kepentingan politik, atau faktor emosional. Dalam beberapa kasus, kritisisme politik dapat menjadi suatu alat untuk menyerang atau memojokkan pihak lain, tanpa mempertimbangkan faktor-faktor lain yang terkait dengan kebijakan atau tindakan politik yang sedang dianalisis. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya konflik dan polarisasi dalam masyarakat, dan dapat menghambat upaya untuk menciptakan suatu tatanan politik yang lebih inklusif dan kooperatif.Namun, meskipun terdapat beberapa risiko dan tantangan dalam kritisisme politik, penting untuk diingat bahwa kritisisme politik dapat menjadi suatu kekuatan yang sangat penting dalam memperbaiki sistem politik yang tidak akuntabel dan tidak transparan. Dalam masyarakat yang lebih demokratis, kritisisme politik dapat membantu menciptakan suatu tatanan politik yang lebih inklusif dan adil, di mana semua pihak memiliki kesempatan yang sama untuk menyuarakan pendapat dan mempengaruhi kebijakan politik yang diambil.

Dalam era digital dan informasi yang semakin canggih, kritisisme politik juga dapat memanfaatkan teknologi informasi untuk menciptakan suatu ruang diskusi dan dialog yang lebih terbuka dan inklusif. Masyarakat dapat menggunakan media sosial atau platform digital lainnya untuk membagikan informasi, memberikan umpan balik, dan memperjuangkan kepentingan mereka dalam politik. Dalam hal ini, kritisisme politik dapat menjadi suatu alat yang sangat kuat dalam memperkuat partisipasi masyarakat dalam politik, dan membantu menciptakan suatu tatanan politik yang lebih demokratis dan inklusif.

Pada akhirnya, etimologi kata "silentium" dan hubungannya dengan politik menunjukkan betapa pentingnya transparansi dan kebebasan berbicara dalam menciptakan suatu tatanan politik yang lebih inklusif dan adil. Kritisisme politik dapat menjadi suatu kekuatan yang sangat penting dalam memperbaiki sistem politik yang tidak akuntabel dan tidak transparan, dan dapat membantu menciptakan suatu ruang diskusi dan dialog yang lebih terbuka dan inklusif. Meskipun terdapat beberapa risiko dan tantangan dalam kritisisme politik, penting untuk terus mendorong masyarakat untuk lebih kritis dan aktif dalam politik, dan untuk terus memperjuangkan kebebasan berbicara

 

Ikuti tulisan menarik jendry Kremilo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler