x

Anies Baswedan beserta Ketum-ketum Partai dalam Koalisi Perubahan. (Sumber: mediabantencyber.co.id)

Iklan

Harrist Riansyah

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 7 April 2023

Selasa, 2 Mei 2023 07:48 WIB

Koalisi Perubahan, Lebih Ingin Memenangkan Pileg daripada Pilpres

Sudah jadi rahasia umum perihal siapa cawapres Koalisi Perubahan jadi bahan debat panas. Setiap partai pendukung koalisi memperlihatkan kepentingan masing-masing. Mereka ingin kadernya yang jadi cawapres Anies Baswedan. Ada nama AHY dan Ahmad Heryawan (Aher) yang bersaing ketat. Kenapa? Karena partai-partai tersebut masih mengharap efek ekorjas (coattail effect) dalam mendulang suara untuk parlemen.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Menjelang pesta demokrasi 5 tahunan Indonesia yaitu Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres), partai-partai politik tengah menyiapkan segala cara. Mereka bermanuver demi bisa masuk ke Senayan ataupun mempertahankan kursi berada di kubu pemerintahan. Dalam satu bulan belakangan ini nampak manuver politik dilakukan kubu pemerintahan dengan wacana koalisi besar hingga pencapresan Gubenur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo oleh PDIP. Hal itu menjadi pembicaraan hangat diberbagai media Indonesia.

Isu keretakan hubungan antara partai-partai politik kubu pemerintahan dengan PDIP juga menjadi perdebatan serius di setiap media. Tampaknya hal itu akan semakin jelas di kemudian hari. Belum berhenti sampai di situ. Keluarnya Sandiaga Uno dan masuknya Iwan Bule serta kedua anak Ahmad Dhani (Al & El) di Partai Gerindra baru-baru ini juga semakin membanjiri pemberitaan kubu pemerintah. Ini dikaitkan dengan peluang Sandiaga Uno menjadi cawapres Ganjar setelah PPP (partai yang kemungkinan besar menjadi partai baru Sandi) mengumumkan mendukung Ganjar sebagai capres.

Berbeda dengan kubu pemerintahan yang sedang gencar bermanuver dan menjadi pusat perhatian publik akhir-akhir ini, kubu oposisi yang berada di Koalisi Perubahan pengusung mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tampak tidak memerlihatkan pergerakan serius selama bulan puasa. Publik hanya mendengar isu mengenai peluang Menkopolhukam Mahfud MD menjadi calon Wakil Presiden pendamping Anies. Nama itu menambah deretan kandidat-kandidat kuat lainnya, seperti Gubernur Jawa Timur Khofifah dan Ketum Demokrat, AHY.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Koalisi Perubahan yang pada akhir tahun 2022 dan awal tahun 2023 menjaid koalisi yang paling menyita perhatian publik dengan kegiatan yang digencarkan oleh ketiga partai anggotanya (Partai NasDem, Partai Demokrat, & PKS), kini nampak diam dan tidak menggembar-gemborkan Anies Baswedan seperti sebelumnya. Apalagi permasalahan cawapres Anies yang kian hari bukannya mengerucut justru memunculkan kandidat-kandidat lain yang semakin memperumit penentuan cawapres nantinya.

Kepentingan Partai Masing-masing

Sudah seperti rahasia umum perihal cawapres Koalisi Perubahan sangat memperlihatkan kepentingan setiap partai untuk memasukkan anggota mereka menjadi cawapres seperti AHY yang merupakan Ketum Demokrat, dan Ahmad Heryawan (Aher) yang merupakan bagian dari Majelis Syuro PKS. Itu memperlihatkan bahwa partai-partai tersebut masih mengharap efek ekorjas (coattail effect).

Lagi pula masyarakat Indonesia juga masih menentukan pilihan mereka pada sosok tokoh atau figur-figur tertentu dibandingkan ide, gagasan, atapun ideologi yang dibawa oleh partai politik. Hal ini terjadi seperti PDIP yang lebih dikenal sebagai partai Soekarno, Presiden pertama Indonesia yang memiliki peranan penting pada kemeredekaan Indonesai. Hal serupa juga terjadi pada partai Gerindra dan Demokrat yang sangat dikenal masyarakat dari Ketum Gerindra, Prabowo Subianto dan Mantan Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Melihat historis politik Indonesia yang demikian maka sangat masuk akal partai-partai dalam koalisi perubahan dengan mengusung kader mereka menjadi cawapres pendamping Anies tanpa tidak melihat peluang menang atau tidaknya koalisi ini nanti pada Pilpres mendatang bisa membawa keuntungan tersendiri bagi suara partai di Pileg nantinya.

Jika Anies tidak menjadi Presiden

Bila kita berandai-andai Anies Baswedan yang dicalonkan oleh koalisi ini gagal merebut kursi RI-1 kemanakah arah partai-partai pengusung Anies. Partai Demokrat & PKS yang selama pemerintahan Jokowi selalu menjadi oposisi kemungkinan besar bisa saja masuk kedalam pemerintahan jika yang menjadi pemenang bukan berasal dari PDIP atau disini Ganjar Pranowo, yang berarti jika Prabowo Subianto yang memenangkan Pilpres bukan tidak mungkin kedua partai ini bisa masuk ke pemerintahan. Hal serupa juga akan dialami oleh Partai Ummat yang merupakan partai baru berdiri yang sudah mendeklarasikan mendukung Anies Baswedan menjadi capres. Bahkan partai ini sudah mengemukakan kepada pers akan mendukung Prabowo Subianto jika Anies gagal menjadi capres.  

Lalu untuk partai NasDem kemungkinan besar akan jauh lebih fleksibel daripada kedua partai lain di koalisi perubahan ini. Mengingat partai NasDem masih merupakan partai kubu pemerintahan yang memiliki hubungan baik dengan hampir semua partai politik di Indonesia yang membuat siapapun yang akan memenangkan Pilpres mendatang NasDem hampir pasti akan kembali menjadi bagian pemerintahan bukan oposisi. Apalagi dalam musyawarah partai tersebut ketika akhirnya mengusung Anies Baswedan terdapat nama Ganjar Pranowo yang diaspirasikan dalam musyawarah tersebut. Sedangkan dengan Prabowo Subianto memiliki hubungan yang dekat dengan ketum NasDem Surya Paloh yang pernah berada di satu partai yang sama ketika keduanya masih di Golkar.

Berdasarkan uraian diatas bisa disimpulkan bahwa koalisi perubahan yang sudah sepakat akan mengusung mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sekaligus Mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, kemungkinan besar lebih mementingkan pemilihan legislatif daripada pemilihan presiden itu sendiri, yang mampu membantu ketiga partai pengusung Anies mendapat coattail effect yang bisa menambah kursi DPR partai-partai ini. Jika memang ada ambisi untuk memenangkan Anies pada Pilpres tahun depan tetapi hal itu bisa saja dianggap sebagai “bonus” kekuasaan karena bisa mendapat kursi-kursi penting di pemerintahan lebih besar dibandingkan partai-partai yang baru mendukung Anies ketika ia menjadi presiden nantinya.   

Ikuti tulisan menarik Harrist Riansyah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler