x

Ilustrasi : Aksi Perjuangan Kaum Buruh Indonesia

Iklan

Abd. Malik Efendi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 7 April 2023

Selasa, 2 Mei 2023 07:37 WIB

Emansipasi Buruh Wanita dari Belenggu Gender di Tempat Kerja

Soekarno berkata: “Benar tentara kita adalah tentara marhaen, tentara adalah golongan marhaen, tentara menerima kerja kaum tani, tetapi garda depan kita adalah barisan buruh, barisan kaum proletar."

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Emansipasi perempuan di tempat kerja merupakan bagian penting dari perjuangan kesetaraan gender dan keadilan sosial. Peran perempuan dalam kehidupan kerja telah diabaikan dan diremehkan selama bertahun-tahun, dan perempuan seringkali diperlakukan sebagai tenaga kerja murah untuk digunakan oleh pabrik dan perusahaan tanpa perlindungan yang memadai.

Namun seiring berjalannya waktu, segala bentuk perjuangan perempuan semakin sadar akan hak-haknya sebagai pekerja dan mulai bergabung dengan gerakan buruh untuk memperjuangkan kesetaraan di tempat kerja dan di masyarakat secara keseluruhan.

Perjuangan untuk persamaan hak buruh salah satu perjuangan terpenting

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Emansipasi perempuan dalam perjuangan buruh adalah untuk persamaan hak buruh. Selama bertahun-tahun, perempuan dianggap tidak mampu melakukan pekerjaan yang dianggap "jantan" dan seringkali berpenghasilan lebih rendah dari rekan laki-laki mereka yang melakukan pekerjaan yang sama.

Namun, gerakan buruh perempuan di berbagai negara seperti Women's Trade Union League (WTUL) di Amerika Serikat (WTUL) dan Women's Trade Union Council (WTUC) di Inggris mulai memperjuangkan hak-hak pekerja perempuan dan memperjuangkan kesetaraan upah untuk kesetaraan bekerja.

Dengan perjuangan ini, wanita mulai mengubah persepsi mereka tentang kemampuan mereka dan menunjukkan bahwa mereka dapat melakukan pekerjaan yang sama dengan rekan pria mereka.

Perjuangan untuk hak cuti hamil dan pengasuhan anak

Pertarungan berikutnya untuk emansipasi wanita di tempat kerja adalah soal cuti dan hak sebagai orang tua. Selama bertahun-tahun, perempuan sering diperlakukan tidak adil ketika mereka hamil atau memiliki anak, sering kehilangan pekerjaan atau harus meninggalkan pekerjaan mereka.

Namun, dengan perjuangan gerakan buruh perempuan, pemerintah dan perusahaan mulai memberikan dan mengakui hak cuti hamil dan pengasuhan anak. Saat ini, banyak negara dan perusahaan memberikan cuti melahirkan kepada perempuan pekerja agar mereka dapat merawat anak-anak mereka dan kembali bekerja dengan tenang.

Perjuangan untuk perlindungan terhadap pelecehan seksual dan diskriminasi

Perjuangan selanjutnya untuk emansipasi perempuan di tempat kerja adalah perlindungan terhadap pelecehan dan diskriminasi seksual di tempat kerja. Selama bertahun-tahun, perempuan sering menjadi korban pelecehan dan diskriminasi seksual oleh rekan kerja atau atasan mereka, dan seringkali tidak memiliki hak untuk melaporkan tindakan tersebut.

Keberhasilan perjuangan gerakan buruh perempuan, hukum dan peraturan kini sudah terbentuk untuk melindungi perempuan dari pelecehan dan diskriminasi seksual di tempat kerja mereka.

Kata Bung Karno Soal Buruh Indonesia

Bung Karno mengatakan bahwa Marhaen adalah kaum buruh atau proletar Indonesia adalah petani miskin dan rakyat miskin Indonesia lainnya seperti pedagang kecil, Ngarit, buruh timah, orang grobag, nelayan dan lain-lain.

Walaupun Sukarno tidak menggunakan istilah proletar, namun ia mengakui kebenaran proletarisme secara prinsip, khususnya mengenai ajaran sejumlah filsuf-filsuf barat seperti Karl Marx. Sukarno sendiri tidak menyembunyikan bahwa mayoritas perjuangan Marhaen terdiri dari kaum proletar.

Tapi menurut Soekarno, ada "kondisi" yang berbeda antara Eropa dan di Indonesia. Di Eropa, kapitalisme utamanya adalah jenis atau sistem manufaktur, sedangkan di Indonesia masih berupa pertanian. Selain itu, menurut Soekarno, kapitalisme di Eropa adalah "zuivere industria" (industri murni), sedangkan di Indonesia berasal dari gula, teh, tembakau, karet, atau bisa dibilang hasil perkebunan (perusahaan). 

Kata Soekarno, kultur pekerjaan juga membuat perbedaan; Di Eropa, sistem kapitalisme menghasilkan 100% proletariat, sedangkan di Indonesia sistem kapitalisme menghasilkan petani miskin dan rakyat miskin. Meski kapitalisme mengacu pada 75 persen industri pertanian, Sukarno tidak menyembunyikan kebenaran posisinya bahwa proletariat harus menjadi pembawa standar.

Soekarno berkata: “Benar tentara kita adalah tentara marhaen, tentara adalah golongan marhaen, tentara menerima kerja kaum tani, tetapi garda depan kita adalah barisan buruh, barisan kaum proletar."

Gagasan tersebut tidak bermaksud menulis teori kelas, tetapi mencoba menerapkan penggunaan teori kelas pada konteks dan karakteristik masyarakat Indonesia, sebagaimana dijelaskan Soekarno di atas. Ini bukanlah versi baru bagi kaum Marxis di negara-negara dunia ketiga.

Perkembangan sektor informal yang telah mencapai lebih dari 70% memaksa teori kelas untuk digunakan dalam konteks. Walaupun Sukarno mengakui teori perjuangan kelas, ia selalu berusaha memperkuat semangat kebangsaan bukan sebagai kesadaran kelas, seperti lazimnya dalam gerakan buruh, tetapi sebagai kesadaran nasional, untuk secara sadar mencapai tujuan nasional. Bagi Sukarno, konflik kelas ini menjadi selaras dengan konflik nasional selama fase negara kolonial.

Hal ini dapat dimengerti saat kita membayangkan situasi di masa Sukarno membangun teorinya tersebut, pertama-tama bagaimana ia melihat perpecahan yang tajam dalam gerakan, terutama perselisihan yang tajam antara kaum Marxis dan Muslim. Pembagian hanya memperkuat kekuatan musuh, sedangkan kekuatan bangsa sendiri akan tetap goyah.

Jika dimasa Soekarno saja yang menjadi objek perjuangan kau buruh adalah antar pergeeakan, mengapa dimasa yang sudah berkemajuan seperti hari ini masih memandang dan menjadikan perbedaan gender sebagai objek perjuangan kelas buruh?

Lebih dari pada itu, dari segala jenis perjuangan baik yang digagas oleh tokoh pendahulu bangsa, hingga generasi-generasi bangsa saat ini, hal yang sangat miris dan disayangkan adalah kesenjangan upah antara pekerja wanita dan pria, kembali mengalami angka presentase kenaikan.

Kesenjangan upah aktual antara pekerja laki-laki dan perempuan dapat disebabkan oleh (jelas) perbedaan faktor karakteristik seperti usia, pendidikan, pelatihan, masa kerja, jenis pekerjaan, hubungan kerja, dan juga dapat diakibatkan oleh perbedaan efek dari faktor-faktor yang tidak terdeteksi atau tidak mempunyai dasar alasan yang jelas.

Berdasarkan data BPS, sebenarnya gap mulai menyempit dari tahun 2019 ke 2021. Sayangnya, di tahun 2022 angka ini kembali meningkat bahkan mencapai level tertinggi sejak tahun 2020. 

Menurut BPS, gaji rata-rata pekerja laki-laki lebih tinggi 22,09% dibandingkan pekerja perempuan. Secara spesifik, upah pekerja laki-laki Rp 3,33 juta, sedangkan upah pekerja perempuan Rp 2,59 juta. ***

Ikuti tulisan menarik Abd. Malik Efendi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler