x

Iklan

dudi safari

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 19 Februari 2023

Rabu, 3 Mei 2023 19:04 WIB

Allah Sang Pemberi Ilmu, Hikmah, Kesalehan dan Muluk

Allah penentu dari segala sesuatu di antaranya Dia yang memberi ilmu, hikmah kesalehan dan muluk (kerajaan).

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Allah Sang Pemberi Ilmu, Hikmah, Kesalehan dan Muluk

Banyak di antara manusia yang mengaku mampu untuk melakukan segala sesuatu, padahal mereka kadang sadar bahwa hidup penuh dengan keterbatasan.

Dalam kajian sosial, manusia bisa juga termasuk makhluk yang saling membutuhkan. Karena sejatinya tak akan ada raja tanpa rakyat, tak ada kaya tanpa miskin dan tak ada orang pintar tanpa orang bodoh.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Lantas siapakah yang berwenang menjadikan seseorang laksana raja dan berilmu. Apakah raja-raja itu jadi dengan sendirinya atau untuk hari ini biasa disebut kepala negara?

Dalam banyak kontestasi politik, para peserta mendaftarkan diri mereka untuk menjadi seorang pemimpin negeri. Namun dari beberapa kontestan tentulah hanya seorang saja yang berhak naik takhta.

Dalam sudut pandang manusia, bisa saja seseorang yang menjadi penguasa adalah berkat kerja keras dan kegigihannya berjuang dalam memikat hati rakyat. Pastinya para calon penguasa itu adalah orang di atas rata-rata, baik wawasan maupun finansialnya.

Perspektif Al-Qur’an tentu lain lagi, Al-Qur’an mengatakan bahwa semua yang dimiliki makhluk adalah hasil pemberian dari Allah Swt. oleh karena itu manusia tiada daya apa pun untuk merubah dan berkehendak sesuai keinginannya.

Ada 4 hal dari sekian banyak hal yang Allah SWT berikan kepada seorang manusia dan merupakan hak prerogatif Allah SWT sendiri.

4 hal itu adalah:

Pertama, ilmu. Ilmu sering diterjemahkan dengan pengetahuan, pengetahuan tentang apa saja tak sebatas pengetahuan agama. Bisa eksak, filsafat, kimia dan semisalnya.

Pengetahuan akan sesuatu itu hanyalah Allah Swt. yang memberikannya.

Seperti tercatat dalam Al-Qur’an surat Al-Mujadalah ayat 11, berbunyi; “ Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan orang yang diberi ilmu beberapa derajat.”

Ilmu atau pengetahuan boleh dicari tapi ilmu terkadang hanya sebatas tulisan atau hafalan saja. Harusnya ilmu itu terwujud dalam bentuk nyata yakni perilaku yang mampu memberi manfaat bagi alam semesta.

Ayat di atas menjelaskan benar-benar bahwa ilmu itu diberikan oleh Allah Swt. kepada siapa yang dia kehendaki, bermakna ilmu yang dipelajari seseorang memberi manfaat bagi dirinya dan orang lain.

Sebagaimana Allah Swt. memberi ilmu kepada Daud a.s. dan Sulaiman a.s.

Jadi ilmu itu diberi oleh Allah baik melalui proses pencarian atau pun tidak.

Kedua, hikmah. Hikmah atau kebijaksanaan sering kali disematkan pada seseorang yang memiliki akhlak mulia, semisal tokoh agama atau hakim sang pemutus hukuman.

Namun sejatinya hikmah tidak bisa diraih atau didapat di meja akademik, karena hikmah adalah saripati dari ajaran-ajaran yang bersifat abstraktif.

Hikmah sejatinya diberi oleh sang Maha Bijak Allah Swt. sebagaimana termaktub dalam surat Al-Baqarah ayat 269, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Dia memberikan hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki. Barang siapa diberi hikmah, sesungguhnya dia telah diberi kebaikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang mempunyai akal sehat.”

(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 269).

Hikmah satu level di atas ilmu, karenanya siapa saja yang diberi hikmah maka dia sungguh telah diberi karunia/kebaikan yang banyak.

Sering kita mendengar slogan “Segala sesuatu pasti ada hikmahnya,” atau “Ambil saja hikmahnya!”

Artinya jika seseorang pandai mengambil hikmah, bagi dirinya hidup akan menjadi lebih tenang sebab segala sesuatu yang terjadi semua bisa diambil kebaikannya.

Para nabi dan rasul, mereka adalah orang-orang penuh dengan hikmah yang mampu bersikap bijak terhadap apa yang menimpa dirinya.

Ketiga, kesalehan. Kesalehan sikap atau pun spiritual dambaan semua orang. Kesalehan adalah mulusnya seseorang dalam bersikap baik terhadap sesama manusia atau dengan penciptanya.

Berusaha untuk saleh adalah keharusan, walau akhirnya konsistensilah yang akan membuktikan apakah kita menetapi jalan kesalehan atau kita tergoda dengan kejenuhan.

Seseorang menjadi saleh merupakan kasih sayang Allah Swt. yang Dia berikan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya.

Pernyataan ini tertera dalam surat Al-A’raf ayat 190.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Maka, setelah Dia memberi keduanya seorang anak yang saleh, mereka menjadikan sekutu bagi Allah terhadap anak yang telah dianugerahkan-Nya itu. Maka, Maha Tinggi Allah dari apa yang mereka persekutukan.”

(QS. Al-A’raf 7: Ayat 190).

Kesalehan adalah pemberian Allah, tidak menjamin orang tua saleh menurunkan anak yang saleh. Contoh kasus putra nabi Nuh a.s.. Nabi Nuh a.s. seorang yang saleh tapi salah seorang anaknya mengingkarinya.

Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah-lah yang menetapkan seseorang menjadi saleh atau tidak.

Keempat, muluk. Muluk atau kerajaan/kekuasaan sudah Allah tentukan siapa-siapa saja orangnya.

Allah-lah yang menjadikan seseorang berkuasa dan Allah pula yang mencabut kekuasaan dari seseorang.

Sebagaimana firman-Nya dalam surat Ali Imran ayat 26.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Katakanlah (Muhammad), “Wahai Tuhan Pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapa pun yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kekuasaan dari siapa pun yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa pun yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapa pun yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sungguh, Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

(QS. Ali ‘Imran 3: Ayat 26).

Kontestasi yang dilakukan oleh sebuah negara sah-sah saja, tetapi siapa yang harus berkuasa telah ada catatannya di genggaman Allah Ta’ala.

Kekuasaan yang dipaksakan atau karena hasil kesepakatan jahat antar manusia selalu berujung tidak baik.

Penguasa buruk atau baik sejatinya sudah ada suratan takdirnya.

Itulah setidaknya 4 hal dari beberapa hal yang menjadi hak istimewa Allah Swt.

Saat manusia dihadapkan kepada 4 hal tersebut hendaklah memohon dahulu agar mendapat kemudahan dalam meraihnya.

Wallahu 'alamu.

 

 

Ikuti tulisan menarik dudi safari lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu