x

ilustr: Great People Inside

Iklan

Rizky Rianto

Mengembara dalam pikiran, menikmati imajinasi dan bila sempat, menulis disana.
Bergabung Sejak: 11 Mei 2023

Jumat, 12 Mei 2023 08:27 WIB

Ketika Menulis di Laptop Begitu Memberi Tekanan

Pernahkah kamu merasakannya? Ketika menulis kata pertama menjadi yang teramat sulit dilakukan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Berjam-jam dihabiskan dengan hal yang tidak produktif. Itu yang saya lakukan ketika ingin menulis. Sekitar 3–5 jam saya hanya berdiam diri di depan layar laptop, di muka kerja words. Tanpa sadar banyak waktu yang terbuang hanya karena bingung mau menulis apa, topik apa yang ingin disampaikan ke pembaca. Mungkin sudah ada ide tentang apa yang ingin disampaikan hanya saja ketika ingin menuangkannya ke dalam tulisan sulit dirasa menghampiri.

Browsing sana-sini, scrolling media sosial berharap mendapatkan secercah ide yang mungkin bisa dijadikan sebuah tulisan. Hanyut dan tenggelam menikmati ke-distraksi-an yang memanjakan. Sadar-sadar suara detik jam dinding yang menyadarkan. “Sudah dapatkah ide itu, kawan? lihat aku dan coba tebak sudah berapa lama aku menunggu?" jam berbicara. Yang berakhir pada, “Yaudah, deh, lanjut besok aja.”

Entah mengapa menulis di layar laptop begitu memberi tekanan. Seakan layar laptop memberi efek psikologi yang untuk membuat satu kalimat saja terasa sulit bagi saya. Atau mungkin kurangnya latihan dan juga jam terbang yang terbilang sedikit dan bukan tidak mungkin juga kosa kata yang dimiliki belum cukup banyak. Apa karena sinar biru juga yang menjadi alasan?.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Lain halnya ketika menulis di kertas. Rasaya begitu nyaman merasakan setiap goresan pena yang bergesekan dengan permukaan kertas. Hanyut dalam tulisan yang terkadang cuma curhatan tentang hal yang menjadi rahasia. Saya jadi berpikir, jangan-jangan hal ini yang membuat para penulis klasik diakhir abad ke-19 atau awal abad ke 20 bisa melahirkan karya-karya yang begitu tebal dengan terstruktur dan begitu bagusnya. Menulis di atas kertas dengan goresan pena yang terasa begitu menenangkan. Mungkin karena itu.

 

Walau sudah berbekal pengetahuan yang sudah didapat di bangku sekolah, nyatanya saya kembali menjadi pemula setiap kali saya kembali dilayar laptop saya. Sering terbesit pertanyaan, Kenapa para penulis klasik bisa dibilang lebih produktif ketimbang para penulis modern yang menggunakan mesin ketik atau komputer seperti yang sekarang ini? Dan apakah para penulis yang menggunakan mesin ketik lebih produktif dibanding yang mengunakan komputer atau laptop?.

 

Barangkali iya, menulis menggunakan mesin ketik terkadang lebih baik dalam beberapa hal dibanding menggunakan komputer atau laptop. Setidaknya di mesin ketik tidak ada tombol delete yang begitu menggoda untuk sering menekannya. Menulis menggunakan mesin ketik mendorong untuk lebih teliti karena jika salah, mengulang adalah salah satu pilihannya.

 

Kurang puas dengan alasan itu. Begitu banyak pertanyaan yang mucul dan menyapa di kepala. Mengapa penulis-penulis hebat mampu menuangkan ide-idenya dengan begitu mudahnya kedalam tulisan? . Yang kemudian disambut antusias dengan pembacanya. Bagaimana mudahnya mereka merangkai kata-kata menjadi diksi yang bagus dan kemudian selanjutnya hingga menjadi tulisan yang terstruktur dan nyaman untuk dibaca? Bagiamana mudahnya mereka menulis dengan begitu lancarnya dengan memainkan 10 jarinya untuk merangkai diksi, kalimat, paragraf dan kemudian menjadi tulisan yang bagus?. Iri?, ya iri dengan mereka yang bisa membuat tulisan yang begitu indah dan nyaman ketika dibaca.

 

Membaca tips dan trik untuk lancar dalam menulis. Ya itu juga sudah dilakukan namun ketika sudah saatnya berada di depan layar putih words. Bisa ditebak bukan? Tetap saja sulit untuk menyusun kumpulan huruf itu menjadi sebuah tulisan yang bagus dan nyaman untuk dibaca.

 

Disini saya mulai bisa melihat apa yang membuat saya kesulitan dalam menulis di layar laptop saya. Words di design sedemikian rupa yang memudahkan penggunanya. Saya bisa dengan mudah mengedit tulisan yang sekiranya dirasa kurang saat itu juga. Menggonta — ganti kata yang dirasa kurang enak. Bahkan mengobrak-abrik struktur kalimatnya. Atau Menghapus dan menulisnya ulang. Seperti sebelumnya tombol delete begitu mengoda untuk dimainkan. Sehingga banyak menghabiskan waktu dan ketika melihat layar putih itu 200 kata saja kurang. Nampaknya ada ratusan kata yang menjadi korban tombol delete. “The power of the delete key”. Argh menyebalkan sekali.

Sudahkah kau menulis?

Ikuti tulisan menarik Rizky Rianto lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler