x

Ornamen Festival Hantu Lapar. Wikipedia

Iklan

Irwan

Irwan E. Siregar
Bergabung Sejak: 19 Januari 2022

Selasa, 16 Mei 2023 08:54 WIB

Khawatir Hantu Lapar tak Kebagian Babi Panggang

Beberapa bulan lagi orang Tionghoa akan mengadakan Festival Hantu Lapar. Tapi di Singapura mereka kesulitan Babi Panggang sebagai suguhan utama. Sejak April lalu babi asal Indonesia distop karena mengandung flu babi Afrika.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

TOH CHING CHUE merasa masygul. Maklum, tak lama lagi akan berlangsung Festival Hungry Ghosth.

Biasanya setiap tahun warga Singapura yang mayoritas orang Tionghoa memeriahkan acara ini. Bahkan di berbagai tempat diselenggarakan secara besar-besaran. Tenda dipasang di lapangan atau kawasan terbuka. Disediakan makanan lezat berupa babi panggang dan aneka penganan lainnya. Setiap orang bebas mencicipi. Namun harus rela berbagi bersama para "hantu lapar" sebagai undangan utama.

Sebenarnya, kata hantu lebih condong kepada roh sanak keluarga mereka yang sudah meninggal dunia. Menurut tradisi Tionghoa, usai panen mereka berkeinginan menjamu makan para keluarga yang sudah lebih dulu mendahului. Karena itu jamuan makannya pun dibuat yang paling enak. Termasuk babi muda panggang.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Nah, Toh Ching Chuen, yang jadi Managing Director perusahaan daging panggang Yan Chuan, khawatir penyediaan babi panggang akan terkendala. Betapa tidak, pasokan ternak babi dari Indonesia, tiba-tiba terhenti sejak April lalu. Badan Pangan Singapura/Singapore Food Agency (SFA) menyetop masuknya babi dari Indonesia karena menemukan penyakit flu babi (African Swine Fever/ASF) pada babi hidup yang dikirim.

Seperti diketahui Indonesia mengekspor babi hidup ke Singapura sekitar 1.000 ekor setiap hari. Ekspor dilakukan dari Pulau Bulan di gugusan Pulau Batam, yang bertetangga dengan Singapura, sejak 1980-an lalu.   Peternakan babi secara modern ini didirikan Salim Grup dan beberapa pengusaha lainnya. Bibit babi didatangkan dari Amerika Serikat, sehingga terjamin kesehatannya.

Selain beternak babi di sini juga dibuat peternakan buaya. Babi yang mati dan yang tidak sehat dijadikan makanan ternak buaya. Dikabarkan dari sini sudah banyak dihasilkan kerajinan dari kulit buaya.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Batam, Rafki Rasyid, seperti dikutip dari detikcom, mengatakan setiap hari dari sini diekspor sekitar 1.000 ekor babi dengan nilai ekspor kurang lebih sekitar Rp 2 miliar. Suatu angka yang cukup menggiurkan.

Sejak dihentikannya pasokan babi hidup dari Indonesia, Singapura pun kelabakan. Menurut Toh Ching Chue, dari Eropa pasokan sudah berkurang. Sementara dari negara lain banyak yang terkena flu babi Afrika. Ia semakin masygul karena mendengar kabar tahun depan baru bisa lagi masuk pasokan babi hidup dari Indonesia.

Sebagai jalan keluar sudah direncanakan mengimpor dalam bentuk daging babi. Bisa berikut tulang atau hanya daging saja. Namun, bagi Toh Ching Chuen, dan pedagang babi lainnya di Singapura, ini tentu tak sesuai untuk dijadikan babi panggang. "Babi panggang sangat diperlukan untuk kegiatan kurban Festival Hantu Lapar di bulan ketujuh kalender lunar," katanya seperti dikutip dari situs berbahasa Cina, Zaobao.sg.

Dengan penghentian masuknya babi dari Indonesia, Toh Ching Chuen, memperkirakan akan sangat merepotkan. Permintaan yang meningkat sementara pasokan berkurang, katanya, akan membuat stok habis. "Harga pun jadi naik," katanya. Gawatnya lagi kalau gara-gara itu "hantu lapar" sampai tak kebagian babi panggang. (*)

Ikuti tulisan menarik Irwan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler