x

Iklan

Ando Roja Sola

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 12 November 2021

Sabtu, 20 Mei 2023 09:32 WIB

Tali

Tulisan ini merupakan naskah monolog yang saya buat untuk menyuarakan perjuangan feminisme di NTT. Naskah ini pernah dipentaskan oleh Amelia Deang(Siswi SMAK Bahktyarsa Maumere) dalam malam teater dalam rangka 25 tahun Lembaga Perkumpulan Perempuan Tim Relawan Untuk Kemanusiaan (TRUK)

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

I

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

(perempuan mengenakan baju daster compang dan kusut, robek-robek kelihatan tangan dan paha. Tubuhnya dililit tali – kedua tangan diikat, kaki diikat dengan tali yang bersambung, pinggang diikat dengan tali yang dilumuri minyak tanah. Jalan letih, terpingkal-pingkal sambil menangis terseduh-seduh, lemah tapi mampu berjalan menuju tiang biru ada lampu remang di atasnya. Muka lusuh dengan tatapan kosong-lampu menyoroti perjalanan-setengah jalan mati sampai di tiang. Sampai di tiang lampu dinyalakan sementara lampu yang lain mati)

 

 “Tali…tali…tali…(menangisi tubuhnya penuh tali dengan nada yang berirama dan bertempo) “tubuhku penuh tali”

“Lihat tanganku ada tali, kakiku ada tali..tubuhku tali benali melilit urat-urat nadiku  bahkan hampir putus nafasku.”

 

(sambil menangis terseduh-seduh. Jalan terus ke tengah mendekati tiang)

II

(jatuh terlentang di tanah sambil menangis. Membungkukan badan dengan garakan teatrikal. Imajinasi tubuh yang dibelenggu tali)

“Lihat..lihat kawan-kawan..aku puan bertali. Tali melilit kerasnya menjepit nadi-nadiku hingga nyaris patah.”

 

(bergerak berlutut dengan bahu membungkuk) “puan dengan tali-tali para tuan yang menjepit tubuh nan erat, tanpa ibah dan penuh salah. Tubuhku dan puan lainnya menjadi landasan tali-tali birahi para tuan. Bukanlah mungkin ini kebetulan. Tetapi belau-belau kulit titipan nadi itu bersuara di seluruh pinggiran desa dan sudut-sudut kota” (membaca teks dengan suara menggelegar, sedikit lemas dan bergairah)

 

(memukul dada, menendang kaki dengan gerak teatrikal, rambut dikoyakan seperti orang depresi dan frustrasi) “pantaskah puan-puan ditiduri tali para tuan? Apakah pantas kuayam lagi tubuhku dengan serat-serat tali yang kasar? Hai kamu perajin tubuh di manakah adam dan eva yang kau baluti dengan debu tanah kehidupan? Mengapa tak kau tampakan seni merangkai tubuh itu kepadaku?

 

(jatuh ke belakang. Kaki dilipatkan ke belakang, bermain-main dengan tali, menggigit tali berharap putus tetapi tidak bisa) “aghaaaaghaaa…Jika bukan perangkai tubuh itu, lantas siapa yang memintal tali seerat ini? apakah ayahku? Apa itu paman dan kakekku? Apa itu tuan-tuan bermodal yang sejak subuh menghitung rupiah di lorong-lorong dermaga? Ataukah tuan-tuan berjubah dan tuan berdasi?” (perasaan marah dan ingin melawan, jedah dan tertawa penyesalan)

III

(bergerak menuju tiang, bergerak teatrikal mengelilingi tiang, memeluk manja tiang sampai memasukan kepala ke pintalan tali sampai ke leher) “Hey…kalian yang menonton puan bertali ini, tinggalkan semua keringat piluhmu di tempat-tempat kerja, ratapi puan ini sebagaimana sabda Tuhanmu…ahahaahahahha…Tuhanmu…semoga mungkin…semoga mungkin.” (wajah berharap dan sambil menggerakan tangan memanggil-manggil)

 

(diam tak bersuara, tetap menggantungkan leher di tali, berlahan-lahan dengan gerakan teatrikal dan nafas terengah-engah membuka tali satu persatu dari leher sampai ke kaki) “aghhh aku bukan puan bertali, ibuku hanya menitipkan tali kehidupan, bukan tali kekerasan, bukan tali perdagangan, bukan tali pemerkosaan, bukan tali nafsu dan birahi…bukan tali..bukan tali..bukan tali” (teriakan terakhir dari besar ke kecil perlahan-lahan menghilang dengan nada capeh. Dengan gerakan teatrikal mengumpulkan tali yang sudah dilepas dari tubuh di sebuah wadah lalu mengambil korek dan bakar- semua dengan gerakan teatrikal-).

 

(sambil menari mengitari api) aku bukan tali..aku adalah aku puan pemilik tubuh…aku dibentuk dari tanah bukan dari tali..hidupku bukan dari tali dan untuk tali..aku bukan binatang yang bangga dengan tali bernadi besar lagi kasar..”

 

  (menari bergerak mundur sambil bertariak “aku bukan tali”…”aku bukan tali”….”aku bukan tali”…”aku mau hidup seribu tahun lagi tanpa tali”…sampai suara merendah dan menghilang di kegelapan..lampu mati..).

Ikuti tulisan menarik Ando Roja Sola lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB