x

Dampak industri tambang terhadap lingkungan

Iklan

Gimanda Pransiskus Ginting

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 2 Agustus 2022

Selasa, 23 Mei 2023 18:08 WIB

Pertambangan Merajalela, Perempuan Imbasnya?

Artikel ini membahas tentang, wilayah masyarakat yang dijadikan wilayah pertambangan semakin luas dan dikuasi Industri Ekstraktif (pertambangan), sehingga sumber daya alam seperti air dan pangan kehidupan hilang dan punah. Dalam isu ini masyarakat lah yang terdampak terutama perempuan yang menjankan peran dan fungsi di keluarga serta keadilan bagi perempuan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Air dan pangan kehidupan merupakan suatu kesatuan yang menjadi sumber dari kehidupan yang ada di bumi, ketika ada satu yang hilang maka tidak terjadi kehidupan. Manusia akan selalu membutuhkan air dan pangan kehidupan dalam jangka pendek maupun jangka panjang, tetapi manusia tidak terlepas dari keserakahan dalam segala hal, sifat serakah merupakan sifat murni yang dimiliki manusia pada umumnya. Karena keserakahan yang dimiliki manusia, manusia selalu ingin menguasai segalanya, hal tersebut yang menyebabkan feodalisme semakin meningkat, salah satunya adalah kasus yang dilakukan oleh industri ekstraktif atau yang lazim di kuping kita adalah “korporasi”.

Ketika kita berbicara tentang industri ekstraktif, industri ekstraktif sangat bergantung pada bahan baku yang langsung dari alam seperti kawasan hutan dan kekayaan sumber daya alam yang ada di dalamnya. Dalam hal ini, karena keserakahan dari industri ekstraktif (korporasi) yang dilakukan sangat berdampak terhadap ekosistem yang ada di dalamnya. Dampaknya seperti hilangnya sumber pangan dan air yang dikelola masyarakat selama ini, hilangnya tempat tinggal masyarakat dan mahluk hidup yang terdampak seperti hewan dan tumbuhan.

Pada dasarnya manusia mempunyai hak yang sama yang diberikan Sang Pencipta untuk mengelola sumber daya alam yang ada di bumi, tetapi fakta yang sering terjadi saat ini banyak konflik industri ekstraktif dengan masyarakat yang membuat perekonomian dan sumber daya alam yang terancam, salah satu kasus yang sering terjadi saat ini seperti membuat usaha pertambangan yang banyak mengklaim tanah masyarakat sekitar menjadi tanah korporasi. Ketika kita membicarakan soal isu pertambangan yang sering diperbincangkan dan sering terjadi konflik, tidak lepas dari 3 sifat yaitu sifat rakus lahan, rakus air, dan rakus energi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pertama, Rakus lahan adalah dimana industri ekstraktif menggunakan lahan yang cukup luas sampai berhektar-hektar untuk keperluan usaha pertambangan, hal ini menjadi konflik karena dalam proses pertambangan terjadinya pengerukan tanah dan adanya proses pengangkatan tanah bagian yang paling subur sehingga tanah tidak akan menjadi lahan yang produktif, dan merusak jalur-jalur air karena hal ini banyak masyarakat memperjuangkan hal itu. 

Kedua, Rakus air adalah dimana proses pertambangan apapun itu jenisnya, membutuhkan beratus-ratus liter air untuk mengekstraksi dari hasil pertambangan yang ada, dan karena dampak pertambangan tersebut menyebabkan limbah yang mencemari air. 

Ketiga, terakhir adalah rakus energi, rakus energi adalah dimana dari hasil pertambangan mempunyai produksi yang sangat memerlukan energi yang sangat besar, sehingga dalam proses pertambangan banyak menimbulkan krisis air dan pangan.

Banyak sekali isu-isu pertambangan yang menyebabkan konflik terhadap masyarakat, seperti salah satu contoh kasus di Kalimantan Timur yang dingakat oleh media massa yaitu VOA Indonesia. Konsensi tambang legal di Kalimantan Timur (Kaltim) telah mencapai 44 persen dari luas total provinsi itu. Namun, pada praktiknya luasan wilayah pertambangan secara riil melebihi angka itu akibat beroperasinya tambang ilegal. Baik legal maupun ilegal, tambang selalu menghadirkan kerusakan pada lingkungan. Tokoh masyarakat di Desa Karya Jaya, Kutai Kartanegara telah bertahun-tahun berjuang bersama warga, untuk melawan operasi tambang ilegal di kawasan Taman Hutan Rakyat (Tahura) Bukit Soeharto.

Tambang-tambang ilegal itu merusak Waduk Samboja, yang menjadi satu-satunya sumber air bagi warga untuk kehidupan sehari-hari. Mereka kehilangan mata pencaharian seperti yang untuk dikonsumsi, pertanian, dan peternakan. Yang biasanya masyarakat sekitar bekerja mencari ikan di daerah waduk itu. Masyarakat di sana mengakui bahwa hanya ikan gabus yang tersisa di Waduk Samboja, jenis ikan seperti nila yang dulu melimpah kini telah punah. Keadaan kian memprihatinkan karena air bersih 458 kepala keluarga atau kurang lebih 1.600 jiwa sepenuhnya berasal dari waduk itu. Mereka bingung harus berkeluh-kesah kepada siapa. Pemerintah tidak bertindak, dari sini sudah terlihat bahwa hak yang dimiliki masyarakat tidak sebanding dengan hak korporasi, mereka tidak memperoleh keadilan yang seharusnya mereka dapatkan.

Tambang ilegal maupun legal itu sama-sama merusak lingkungan dan sama-sama memperoleh problematik terhadap masyarakat yang terdampak. Tetapi yang jelas lebih bermasalah adalah tambang ilegal, karena mereka memanfaatkan ruang yang ada dengan skala yang besar tanpa status izin usaha, mereka merebut lahan masyarakat, merusak lahan hutan, dan berdampak bagi kehidupan masyarakat. Tambang legal juga memiliki problematik yang besar juga, mereka memanfaatkan konsesi yang diberikan pemerintah dengan tambang legal yang sangat luas, dan akan menjadi masalah yang ditimbulkan lebih besar.

Bahkan dalam hasil riset ada perusahaan-perusahaan yang menerima konsesi, meski saat ini masih mengalami persoalan hukum yang sedang dijalani. Pemerintah Indonesia telah menerapkan AMDAL (Analisis Dampak Lingkungan), yang terjadi hari ini adalah AMDAL justru yang melemahkan hukum tentang lingkungan hidup dan menutup keadilan bagi masyarakat.

Dalam isu ini sebenarnya kita harus memperhatikan yang lebih terdampak, sebenarnya perempuan lah yang lebih terdampak dalam kasus ini. Perempuan mempunyai banyak peran-peran yang menjadi tanggung jawab domestik yang harus dipenuhi. Seperti haid, melahirkan, mengurus anak, dan mengurus logistik rumah tangga. Kasus ini perempuan lah yang lebih dahulu merasakannya, perempuan akan selalu membutuhkan air setiap saat untuk alat reproduksi, bahan pangan dan sebagainya. Pandangan perempuan soal lingkungan dan alam dibatalkan oleh suatu korporasi yang mementingkan suatu kepentingan perusahaan di banding fungsi sosial dan alam yang sudah dibentuk sejak peradaban sebelumnya. Misalnya perempuan-perempuan Molo di Nusa Tenggara Timur, mereka memandang alam bagai tubuh manusia, tubuh perempuan bahkan. Jadi air itu bagaikan darah, daging itu bagaikan tanah, hutan itu seperti kulit, dan kerangka badan itu seperti batuan.

Bentuk dari kesetaraan gender yang dibahas (feminisme). Perempuan tidak pernah didengar suaranya sehingga hanya mereka hanya datang kepada laki-laki yang statusnya kepala keluarga. Bahkan perempuan tidak pernah diajak diskusi dan konsultasi mereka hanya dianggap orang kedua, perempuan mempunyai pikiran yang lebih dibanding laki-laki. Mereka memikirkan bagaimana anak saya?, makan apa hari ini dan di hari lain?, tanah ada apa tidak?. Laki-laki hanya memikirkan kompensasi yang harus diberikan. Dalam hal ini kita harus memperhatikan bahwa keadilan bagi perempuan sangatlah penting, etika kepedulian (ethics of care) harus kita tanamkan. Sehingga dalam isu seperti ini, perempuan juga mempunyai hak bersuara dan didengar.

Isu lingkungan hidup adalah suatu masalah yang penting seperti isu pertambangan yang sudah kita bahas. Dalam kasus pertambangan, banyak sekali yang menjadi dampak buruk bagi masyarakat terutama soal pangan dan air yang menjadi inti kehidupan manusia. Jangan biarkan industri ekstraktif menguasai lahan masyarakat secara meluas dan paksa. Pemerintah harus melakukan tindakan dan memperhatikan soal isu lingkungan, keadilan terhadap masyarakat harus diperhatikan dan menjadi kepentingan yang utama sesuai dengan prinsip demokrasi dan Pancasila yang berlaku. Kita harus melihat bahwa ada peradaban akan berlanjut dan kita harus memperhatikan fungsi sosial serta fungsi alam yang sudah di bentuk. Hal ini juga berkaitan dengan isu feminisme tentang keadilan bagi perempuan. Dalam pemikiran filosofi tanah merupakan bagian tubuh dari perempuan, jika mereka kehilangan segalanya yang dikuasi suatu korporasi, perempuan lah yang paling terdampak untuk menjalankan peran dan fungsi dalam keluarga.

Ikuti tulisan menarik Gimanda Pransiskus Ginting lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu