x

Proyek geothermal yang dikelola oleh PT Sorik Merapi Geothermal Power (SMGP) di Mandailing Natal, Sumatera Utara mengeluarkan semburan H2S

Iklan

lelly noor

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 17 Mei 2023

Kamis, 25 Mei 2023 08:21 WIB

Mitisasi Kesalahan Nalar dalam Energi Terbarukan

Artikel ini ditulis dan dipersembahkan ikut berpartisipasi lomba menulis dalam memperingati Hari Tambang (HATAM) pada 29 Mei dan sekaligus memperingati Hari Lingkungan hidup pada 5 Juni.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kolonisasi industri ekstraktif telah lama menjadi bagian penting dalam sejarah Indonesia. Era kolonialisme meninggalkan bekas yang mendalam. Terutama dalam sektor ekstraktif yang melibatkan eksploitasi sumber daya alam Indonesia. Sejak abad ke 17, Belanda telah mengeksploitasi sumber daya mineral di Indonesia, terutama biji timah, biji tembaga, batu bara, dan minyak bumi.

Pada masa kolonial , ekstraksi sumber daya alam di Indonesia lebih difokuskan pada kebutuhan ekonomi kolonial dari pada kepentingan ekonomi nasional.

Indonesia memiliki sektor industri ekstraktif yang cukup signifikan dan berperan penting dalam perekonomian negara. Berikut ini adalah gambaran industri ekstraktif di Indonesia:

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pertambangan: Pertambangan adalah sektor utama dalam industri ekstraktif di Indonesia. Negara ini kaya akan sumber daya mineral, termasuk batu bara, nikel, tembaga, emas, timah, dan bauksit. Pertambangan batu bara merupakan sektor yang paling dominan, dengan Indonesia menjadi salah satu produsen batu bara terbesar di dunia. Selain itu, ada juga industri pertambangan mineral lainnya yang berkontribusi pada perekonomian negara.

Minyak dan Gas: Indonesia juga memiliki industri minyak dan gas yang penting. Negara ini memiliki cadangan minyak dan gas alam yang melimpah. Pertamina, perusahaan negara, berperan dalam kegiatan eksplorasi, produksi, dan pengolahan minyak bumi serta gas alam. Beberapa ladang minyak besar di Indonesia antara lain adalah Ladang Minyak Cepu, Ladang Minyak Rokan, dan Ladang Minyak Natuna.

Industri Tambang Lainnya: Selain batu bara dan mineral, Indonesia juga memiliki sektor industri ekstraktif lainnya, seperti industri tambang timah, bauksit, emas, nikel, tembaga, dan lain-lain. Beberapa perusahaan tambang besar dan terkenal beroperasi di Indonesia, baik perusahaan nasional maupun perusahaan asing.

Penambangan Emas Rakyat: Selain industri ekstraktif yang besar, Indonesia juga memiliki sektor penambangan emas rakyat yang cukup signifikan. Penambangan emas rakyat dilakukan oleh masyarakat lokal di berbagai daerah, terutama di daerah-daerah yang kaya akan deposit emas. Meskipun berskala kecil, penambangan emas rakyat memberikan kontribusi penting bagi perekonomian lokal dan menyerap tenaga kerja.

Pada awalnya, eksploitasi sumber daya mineral di Indonesia dilakukan dengan menggunakan tenaga kerja yang paksa. Dan pada periode selanjutnya belanda memperkenalkan sistem penambangan kapitalis di Indonesia, dimana perusahaan belanda yang memegang kendali atas industri ekstraktif di Indonesia.

Selain itu, kolonialisme industri ekstraktif juga menyebabkan kerusakan lingkungan dan pencemaran alam. Berikut adalah beberapa dampak negatif yang bisa teradi:

Kerusakan Ekosistem: Kegiatan pertambangan dan pengeboran minyak/gas seringkali mengakibatkan kerusakan ekosistem yang penting. Penggalian tanah, penebangan hutan, dan pemindahan lahan untuk industri ekstraktif dapat menghancurkan habitat alami, mengakibatkan kehilangan keanekaragaman hayati, dan mengganggu ekosistem air.

Pencemaran Air: Proses ekstraksi dan pengolahan bahan mentah dapat menghasilkan limbah yang mencemari air permukaan dan air tanah. Limbah industri seperti logam berat, zat kimia beracun, dan limbah asam tambang (AMD) dapat mencemari sumber air dan mengganggu kehidupan akuatik serta keseimbangan ekosistem perairan.

Pencemaran Udara: Industri ekstraktif juga dapat menghasilkan polusi udara melalui peledakan, pembakaran, dan emisi gas buang. Debu, partikel beracun, gas beracun seperti sulfur dioksida (SO2) dan nitrogen dioksida (NO2), serta emisi gas rumah kaca dapat merusak kualitas udara dan berdampak negatif pada kesehatan manusia serta ekosistem terestrial.

Perubahan Iklim: Beberapa sektor industri ekstraktif, terutama pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara dan minyak bumi, berkontribusi pada emisi gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Emisi ini dapat meningkatkan suhu global, menyebabkan perubahan pola cuaca yang ekstrem, dan mengancam keberlanjutan lingkungan hidup.

Reklamasi Lahan Bekas Tambang: Setelah selesai digunakan, lahan bekas tambang sering kali memerlukan proses reklamasi agar dapat dikembalikan ke kondisi yang layak untuk digunakan kembali. Namun, reklamasi lahan bekas tambang sering kali rumit dan mahal, dan jika tidak dilakukan dengan baik, dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang pada lingkungan dan kehilangan fungsi ekosistem.

Meskipun Indonesia telah merdeka dari kolonialisme politik pada tahun 1945, namun dampak kolonialisme industri ekstraktif masih dapat dirasakan hingga saat ini.

Saat ini, Indonesia memiliki beberapa misi dalam transisi menuju energi terbarukan. Misi tersebut melibatkan pengembangan dan pemanfaatan sumber energi terbarukan yang lebih luas, dengan tujuan untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan mengurangi dampak lingkungan.

Transisi energi yang berkelanjutan merupakan tantangan kritis yang dihadapi oleh masyarakat global saat ini. Saat kita berusaha beralih dari sumber energi fosil yang tidak berkelanjutan menuju sumber energi terbarukan, seringkali terjadi kesalahan nalar yang dapat menghambat kemajuan transisi tersebut. Berikut adalah beberapa kesalahan nalar yang sering terjadi dalam transisi energi dan menggambarkan pentingnya mengatasi kesalahan-kesalahan tersebut untuk mencapai masa depan energi yang lebih berkelanjutan.

Kesalahan Keberlanjutan yang Parsial:

Salah satu kesalahan nalar dalam transisi energi adalah kecenderungan untuk melihat keberlanjutan hanya dari segi lingkungan. Seringkali aspek sosial dan ekonomi diabaikan dalam upaya menuju energi yang berkelanjutan. Namun, untuk mencapai transisi energi yang sukses, penting untuk mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi dari keputusan-keputusan energi, termasuk aksesibilitas, ketimpangan sosial, dan keberlanjutan ekonomi masyarakat.

Kesalahan Pemikiran Linier:

Kesalahan pemikiran linier adalah keyakinan bahwa transisi energi yang berkelanjutan dapat dicapai secara segera dan tanpa perubahan yang signifikan dalam infrastruktur dan kebiasaan energi kita. Pemikiran ini mengabaikan kompleksitas dan tantangan teknis, ekonomi, dan sosial yang terlibat dalam menggantikan sistem energi yang ada. Transisi energi yang berkelanjutan memerlukan rencana jangka panjang, investasi yang besar dan perubahan paradigma dalam cara kita memproduksi, mengonsumsi, dan menggunakan energi.

Kesalahan Teknologi Soliter:

Kesalahan nalar teknologi soliter terjadi ketika kita mengandalkan satu jenis teknologi atau sumber energi terbarukan tunggal sebagai solusi tunggal untuk transisi energi. Misalnya, menganggap bahwa hanya energi surya atau hanya energi angin akan dapat memenuhi kebutuhan energi global. Padahal, transisi energi yang berkelanjutan membutuhkan portofolio energi yang beragam, dengan kombinasi berbagai sumber energi terbarukan, penyimpanan energi, dan efisiensi energi.

Kesalahan Tidak Mengikutsertakan Stakeholder:

Kesalahan nalar dalam transisi energi sering terjadi ketika para pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat dalam proses transisi tidak secara memadai dilibatkan. Partisipasi aktif dari masyarakat, komunitas lokal, sektor swasta, dan pemerintah sangat penting untuk mengembangkan dan menerapkan kebijakan dan solusi yang dapat diterima oleh semua pihak terkait. Tidak melibatkan stakeholder dapat menghasilkan ketidaksepakatan, resistensi, dan kegagalan dalam implementasi transisi energi.

Kesimpulan:

Transisi energi yang berkelanjutan merupakan tantangan yang kompleks dan memerlukan pemikiran yang cermat. Menghindari kesalahan nalar yang umum dalam transisi energi adalah langkah penting untuk mencapai masa depan energi yang lebih berkelanjutan. Dengan memperhatikan aspek keberlanjutan secara menyeluruh, berpikir secara holistik dan jangka panjang, mengadopsi portofolio energi yang beragam, dan melibatkan semua pemangku kepentingan, kita dapat mempercepat perubahan menuju sistem energi yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan.

#LombaArtikelJATAMIndonesiana

Ikuti tulisan menarik lelly noor lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler