x

Nikel. Sumber foto: ruangenergi.com

Iklan

Panji Jafar

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 23 Mei 2023

Kamis, 25 Mei 2023 08:34 WIB

Terkepung Industri Nikel: Warga Kawasi Hidup di Ambang Kehancuran Ekologi

Artikel ini berfokus pada warga Kawasi di pulau Obi yang ruang hidupnya terus tergerus oleh industri nikel. Kerusakan ekologi dan pencemaran masif terjadi sehingga warga Kawasi hidup dalam dalam bayang-bayang kehancuran.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pohon-pohon dibabat, bukit lulu lantak, debu beterbangan, cerobong pabrik menyemburkan asap ke langit-langit Desa Kawasi, Halmahera Selatan, Maluku Utara. Puluhan truk lalu lalang mengangkut tanah lalu dibawa ke pabrik pengolahan nikel. Suara burung tak terdengar, bunyi mesin alat berat bergema, suasana mencekam itu begitu nyata terlihat ketika berada di kawasan industi pertambangan nikel.

 

Kawasi adalah nama perkampungan yang terletak di Kecamatan Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara. Kandungan nikel melimpah, sehingga menjadi rebutan investor. Kawasan ini telah di kepung tambang bertahun-tahun, suasananya tak sama seperti desa lain yang belum tersentuh pertambangan, kondisi kawasi memprihatinkan. Pencemaran lingkungan, deforestasi hutan, perampasan ruang hidup dan kerusakan ekosistem yang tak terpulihkan dialami kawasi. Alhasil desa yang dulunya dipenuhi dengan pepohonan yang rimbun dan permai, kini berubah menjadi tandus dan gersang.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Kehidupan warga kawasi tak seperti dulu sebelum hadirnya tambang nikel. Semuanya sontak berubah saat hadirnya Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk bercokol di daerah ini. Luas daerah ini sebesar 133.79 Km2 dikelilingi industri nikel, dengan luas yang tergolong kecil pemerintah seharusnya tak menumpukkan pertambangan yang notabene perusak lingkungan.

 

Kandungan nikel yang melimpah membuat tempat ini menjadi objek eksploitasi dari korporasi yang bergerak di industri nikel. Diketahui kampung ini telah dikepung tambang nikel sejak 2007 silam. sejak itu, hasil alam kawasi mulai dikeruk sampai sekarang. Sehingga daya rusak yang tercipta tak main-main, semuanya hancur.

 

Data Walhi Maluku Utara dalam reportase Rabul Sawal yang terbit di mongabay Indonesia, ada lima Izin Usaha Pertambangan yang mengepung Kawasi dengan total konsesi 10.769,53 hektar. Mulai dari PT Trimega Bangun Persada, PT Gane Permai Sentosa, dibawah Group Harita. PT Algifari Wildan dan PT Wanatiara Persada di bagian utara blok Harita serta PT Rimba Kurnia Alam yang mengeruk pulau malamala, depan permukiman.

 

Dikepung oleh lima perusahan industri nikel dengan konsesi yang besar, menyebabkan warga kawasi hidup dalam bayang-bayang kehancuran. Hutan yang dipercaya sebagai perisai bencana ekologi dibabat habis dan menyisahkan kubangan, lingkungan hidup terancam. Aktivitas perusahan tak jauh dari pemukiman, sehingga warga dihantui kecemasan karena  mereka secara langsung bersentuhan dengan dampak negatif dari tambang nikel yang beresiko mengancam keberlangsungan hidup.

 

Saat hujan pemukiman mereka dilanda banjir dan sampah industri berserakan di perkampungan, sampah itu asalnya dari perusahan. ketika panas mereka dihadapi dengan debu aktivitas industri dan asap pabrik pengolahan nikel yang kotor, ini adalah malapetaka bagi warga.

 

Industri Nikel Ancam Warga Kawasi

Meningkatnya nilai pasar nikel, membuat pemerintah berambisi untuk menggenjot industri nikel. Ironisnya, dalam ambisi tersebut pemerintah menyampingkan aspek lingkungan dan keadilan bagi warga. Dalam ekspansi pertambangan warga kerap kali mengalami intimidasi ketika mempertahankan lahan perkebunan yang akan digusur. Itu semua dialami oleh warga kawasi di Pulau Obi yang di himpit industri nikel.

 

Menurut laporan Badan Survei Geologi Amerika Serikat (USGS) tahun 2022, Indonesia menjadi penghasil nikel nomor satu di dunia. Total produksi diperkirakan mencapai 1,6 juta metrik ton atau menyumbang 48,48% dari total produksi nikel global. Selain unggul sebagai produsen, Indonesia tercatat sebagai pemilik cadangan nikel terbesar di dunia sebesar 21 juta metrik ton. Kawasi termasuk salah satu penyuplai dari besarnya total produksi nikel.

 

Sebagai produsen nikel terbesar, pemerintah bercita-cita menjadikan Indonesia sebagai negara produsen baterei guna mendukung kemajuan industri kendaraan listrik di dunia. Sayangnya, cita-cita itu tidak dibarengi asas keadilan seperti yang di amanatkan pancasila, pada sila kelima. Dibalik tingginya produksi nikel, ada kejahatan lingkungan dan kemanusiaan yang tumbuh subur di kawasi, ruang hidup warga terus dipersempit dan terancam di relokasi oleh aktivitas perusahan yang kian hari semakin merajalela.

 

Dilansir dari laporan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) bertajuk “Jalan Kotor Kendaraan Listrik : Jejak Kejahatan Lingkungan Dan Kemanusiaan Di Balik Gurita Bisnis Harita Grup” terjadi perubahan pembukaan lahan dikawasi mengalami peningkatan yang sangat signifikan, dimulai dari tahun 2011 hingga 2023. Pada tahun 2011 pembukaan lahan sebesar 646,1 hektar dan pada tahun 2023 seluas 1754,3 hektar. Besarnya perluasan lahan akan menambah angka deforestasi hutan di Maluku Utara, terkhusunya pulau Obi.

 

Masifnya pencaplokan tanah yang dilakukan perusahan dalam memproduksi nikel membuat mata pencarian warga di sektor pertanian terancam hilang, hal itu disebabkan dalam pembukaan lahan pertambangan ada lahan warga yang direbut. Lahan yang digunakan untuk bertani untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga guna melangsungkan hidup, telah hilang ditelan tambang nikel.

 

Setelah  mata pencarian di darat hancur, mata pencarian di sektor perikanan pun ikut terancam oleh aktivitas industri yang membuang limbah ke sungai sehingga merembes sampai ke laut ketika hujan tiba. Akibatnya laut tercemar, hasil tangkapan para nelayan pun menurun.

 

Dari riset Muhammad Haris dan tim  berjudul “Status Kualitas Air dan Kesehatan Biota Laut di Perairan Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara”(2019), suhu, kecerahan, salinitas, hingga oksigen terlarut di dalam air sudah di atas ambang batas normal. Di laut Kawasi, terdapat partikel lumpur dan dalam lumpur terdapat mineral logam.

 

Dalam penelitian tersebut ditemukan ada 12 jenis biota laut yang diduga tercemar logam berat akibat penambangan nikel, diantaranya kima (Tridacna), kerapu sunu (Plectropomus leopardus), kakap batu (Lutjanus griseus), kakap kalur (Lutjanus sp.), kakap merah (Lutjanus campechanus). juga lencan (Lethrinidae), kerapu macan (Epinephelus fuscoguttasus), mata bulan (Megalops cyprinoide), tongkol (Euthynnus affinis), selar atau tude (Selaroides leptolepis), bai, dan kuwe (C. ignobilis).

 

Mayoritas warga kawasi bermata pencarian sebagai petani dan nelayan, lantas apa jadinya jika lahan perkebunan lenyap dan lautan tercemar ? hilangnya lahan perkebunan dan laut yang tercemar menyebabkan pendapatan warga merosot. Dengan kondisi lingkungan yang demikian, kehidupan warga semakin tercekik terutama pada perempuan-perempuan yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga, mereka akan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga dan mengatur keuangan. Bukan itu saja, limbah ore nikel perusahan turut mencemari air bersih warga sehingga warga Kawasi mengalami krisis air bersih. Beberapa warga yang ekonominya di bawah rata-rata terpaksa memilih mengkonsumsi air yang telah tercemar karena pertimbangan ekonomi yang merosot, sedangkan warga yang berkecukupan membeli air galon untuk di konsumsi.

 

Tak hanya darat dan laut, udara pun ikut tercemar oleh asap dari cerobong PLTU saat pembakaran batubara. Pembakaran batubara mengandung emisi udara yang terdapat bahan pencemar, seperti debu dan gas yang mencemari lingkungan. Udara bersih yang tak lagi dihirup mengakibatkan kesehatan warga terganggu.

 

Persoalan yang dialami warga kawasi merupakan masalah krusial, apabila tidak segera diatasi maka secara perlahan akan menggiring warga kawasi menuju kematian, problem ini telah menjadi polemik yang disorot publik, aktivis lingkungan dan berbagai LSM yang bergerak di bidang lingkungan. Protes atas kerusakan dan ketidakadilan pada warga gencar dilakukan mulai dari tulisan hingga unjuk rasa. Tetapi pihak perusahan dan pemerintah seakan menutup mata dan telinga atas masalah yang dihadapi warga kawasi.

 

#LombaArtikelJATAMIndonesiana

 

Referensi :

https://www.mongabay.co.id/2021/11/21/warga-kawasi-terancam-relokasi-ketika-ada-kawasan-industri-nikel-2/

https://www.mongabay.co.id/2021/11/14/cerita-warga-dari-pulau-penghasil-bahan-baku-baterai-kendaraan-listrik-1/

https://indonesiabaik.id/index.php/infografis/indonesia-penghasil-nikel-nomor-satu-di-dunia

https://www.jatam.org/jalan-kotor-kendaraan-listrik/

 

 

Ikuti tulisan menarik Panji Jafar lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler