x

Iklan

Taufiiqurrahman Yunus

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 13 Mei 2023

Kamis, 25 Mei 2023 08:38 WIB

Krisis Masa Depan: Kisah Tentang Kerusakan Lingkungan, Sebuah Perjalanan Menuju Kiamat yang Direncanakan.

Menjelaskan sebuah fenomena yang terjadi terhadap kondisi lingkungan beberapa tahun terakhir. Fakta berdasarkan buku, serta berbagai film yang kemudian dinarasikan dalam sebuah tulisan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Berbicara mengenai lingkungan tentu berbicara juga mengenai kehidupan. Apa yang terjadi dengan keadaan lingkungan akan selalu bisa menjadi faktor utama yang dapat mempengaruhi bagaimana jalannya kehidupan tiap-tiap makhluk yang hidup di dalamnya, terkhusus pada manusia itu sendiri. Dalam jalannya kehidupan, sumber kehidupan tidak pernah terlepas dari kebutuhan dasar manusia atau kebutuhan primer manusia yang terdiri dari kebutuhan akan sandang, papan dan pangan dan dalam hal ini terkhusus pada tulisan ini, akan merujuk pada bagaimana eksistensi kebutuhan pangan di masa yang akan datang. Berdasarkan apa yang sudah jelas terlihat bahwa belakangan ini, konflik terhadap lingkungan semakin marak terjadi. Konflik pada degradasi lahan hutan, konflik pada habitat para satwa atau bahkan konflik yang mengakibatkan tergusurnya kediaman dari masyarakat adat menjadikan isu lingkungan sebagai isu yang semakin eksis dan belakangan ini.

Tingginya permukaan air laut, banjir dimana-mana, terbakarnya hutan serta suhu permuakan air laut yang semakin meningkat menjadi suatu fenomena jelas yang terjadi di negara kita Indonesia akhir-akhir ini. Parahnya, konflik yang terjadi di Indonesia sering kali terekspose dan di gambarkan dalam sebuah film atau bahkan terceritakan dalam sebuah buku bacaan yang menjelaskan mengenai degradasi lingkungan yang marak terjadi di Indonesia. Ginting (2018:viii-ix) sebuah prolog dalam buku Fred Magdoff dan John Bellamy Foster mengungkapkan bahwa “meski kebakaran hutan dan lahan telah berulang kali terjadi di Indonesia, tetapi kebakaran (dan pembakaran) pada 2015 di Sumatera dan Kalimantan telah mencapai taraf keparahan yang menimbulkan protes dan kekhawatiran besar baik dari dalam maupun di luar negeri. Sementara itu di belahan timur, kerusakan lingkungan besar lainnya terjadi akibat pembuangan limbah Tambang PT. Free-port Indonesia ke Sungai Ajkwa di Mimika, Papua, yang mengenangi hutan sagu dan aliran sungai” ungkapan tersebut jelas menjadi bukti bahwa Indonesia menjadi sebuah negara yang di dalamnya terdapat berbagai fenomena kerusakan lingkungan yang karena kerusakan yang begitu parah bahkan menjadi pembuka dalam sebuah buku yang dituliskan.

Apa yang terjelaskan dalam buku yang berjudul Lingkungan Hidup dan Kapitalisme itu, sejujurnya masih bagian kecil dari semua fakta terkait dengan kerusakan lingkungan yang terjadi belakangan ini, belum kita melihat karya-karya lainnya. Belum kita berbicara secara global. Di Di Indonesia, kerusakan demi kerusakan lingkungan bisa kita lihat di film Kinipan (2021) karya dari Watchdoc yang menjelaskan berbagai kerusakan yang ada di negara kita. Sedangkan berbicara global, kita bisa melihat bagaimana fenomena gletser yang semakin hari kian mencair yang dijelaskan secara apik dan mengkhawatirkan dalam film Chasing Ice (2012) karya Jeff Orlowski, belum kita melihat batu karang yang memutih dan mati lebih cepat dari yang di prediksi para ini, hal ini tidak terlepas dari suhu air laut yang semakin tinggi seperti apa yang kita lihat pada film Chasing Coral (2017) karya selanjutnya dari Jeff Orlowski. Belum kita melihat fenomena hiu yang dibantai habis-habisan, yang begitu menyedihkan, investigasi untuk mengungkap pembantaian hiu disajikan dengan begitu menegangkan dalam film The Cove (2009) karya Louis Psihoyos. Film inilah yang menjelaskan pembantaian hiu yang dibunuh karena menjadi kambing hitam atas semakin menipisnya tuna sirup biru karena populasinya semakin menipis yang ternyata diakibatkan oleh maraknya industri tuna, bukan dari hiu. Kisahnya bisa saksikan pada film Seaspiracy (2021). Belum kita melihat bagaimana konspirasi pertanian yang dibaliknya ternyata terdapat berbagai fakta terkait dengan berbahayanya industri pertanian yang terjelaskan dalam film Cowspiracy karya Kip Andersen sebuah karya yang dihasilkannya sebelum karya lainnya dalam film What The Health (2017) yang melatarbelakangi lahirnya Gerakan Vegan, serta film Seaspiracy seperti yang saya jelaskan sebelumnya. Serta kisah terakhir, penjelasan tentang kerusakan secara global yang fakta kerusakannya begitu jelas tergambarkan dalam film Before The Flood (2016) karya Leonardo Di Caprio. Semua ini adalah kumpulan data yang dikemas dalam sebuah video documenter yang menjadi data penting dan disajikan dengan begitu teliti, serta sangat tepat untuk kita saksikan sehingga menjadi sebuah hal yang sangat berguna bagi kita untuk bisa melihat dan menyadari apa yang terjadi pada keadaan bumi belakangan ini serta bagaimana bumi kita kedepannya

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 Film-film yang saya sebutkan hanyalah sebagain kecil dari banyaknya film yang saya pernah tonton yang menjelaskan bagaimana kerusakan lingkungan yang ada di bumi kita saat ini. Bagi saya, sangat sulit mencari berita terkait kerusakan lingkungan, membicarakannya sepertinya menjai sebuah hal sensitif untuk dilakukan di masa saat ini. Mencari berita, data terkait kerusakan lingkungan sepertinya harus melalui video dokumenter yang telah dibuat oleh orang-orang yang luar biasa atau dengan melalui data yang benar-benar di dapatkan dari riset kita sendiri dalam melihat berbagai kerusakan. Realitanya, konflik lingkungan terjadi berkali-kali, bahkan di negara Indonesia ini menjadi suatu permasalahan utama dengan berbagai fakta yang terjadi, namun tidak dengan berita-berita yang disebarkan. Maka dari itu untuk mengetahuinya, kita harus benar-benar mencarinya dari berbagai film, berbagai buku, atau dimanapun media yang menjelaskan terkait kerusakan yang terjadi di negara kita Indonesia.

 Berdasarkan apa yang saya pelajari, dan apa yang saya pahami, saya menyadari bahwa konflik yang terjadi melibatkan skala prioritas yang menjadikan ekonomi menjadi suatu hal yang dikedepankan. Hal ini tentu bertentangan denagn konsep triple buttom line yang di kembangkan oleh Elkington, yang sederhananya mejelaskan tentang bagaimana membangun keselarasan antara keuntungan, manusia dan lingkungan itu sendiri. Entah apa yang terjadi dengan sistem perekonomian sekarang ini. Industri ekstraktif sepertinya menjadi sebuah fenomena yang sangat jelas terlihat saat ini. Banyak hal yang dikorbankan, hingga pada akhirnya manusia lah yang dikorbankan. Iming-iming kesejahteraan, pada akhirnya manusia menjadi dampak akhir yang kian mengkhawatirkan. Ekonomi betul-betul menjadi sebuah hal utama yang sepertinya di wujudkan dengan mengorbankan keberlangsungan lingkungan, yang sebenarnya itulah yang menghasilkan kehidupan, bukan dengan uang, atau janji-janji kebahagiaan.

 Seperti pada tema tulisan ini, entah mana yang akan menang, Air dan pangan, atau industri ekstraktif. Tidak ada yang mengetahui kedepannya, yang pasti, prioritas saat ini sepertinya tidak ada jalan bagi lingkungan untuk bisa lestari. Tidak ada jalan untuk menyelamatkannya, ekonomi akan selalu menjadi pilihan utama, dan lingkungan akan selalu menjadi suatu hal yang di korbankan. Wells (2019:89-90) mengungkapkan bahwa di banyak negara Afrika, jatah air per orang bisa cuma ua puluh liter per hari-tak sampai setengan kebutuhan kesehatan masayarakat menurut organisasi-organisasi yang mengurus air, pada 2030, kebutuhan air dunia diperkirakan melebihi pasokan sampai 40 persen. Krisis air begitu jelas terjadi, industri ekstraktif juga membutuhkan pasokan air, sejalan dengan pertumbuhan manusia yang semakin hari semakin meningkat, yang juga di jelaskan dalam buku Bumi Yang Tidak Dapat Dihuni Wells (2019:89) didalmnya, terjelaskan bahwa “kemungkinan penduduk dunia tumbuh melebihi sembilan milliar pada abat ini bahkan sepuluh atau bahkan dua belas miliiar”. Tentunya dengan kebutuhan yang sama, kebutuhan manusia dan industri akan air, tidak akan bisa dihindari, ketersediaan akan sumber daya akan menipis, konflik jelas akan terjadi. Oleh karena itu, krisis air akan menjadi masalah besar selain dari masalah iklim yang akan kita hadapi kedepannya.

Hal yang sama yang terjadi kepada saudara-saudara kita yang saat ini berada di Pongian Sulawesi Tengah. Aktivitas tambang nikel yang kian marak. Menyebabkan tercemarnya Sungai pongian yang sudah menjadi sumber kehidupan masyarakat.Tercemarnya sungai menyebabkan sebagian warga terpaksa harus membeli air melalui pengisian gallon atau penjual air keliling yang menggunakan gerobak. Hal tersebut terjelaskan dalam situs jatamsulteng yang diupload pada 23 Juni 2021 yang menjadi bukti bahwa sampai saat ini, sepertinya, pangan kita telah dikalahkan oleh industri ekstraktif. Konflik yang menyebabkan krisis air, juga sama seperti dengan kelaparan yang akan melanda kehidupan kita kedepannya Wells (2019:52) menjelaskan bahwa untuk tiap derajat kenaikan suhu, hasil panen turun 10 persen. Beberapa perkiraan bisa lebih tinggi lagi. Artinya jika planet ini lima derajat lebih panas pada akhir abad, ketika proyeksi memperkirakan Mungkan ada sampai 50 persen lebih banyak orang untuk diberi makan, kitab oleh jadi juga punya 50 persen lebih sedikit padi-padian untuk mereka makan. Atau bahkan kurang, karena panen turun makin banyak jika suhu makin tinggi. Hadirnya industri ektraktif juga menyubang emisi global, yang menyebabkan naiknya suhu atmosfer. Kehadiran industri ekstraktif yang semakin hari semakin marak, akan bisa membantu kita untuk mengambarakan bagaimana kehidupan kita kedepannya bahwa dengan menangnya industri ekstraktif, kita akan semakin krisis, jangankan bencana kerusakan, kebutuhan atas panganpun akan sulit kita dapatkan.

Dalam tulisan ini, saya hanya ingin menjelaskan bahwa bumi tidak bisa sembuh dengan sendirinya, bumi butuh bantuan, bumi butuh pertolongan, dan memang hanya manusia yang bisa merealisasikan dan mewujudkan itu, dan tentu saja hanya manusia yang bisa menyelamatkan bumi itu sendiri. Transisi energi? Menuju ke kendaraan listrik? Apakah itu solusi? Atau hanya opini untuk menunjang kembali eksploitasi. Hadinya solusi energi terkait kendaraan listrik akan menunjang maraknya pertambangan lainnya karena dalam bahan baku utamanya salah satunya terdiri dari nikel yang saat ini pertambangannya sudah beraktivitas beriringan dengan aktivitas dari para petani merica, saudara-saudara kita di Luwu Sulawesi Selatan, mereka masih berjuang, untuk pangan mereka, dari hasil alam yang mereka dapatkan dari bertani merica.

 Tidak perlu waktu lama lagi untuk bergerak, tidak perlu siapa lagi untuk bisa membantu, hanya diri kita sendiri, hanya niat dari diri sendiri. Jika semua dari kita akan bergerak, makan bumi akan tertolong dengan segala usaha yang kita jalankan dan secara tak sadar bumi juga akan bergerak kearaah yang kita harapkan. Sejujurnya masih belum jelas bagaimana kedepannya kondisi lingkungan di negara kita, keadaan yang semakin menyadarkan kita bahwa ekonomi menjadi suatu hal yang dikedepankan akan semakin mengkhawatikan jika kita ingin membayangkan bagaimana kita kedepannya Tentu saja, jika industri ekstraktif semakin dan semakin dikedepakan. Bukan tidak mungkin lagi, tapi sudah jelas bahwa kekhawatiran kita atas keberlangsungan lingkungan akan semakin rusak hari demi harinya. Sederhananya, kita sendiri yang menciptakan kiamat bagi kehidupan kita kedepannya. Apapun yang terjadi, bumi harus tetap lestari, jika terus dikobankan, jika terus menguntungkan ekonomi, berapa pun keuntungan yang di dapatkan, dengan segala keuntugan yang di dapatkan dari industri, berapapun besarnya, nyatanya tidak akan ada bumi lain yang bisa kita beli, hanya satu, tempat kita saat ini, hanya itu, satu bumi untuk semua penghuni, maka dari itu, mari kita jaga, mari kita lestarikan. Melalui berbagai bacaan, melalui dokumentasi berbagai film yang kita saksikan, berfikirlah terkait dengan masa depan. Sadari dan maknai segala kerusakan, bergeraklah untuk keberlangsungan lingkungan, bersemangatlah untuk hak bersama kita mendapatkan keberlangsungan lingkungan. Maka dari itu, mari menyaksikan, mari menyelamatkan. Biarkan bumi kita terus lestari dan bisa terus tervisualisasi layaknya surga, seperti apa yang kita bisa saksikan dalam film Our Planet (2019) yang dinarasikan oleh David Attenborough. Film yang terdiri dari 8 episode, yang menampilkan bumi kita layaknya surga. Biarkan bumi kita tetap seperti surga, marilah sama-sama merenungkan dan menyadarkan. Mari menjadi bagian dari sejarah penyelamatan kehidupan. Salam lingkungan, salam masa depan.

 

 

Ikuti tulisan menarik Taufiiqurrahman Yunus lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terkini

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB