Distorsi Kendaraan Listrik Dalih Transisi Energi
Kebijakan pemerintah soal sumber daya mulai ditonjolkan lewat transisi energi konvensional menuju energi listrik. Presiden Joko Widodo mengeluarkan Inpres Nomor 7 Tahun 2022 yang ditujukan kepada pejabat negara mulai dari menteri kabinet Indonesia Maju sampai kepada lembaga non kementrian disini adalah bupati atau wali kota menggunakan mobil listrik sebagai kendaraan dinas. Dalam KTT G20 di Bali tahun lalu ini Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi karbondioksida global. Brand Hyundai, Toyota dan diikuti Wuling mewarnai deretan mobil yang dipakai oleh kepala negara peserta KTT G20 di Bali November 2022 kemarin. Perhelatan presidensil ini menjadi ajang Indonesia mensosialisasikan niat alih kendaraan konvensional menuju kendaraan listrik (elektrisasi).
Di sisi lain mengenai upaya tansisi energi pintu keran investasi hilir yang dibuka pemerintah menjadi bagian dari pertimbangan mobil listrik skala nasional ini. Sebelumnya pada 1 Januari 2020 pemerintah membuat larangan mengenai ekspor bijih nikel mentah (raw material) untuk memenuhi kebuthan bahan baku smelter dan perhatiannya mengenai mineral dan batubara dapat habis karena tidak dapat diperbaharui kembali.[1] Jepang sebagai negara yang bergantung bijih nikel Indonesia merasa tak diuntungkan pasalnya 50% produksi stainles steel mereka berasal dari Indonesia. Keberatan juga dilayangkan negara eropa atas kebijakan pemerintah dengan mengajukan gugatan ke WTO (World Trade Organization). Indonesia bersikeras mempertahankan kebijakan hilirisasi nikel ini untuk menopang Industri baterai kendaraan listrik.
Pembukaan Investasi dilirik berbagai negara seperti Jepang, Korea bahkan tentu saja China sebagai investor yang paling gerak cepat mengisi list investasi di Indonesia. Setelah merajai infrastruktur kini merambah di dunia nikel. Potensi Indonesia sebagai penghasil nikel terbesar dunia mencapai 2,7 juta metrik ton atau sekitar 37%.[2] Merujuk data United State Geological Survey (USGS) dan Badan geologi Kementrian Ekonomi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada tahun 2022 Indonesia menghasilkan 1,6 juta ton jauh dari Filipina yang menempati urutan kedua dunia dengan 330.000 ton dan Rusia urutan ketiga 220.000 ton.[3]data kompas Hal ini menunjukan nilai ekonomis tinggi apalagi seusai ditekannya Inpres Nomor 7 Tahun 2022 mengenai mobil listrik. Ini menjadi waspada tersendiri bagi Indonesia terutama bagi pemilik kekuasaan dibidang terkait yang sudah menjadi barang umum permainan perdagangan diputarbalikan alurnya. Relasi kekuasaan menjadi penyakit akut Indonesia akan buruknya penanganan pengelolaan sumber daya alam kita. dapat ditemui diberbagai warta berita Tempo salah satu mantan pemenangan presiden pada 2019 lalu terjaring tindakan penambangan ilegal, berdalih mempunyai bekingan jenderal dan sebagainya menunjukan relasi kekuasaan akan dapa mempermudah jalan menuju eksploitasi alam secara membabi buta. Harus sangat diperhatikan penyesuaian antara visi larangan ekspor dengan dibukanya investasi nikel seharusnya menjadi balance jangan sampai niat hati mengurangi emisi karbon tetapi pelaksanan penambangan ini menghasilkan efek yang lebih besar dari emisi karbon sebelumnya.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 mengenai Mineral dan Batubara (minerba) seharusnya diimplementasikan menjadi sarana kemajuan negara bukan sekedar terima beres mendatangkan investor tanpa dapat mengelola industri ini sendiri. Peran pengolahan smelter dalam negeri ini sangat sedikit sekali dibandingkan orang asing, sebagaimana yang dikatakan Rofik selaku anggota DPR Komisi VII ini “Para pemain dalam negeri kurang berperan, sehingga kekayaan minerba kita lebih banyak dimanfaatkan pihak luar” lebih tegas lagi membeberkan “Pihak smelter asing dapat membeli bijih nikel dengan harga super murah dibawah harga pasar internasional” mengenai nilai ekspor yang sebelumnya hanya 15 triliun kini menjadi 360 triliun yang dinikmati pelaku dalam negeri tidak seberapa terlebih dengan adanya pemberlakuan Tax Holiday 25 tahun mendatang. Pasalnya kebijakan ini tidak menerapkan pajak penambahan nilai (PPN), pajak ekspor, dan pekerja yang menggunakan visa kerja.[3] jalan kelam lain dibalik upaya memperlancar mobil listrik adalah ketimpangan antara penguasa dan pengusaha di era sekarang sudah tidak bisa dibedakan. “Penguasa membuat kebijakan dan memberikan subsidi, pak Luhut berbicara subsidi sepeda motor listrik/ mobil listrik untuk dirinya sendiri” tutur (Faisal Basri dalam podcast Akbar Faisal).[4] Logika perdagangan semakin bias akibat penguasa dan pengusaha tidak ada batas. Bagaimana bisa membuat peraturan mengenai subsidi yang diberikan kepada produsen mobil/motor listrik
yang tidak lain produsen itu miliknya sendiri, padahal tanpa perlu subsidi sekalipun produk ini sudah laku dipasaran. Besaran subsidi mulai dari 7 juta untuk motor listrik dan 70 juta untuk varian mobil listrik. Dalam laman yang lain Faisal mempertanyakan “Sebenarnya subsidi ini diberikan kepada rakyat untuk mendapatkan mobil listrik atau mensubsidi pengusaha agar untungnya banyak? Sebenarnya dia juga sudah untung, tapi untungnya kurang banyak, dan inilah ketamakan oligarki”.[5]
Negara-negara lain yang mau beralih kepada kendaraan subsidi sudah mulai memperbaiki energi tata surya mereka, katakanlah Malaysia, Singapore, Kamboja, Vietnam mereka berada diatas kita dalam persiapan energi tata surya. Perlu pertimbangan matang ketika ingin beralik ke mobil listrik, “Jangan sampai peralihan ini mendatangkan masalah baru berupa limbah baterai yang tidak bisa didaur ulang. Baterai mobil ini harus di-recycle, limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) tidak boleh dibuang terbuka, harus ada penampungannya” .[6] Dapat kita bayangkan bagaimana 10 atau 20 tahun mendatang denganketidakmatangannya penanganan limbah berbahaya ini tentu menimbulkan masalah yang serius. Jangan sampai negara yang besar ini menjadi negara penampung sampah di dunia.
Jika ingin tetap masuk pada pengalihan mobil listrik negara dapat membuat kesepakatan agar
ada kerjasama yang saling menguntungkan mengenai limbah ini. jika tidak tentu peran perusahaan dalam negeri dalam mengelola limbah akan tidak kondusif. Apalagi dengan
keharusan penggantian baterai berkala pada waktu tertentu menjadi tantangan lebih bagi negara.
Diluar pemakaian kendaraan listrik ini ternyata menyimpan pertimbangan lain yang seharusnya dikaji ulang, pasalnya meterial yang digunakan dalam pembuatan kendaraan berbasis listrik ini 6x lebih banyak dibanding kendaraan konvensional yang hanya membutuhkan material 33,8 kg saja. Ada kecurigaan praktik monopoli yang muncul dalam percepatan program KBL ini. Roni kala itu menjabat sebagai kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mencium permainan monopoli untuk melanggengkan kepentingan elite di sektor ketenagalistrikan, sebelum meninggalkan jabatan yang diemban ini ada dua pihak dari lembaga eksekutif untuk memasukan KBLBB ke situs web e-Katalog, padahal proses verifikasi barang memerlukan waktu yang cukup lama dari harga sampai infrastuktur sebagaimana ketentuan Peraturan LKPP No. 9 Tahun 2021.[7] Praktik seperti ini menjadi proses kepentingan-kepentingan petinggi negara untuk memuluskan niat terselubungnya. Untuk mengetahui lebih jelas bagaimana “negara” bermain kepada rakyatnya dengan dalih transisi energi proses pembentukan Inpres perlu dikaji lebih serius, sebab infrastruktur salah satunya Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik (SPKLU) masih sangat sedikit dibanding jumlah kendaraan yang ditargetkan negara. SPKLU yang rusak bahkan tidak berfungsi juga masih dapat ditemukan dibeberapa titik sentral, jika hal ini dibiarkan terus menerus dikhawatirkan ada monopoli lain selain pengadaan mobil listrik ini. Penulis mencoba menerka kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi yang sifatnya berulang, contoh saja seperti bahan bakar minyak yang dibatasi pemerintah, berkaca dari sini mau tidak mau pengguna mobil listrik mengeluarkan biaya yang lebih dalam dibanding ketersediaan kebutuhan yang stabil.
#LombaArtikelJATAMIndonesia
Rujukan:
1. Erikson Sihotang dan I Nyoman Suandika, “Kebijakan Larangan Ekspor Bijih Nikel
Yang Berakibat Gugatan Uni Eropa Di World Trade Organization”, Jurnal Ilmiah Raad
Kertha, Vol.6 No.1 (2023).
2. https://katadata.co.id/rezzaaji/indepth/624d28f58439e/segudang-tantangan-hilirisasinikel.
3. https://data.kompas.id/data-detail/kompas_statistic/6410117d8d55587bd97e2619
4. https://youtu.be/6tk3Hf6k4D4
5. https://www.viva.co.id/berita/bisnis/1602056-kritik-subsidi-mobil-listrik-faisal-basriinilah-ketamakan-oligarki
6. https://bisnis.tempo.co/amp/1691579/temuan-ombudsman-ada-limbah-bateraikendaraan-listrik-tak-didaur-ulang?page_num=2
7. https://www.cnbcindonesia.com/opini/20230329173428-14-425586/membedahskenario-praktik-monopoli-kendaraan-listrik-di-ri/am
Ikuti tulisan menarik Farih wahyu Subekti lainnya di sini.